4

2.6K 60 6
                                    

Inara menatap jam dinding ruang tamu, hari sudah larut tidak ada tanda-tanda Abian pulang.

Matanya perlahan terpejam, ia sudah lelah menunggu.

Saat hampir mencapai alam mimpi, matanya kembali terbuka mendengar deru mesin mobil Abian.

Ia tidak perlu repot-repot membuka pintu, pasti Abian sudah ada kunci cadangan.

"Dinda," lirih Abian sempoyong menghampiri Inara.

"Maaf nona, seperti nya bos kebanyakan minum minuman, emosi nya tidak terkontrol karena nona Dinda belum ditemukan." Kata bodyguard itu menyerahkan Abian pada Inara.

"Owh, terimakasih, anda bisa kembali untuk beristirahat."

Bodyguard tersebut menggaguk lalu pergi dari sana.

"Dinda," Abian memeluk tubuh Inara.

"Sadar woy, gue adik lo," Inara melepaskan diri dari Abian.

Refleks Abian mendorong tubuh Inara hingga terjungkal, tidak berperi kemanusiaan!

Perlahan Abian berjongkok di hadapan Inara, ia mengangkat dagu Inara. "Lo beban, gue mau Dinda, cari dia sampai ketemu sebagai balas budi lo sama gue." Abian melepaskan tangannya pada dagu Inara dengan kasar, ia bangkit dari jongkok, menatap Inara dengan senyum iblis lalu pergi begitu saja.

Inara terisak pelan, ia tidak menyangka Abian sejahat itu pada dirinya, perhatian Abian pada dirinya hanya pemanis agar keluarga tidak tau sifat Abian.

"Kalau itu mau lo, gue bakal lakuin, setelah itu gue nggak akan ada hutang budi lagi sama lo Abian Syahputra!" Guman Inara mengepalkan kedua tangannya.

"Gue bakal buktiin, kalau gue bisa tanpa lo Abian!"

Sudah cukup Inara bersabar selama ini, ia bukan wanita lemah yang selalu diam ditindas oleh laki-laki!

Besok ia bertekad mencari kontrakan sendiri dan mencari pekerjaan sendiri, tabungannya sudah lumayan banyak, selama satu bulan sekali Abian selalu mentransfer uang pada rekening nya.

****
Seperti biasanya, setiap pagi Inara selalu menyiapkan makanan untuk Abian, untuk hari ini adalah hari terakhir bagi Inara menyiapkan makanan untuk Abian.

Sebelum meninggalkan rumah, Inara menulis surat agar Abian tidak mencari nya, walaupun memang benar Abian tidak akan mencari nya, tapi setidaknya ia harus memberi tau lewat surat.

Abian menyantap makanan nya sampai habis, ia sudah siap untuk berangkat kerja, ia menatap jam di tangan nya, tidak ada tanda-tanda Inara untuk berangkat kerja.

Ia sudah menduga, Inara tidak mungkin mau bekerja.

Saat Abian ingin bangkit meletakkan bekas piringnya, ia melihat kertas.

Gue cuma mau bilang, gue nggak butuh apartemen dari lo dan perkejaan dari lo, gue bisa cari sendiri.

Abian menatap surat tersebut remeh, ia tidak peduli, baguslah jika beban nya  sudah pergi, namun ada yang aneh, perasaan nya merasa tidak rela jika Inara pergi.

"Sampai kapan pun gue nggak peduli," Abian melemparkan kertas itu dalam kotak sampah.

*****

INARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang