19. Cicip Berujung Amukan

5.1K 614 46
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hollla pagi-pagi update yang manis-manis antara Mbak Alle dan Mas Dirga biar kalian semangat 🤭

"Ayahnya si Non itu sukanya yang kuah-kuah hangat Non kalau pagi, kayak sop ayam kampung, garang asem, atau sayur bayam jagung. Pokoknya perintah Tuan itu kalau soal makanan yang penting komplit."

Berbekal dari pesan Bik Lela dan bahan masakan yang sudah di siapkan oleh beliau, kini aku mengambil alih eksekusinya sementara Bik Lela duduk bersama dengan Dirga, penjaminku dalam membuat keonaran ini.

Awalnya mereka semua yang ada di ruangan ini ragu akan kemampuan memasakku, tapi saat aku sudah menggerakkan pisau bahkan mengulek menggunakan cobek untuk menghaluskan bumbu di bandingkan memakai Chopper mereka memandangku tidak percaya, dan semakin tidak percaya karena setiap langkah yang aku ambil untuk meracik bumbu memang benar, apalagi saat wangi sop daging menguar memenuhi dapur, ketidakpercayaan yang sempat mereka rasakan menghilang begitu saja.

Kali ini aku bukan hanya memasak sop daging saja, sayur-sayuran yang sudah Mbak Ratna potong pun aku goreng menjadi bala-bala dan juga membuat sambal untuk pelengkap sop daging yang kini menggelegak penuh kaldu yang menggoda.

Segalanya aku lakukan dengan cepat dan cekatan. Terbiasa membantu Bunda dalam hal apapun di rumah membuatku bisa nyaris segala hal pekerjaan rumah tangga. Jangankan memasak, membetulkan genteng bahkan mengganti lampu saja bukan masalah untukku. Walaupun masakanku belum sesedap masakan Bunda, tapi ya cukuplah untuk aku banggakan.

"Waaah, dari baunya sih enak ya, Non? Udah koreksi rasa?" Pertanyaan dari Bik Lela yang melongok hasil masakanku mengingatkan. Tidak ingin ada kegagalan yang akan membuatku jadi bulan-bulanan Ibu tiriku, aku segera meraih sendok dan mencicipinya, dan ya, rasanya enak walaupun tidak semantap masakan Bunda. Yah, kalau ngomongin masakan Bunda mah sudah ada di level yang berbeda.

"Udah oke kok, Bik. Tinggal tambah bawang goreng, jadi deh. Bik, Bik Lela atau Mbak Ratna cobain deh." Aku menoleh, hendak meminta Bik Lela atau Mbak Ratna untuk mencicipi tapi ART Ayah tersebut sudah sibuk dengan hal lain, Mbak Ratna mencuci piring, dan Bik Lela ternyata sudah ngacir mengantarkan kopi untuk Ayah di ruang kerjanya.

Teh Umin yang mengulurkan bawang goreng pun menunjuk Mas Dirga, "suruh cobain Mas Dirga aja, Non. Hitung-hitung bayaran sebagai penjamin Non masuk dapur."

Aku menggeleng pelan mendapati ide Teh Umin yang di sertai senyam-senyum menggoda tersebut, rasanya aku tidak percaya diri dengan hasil masakanku ini jika harus di cicipi orang asing, apalagi orang itu adalah Mas Dirga.

Tapi seolah keduanya sepakat untuk menggodaku, Mas Dirga justru turut mendekat, dengan penuh rasa penasaran dia melongok ke arah panci di mana sup yang memperlihatkan sayur dan daging sapi tersebut tengah mendidih menguarkan aroma yang menggoda.

"Kirain kamu cuma bisa omong besar loh waktu bilang mau masak. Dari wanginya sih menggoda, nggak tahu deh ini gimana rasanya."
Celetukan dari Mas Dirga membuatku menatap ke arahnya yang tengah meragukanku. Tertantang dengan apa yang dia ucapkan membuatku meraih sendok baru, dan menyendokkan sop panas yang tengah mendidih ini dan menyuapkannya kepada Mas Dirga.

"Cicipin dulu, biar tahu rasanya. Awas kalau sampai ketagihan."

Aku mengedikkan daguku, meminta Mas Dirga agar dia menerima suapanku, dan siapa yang menyangka Mas Dirga justru meraih tanganku dan membawa suapan tersebut ke bibirnya.

Untuk sejenak aku merasa duniaku berhenti berputar, tatapan mata pria di hadapanku ini memakuku, memaksaku untuk terus melihat ke arahnya yang juga terus menatapku lekat. Ada kehangatan yang terpancar di sorot matanya, dan tatapan itu sukses menggetarkan hatiku dengan perasaan asing yang sulit untuk aku jelaskan. Dan saat akhirnya senyuman muncul di wajah seorang Dirgantara degup jantungku seketika menggila.

"Enak, kamu pinter masak." Kata-kata pujian yang terucap dari Mas Dirga membuat pipiku terasa panas. Mas Dirga bukan orang pertama yang pernah memujiku, tapi dia orang pertama yang sukses membuat jantungku tidak aman seperti sekarang, bahkan hingga aku tidak bisa berkata-kata, seperti orang bodoh aku hanya bisa termangu sembari tersenyum canggung.

"ABANG...... ABANG NGAPAIN BERDUA-DUAAN SAMA SI MUKA UDIK INI, BANG." Di tengah suasana awkward antara aku dan anggota Ayah ini, mendadak saja pekikan keras terdengar bergema di seluruh dapur. Suara hentakan kakinya yang menyiratkan kemarahan saat dia melangkah masuk ke dapur membuatku langsung memutar bola mata malas.

Astaga, drama sekali Betina kecil satu ini. Meneriakiku udik sementara dirinya lebih seperti seorang gembel yang baju saja kekurangan bahan.

Aku sama sekali enggan berurusan dengan adik tiriku ini, tapi saat aku hendak beranjak pergi untuk meraih mangkuk yang akan aku gunakan untuk wadah sop, untuk kedua kalinya setelah kemarin rambutku di jambak dengan kuat, membuatku mendongak dengan kesakitan.

"MAU LARI KEMANA LO, UDIK! NGGAK AKAN GUE BIARIN LO LARI SETELAH LO BERANI-BERANINYA GODAIN BANG DIRGA."

"KALINA, APA-APAAN SIH KAMU INI."

Teriakan Mas Dirga dan Kalina terdengar berbarengan, Mas Dirga yang syok dengan ulah Kalina yang sangat kasar sontak langsung menarik adik tiriku ini untuk menjauh dariku. Tidak hanya menyelamatkanku dari tindakan brutal Kalina, Mas Dirga bahkan kini menyembunyikanku di balik punggungnya dan menjadikan dirinya benteng dari Kalina yang mendadak mengamuk seperti orang gila.

Iya, orang gila. Kalina benar-benar mengamuk seperti orang yang kehilangan kewarasan saat melihat Mas Dirga justru melindungiku, matanya melotot merah di barengi dengan umpatan-umpatan serta sumpah serapah. Di bandingkan kemarahannya pada Ayah kemarin, kemarahan Kalina kali ini berkali-kali lipat lebih mengerikan.

"NGAPAIN ABANG BELAIN SI UDIK INI, HAH? MINGGIR, BANG!! ABANG NGGAK BOLEH DEKET-DEKET SAMA DIA! KALINA NGGAK IZININ ABANG DEKET-DEKET SAMA MANUSIA RENDAHAN KAYAK DIA, ABANG CUMA BOLEH DEKET SAMA KALIN."

"Kamu apaan sih, Lin? Kelakuanmu benar-benar kayak orang nggak waras, tahu nggak!"

Kalina merangsek mendekat ke arahku, membuat Mas Dirga harus sudah payah menghalau tangan Kalina yang berusaha meraihku, dan kakinya yang menendang ke arah mana pun berusaha, tidak bisa meraihku yang berada di belakang Mas Dirga membuat Kalina semakin murka. Matanya melotot merah dan penampilannya yang berantakan baru bangun tidur membuatnya benar-benar terlihat seperti orang yang tidak waras.

"Aku nggak waras? Perempuan di belakang Abang yang nggak waras? Setelah berhasil kuasai Papa, sekarang dia mau rebut Abang juga dari Kalina. Abang sadar nggak sih kalau Abang cuma di manfaatkan sama si udik ini buat balas dendam ke aku dan Mama! Abang itu punya Kalin, si Udik ini boleh ambil apapun dari Kalin asal dia nggak ambil Abang."

Sayangnya apa yang aku inginkan di dunia ini adalah segala hal yang me jadi miliknya. Jika Mas Dirga adalah seorang yang berharga untuk Kalina, maka sekarang Dirgantara Abhichandra masuk ke dalam list yang akan aku jadikan milikku selanjutnya.

DIGNITY (Pembalasan Luka Putri Sang Jendral)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang