Holla, DIGNITY juga update di KK dan KBM juga ya, happy reading semuanya.
Enjooy"Kurang ajar lo, Jalang. Beraninya Lo gangguin Bokap gue!"
Mendapati tarikan yang begitu kuat di rambutku membuatku terjengkang, rasanya bahkan ada beberapa helai rambut yang tercabut, tidak sempat mencerna apa yang terjadi, bahkan di saat aku sudah jatuh aku merasakan ada yang menduduki perutku, tidak berhenti hanya di situ, tamparan bertubi-tubi aku dapatkan di kedua pipiku di sertai sumpah serapah yang menggila.
"Pere* sampah!"
Plak.
"Mati Lo sekarang."
Plak.
"Beraninya sampah kayak Lo....."
Plak.
"..... Ngusik hidup keluarga gue!"
Plak.
Semuanya terjadi begitu cepat, bahkan hanya untuk sekedar berpikir apa yang sudah terjadi pun aku tidak sempat. Yang aku rasakan adalah orang yang menyerangku dengan membabi buta tanpa aku bisa membalasnya, mungkin aku akan pingsan di tamparan selanjutnya andaikan saja tidak ada orang yang mengalihkan perempuan gila ini dari atas tubuhku.
"KALINA, APA-APAAN KAMU, HAAAAH!"
Bentakan Ayah menggema di sela kericuhan yang terjadi, samar-samar aku mendengar kata Pelakor dan melabrak di bicarakan orang-orang yang mengelilingiku sebelum seseorang menarikku untuk bangun.
"Mbak Alle nggak apa-apa?"
Aku hanya bisa menggeleng, sekedar berbicara pun aku tidak sanggup, aku terdiam membiarkan salah satu Ajudan Ayah ini memeriksaku sementara telingaku yang sudah mulai bekerja mendengar perdebatan Ayah dengan sosok muda yang kini tanpa ragu dan tahu malu membentak Ayah di tengah keramaian.
"Papa yang apa-apaan? Udah tua bau tanah masih juga mainan daun muda! Iya kalau cantik, nyari selingkuhan modelan pembantu kayak dia. Mata Papa ini katarak atau bagaimana, udah punya Mama di rumah yang cantik masih aja ngayap!! Nggak malu Papa sama seragam!"
"Kalina, asal kamu tahu, perempuan yang baru saja kamu serang ini......"
"Apa? Siapa dia? Papa mau berbangga hati ngenalin selingkuhan Papa ini ke Kalina? Iya? Buka mata Papa, Pa! Perempuan gatal kayak dia yang rela deketin aki-aki bau tanah kayak Papa ini pasti cuma ngincer harta Papa. Lihat, dia deketin Papa ujung-ujungnya minta Papa beliin ini itu, kan?"
"Kalina jaga bicaramu......"
"Apa? Apa? Apa yang harus Kalin jaga, Pa? Kalin harus hormat gitu sama Gundik Papa ini, asal Papa tahu, Kalin nggak sudi."
Cerocosan perempuan yang aku tebak merupakan adik tiriku ini sama sekali tidak bisa di hentikan, seperti orang gila dia terus berbicara bahkan menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil yang tengah tantrum. Astaga, sama sekali tidak pernah terbayangkan di otakku jika adik tiriku adalah perempuan urakan dengan sikap yang sangat memalukan. Caranya berbicara dan bersikap persis seperti preman yang tidak tahu adab.
Dalam hati aku tidak hentinya mencibir produk hasil zina di hadapanku ini, anak yang di peroleh dengan cara tidak benar dan menjadi batu loncatan Bibiku untuk menjerat Ayahku, tidak ada niat sedikitpun untukku membela diri maupun menyela, aku memilih mendengarkan adik tiriku ini terus berkoar-koar sembari memasang wajah sedih yang akan membuatku menang telak di akhir.
Tidak hanya beradu argumen dengan Ayah, adik tiriku ini bahkan merasa di atas awan saat orang-orang yang mendengar cerocosannya mulai berpihak, "Ibu-ibu, Mbak-mbak, kalian lihat baik-baik muka Papa saya dan Pelakor buluk yang ada di dekat Ajudan Papa saya itu, Papa saya seorang Perwira Polisi, tapi lihatlah kelakuannya yang minus! Mama saya ada di rumah, tapi sekarang di saat jam Dinas dia malah keliling Mall membawa Gundiknya buat belanja....."
"KALINA....." Suara Ayah menggelegar, memecah kericuhan karena ulah anaknya yang sok tahu tersebut, dengan wajah merah padam menahan amarah dan tangan yang terkepal kuat, siapapun pasti akan menciut melihat bagaimana murkanya seorang Dhanuwijaya sekarang ini. "Jaga mulutmu yang tidak berpendidikan itu, perempuan yang dari tadi kamu hina dan kamu permalukan seenak jidatmu itu adalah Kakak kandungmu! Dia putri sulung Papa! Lebih daripada kamu, Alleyah jauh lebih berhak atas harta Papa."
Sungguh aku ingin tertawa sekarang ini melihat bagaimana wajah Kalina, adik tiriku tercinta ini yang pucat pasi seperti mayat, lebih ngeri di bandingkan dengan Pelakor, ternyata dia lebih takut dengan statusku sebagai putri tertua keluarga ini. Bukan hanya membungkam mulut tidak berpendidikan Kalina, semua orang yang sebelumnya mencaci makiku pun kini menutup mulut tidak percaya. Kisah pelabrakan Pelakor yang sangat fenomenal melibatkan seorang Perwira Tinggi Polisi berakhir dengan Plot Twist yang sangat di luar dugaan.
Dengan marah Papa berbalik, meninggalkan Kalina yang syok tidak percaya, sama seperti aku tadi yang tidak sanggup berkata-kata, Kalina, perempuan cantik mahasiswi salah satu Kampus swasta elite ini pun sepertinya tidak sanggup untuk sekedar menghela nafas.
Jika sedari tadi aku hanya terdiam membiarkan diriku di permalukan, maka sekarang aku mendekatinya, seringai penuh kepuasan tidak bisa aku tahan lagi, di depan anak Pelakor satu ini, aku tidak perlu berpura-pura. Kebencian yang aku miliki untuk anak haram Ayah ini mengakar di dalam hatiku. Kehadirannya di dunia inilah penyebab hancurnya kebahagiaan Bunda, dan juga bahagiaku.
Setiap kebahagiaan yang Kalina miliki sekarang ini seharusnya milikku, ya, hanya milikku jika saja Ibunya yang jalang tidak menjajakan kemurahannya pada Ayah yang notabene adalah kakak iparnya sendiri. Sama seperti hadirnya yang sudah menghancurkan kebahagiaan Bunda, maka mulai sekarang kehadirankulah yang akan menghancurkan hidupnya sehancur-hancurnya. Bahkan aku bertekad akan membuat Kalina lupa bagaimana caranya tersenyum.
Satu persatu aku akan merebut apa yang sekarang di milikinya.
"Kau......" Tangan tersebut terangkat, dengan telunjuknya yang kotor, anak haram ini berani menudingku dengan penuh amarah dan kebencian, di matanya mungkin aku adalah sesuatu yang seharusnya tidak pernah hadir dan ada di hadapannya.
"Iya, aku....." Aku menurunkan telunjuk tersebut dan mencengkeramnya kuat, jika Kalina pikir dia bisa menindasku maka dia salah besar, aku datang bukan untuk kalah, aku datang untuk menghukum mereka yang sudah bahagia di atas derita dan air mata yang sudah Bunda kucurkan untuk kelakuan jahat mereka, karma terlalu lama untuk datang, maka aku akan mengirimkan karma itu melalui jalur mandiri dengan tanganku sendiri. "Putri Sulung seorang Dhanuwijaya Hakim yang terhormat. Anak perempuan dari istri pertama yang teraniaya dan harus tersingkir karena Pelakor yang hamil anak haramnya. Jangan bangga dengan statusmu sekarang ini, Kalina. Kamu hanya meminjamnya dariku selama ini."
"Yaaaa..... Aku akan mengusirmu perempuan kampung!" Tangan tersebut terangkat, hendak menamparku tapi aku sudah lebih dahulu mundur menghindarinya. Sudah cukup tangan kotornya tadi menamparku, dan tidak akan kubiarkan lagi dia melakukan untuk kedua kalinya.
Sembari melangkah mundur menjauhinya, senyum mengejek tersungging di bibirku untuknya.
"Ya, ya, ya, usir saja aku jika bisa, anak haram! Mulai sekarang panggilanmu bukan lagi Sulung Dhanuwijaya Hakim, tapi si anak Haram yang lahir di luar pernikahan hasil dari melakor. Telingamu nggak tuli kan buat denger apa yang barusan Ayahku katakan."
"..........."
"Aku lebih berhak daripada anak haram sepertimu. Upppssss, sorry. Kenyataan sih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIGNITY (Pembalasan Luka Putri Sang Jendral)
Roman d'amourMenjadi tokoh antagonis di dunia bukanlah hal yang di inginkan oleh Alleyah Hakim, tapi demi membalas setiap luka yang pernah di torehkan oleh Ayahanda dan juga Ibu tiri yang tidak lain adalah Bibinya sendiri, Alle rela melakukan segala hal untuk me...