5

2.3K 56 2
                                    

Inara turun dari atas motor, ia menerobos masuk ke dalam rumah menemui Tante nya.

"Inaraa, kamu darimana saja?" Diana memeluk tubuh Inara erat.

"Maaf Tan, Inara cuma pergi sebentar," lirih Inara membalas pelukan Diana.

"Lain kali izin kalau mau kemana mana."

"Iya Tante."

Mereka berdua meleraikan pelukan, Dinda melihat kresek yang di bawa Inara.

"Itu apa?"

Inara mengangkat kresek tersebut,
"owh, ini bakso buat Tante hehehe" 

Diana mencubit hidung Inara gemes, keponakan nya ini selalu berlebihan.

"Assalamualaikum anak Mama pulang."

Aldi berjalan menghampiri mereka.

"Aldi kamu temani Inara belanja di depan gang."

"Nggak mau ah, suruh Inara sendiri aja."

"Aldi." Diana melotot kan matanya ke arah anaknya.

"Biar Inara sendirian," sahut Inara.

Diana memberikan uang pada Inara, "hati hati ya, kalau ada apa-apa langsung telpon."

"Siap,"

*****
Mata Inara fokus pada jalan, matanya menyipit melihat Dinda jalan terlatih latih sambil melihat kiri kanan seperti maling.

Inara baru ingat, senyum nya merekah mengingat perkataan Abian, setelah menemukan Dinda hutang budinya tidak ada lagi.

"Dinda," panggil Inara.

Dinda menoleh, ia tersenyum melihat Inara, tidak ada orang lagi yang bisa menolongnya dalam situasi ini. Ia berlari sempoyong menghampiri Inara. "Bantuin aku Inara." Melas Dinda.

"Oke oke, sekarang lo ikut gue."

"Dinda!"

Langkah mereka terhenti, melihat ayah Dinda dengan jarak lima puluh meter dari mereka.

Inara menarik tangan Dinda berlari.

"Tolong! Penculikan." Teriak Inara.

Para warga melihat ayah Dinda ketakutan langsung mengejar nya, namun nihil ayah Dinda sudah pergi bersama anak buahnya menggunakan motor.

"Kalian tidak kenapa kenapa?"

"Tidak apa-apa pak, terimakasih sudah menolong kami."

"Sama sama, lain kali kalian lebih berhati-hati."

Inara mengiyakan, ia berpamitan untuk pulang, para warga bubar melanjutkan aktivitas mereka yang tertunda.

*****

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Diana menatap perempuan di sebelah Inara, siapa perempuan yang dibawa Inara? Takutnya penyelusup yang menyamar menjadi teman keponakannya.

"Dia Dinda, pacar kak Abian, mantu Tante," cengir Inara memberi tau tantenya.

Diana menatap tak suka pada perempuan di depan nya, selama ini anaknya tidak pernah memberi tau kalau ada pacar.

Dinda tersenyum tak enak, ia sudah tau arti tatapan mama dari pacarnya, memang seperti ini bukan? Ada saja pihak keluarga yang tidak menyukai kita sebagai kekasih anaknya.

"Masuk tan, Inara capek lohh."

Diana terkekeh, ia menyuruh Inara membawa Dinda ke ruang tamu.

Inara mengirim pesan ke Abian, menyuruh Abian untuk segera pulang dan melihat kekasih tersayang sudah di temukan.

Tidak lama kemudian, Abian sudah datang, langsung memeluk tubuh Dinda di depan Inara yang menatap mereka gedek!

Deheman dari Diana membuat Dinda meleraikan pelukan Abian.

Keheningan menyelimuti mereka yang berada di ruang tamu, tidak ada percakapan yang harus dimulai, karena sama sama tidak bisa mencari topik.

"Hello guys..........ehh ada Dinda," heboh Aldi.

Sudah dipastikan, ketika biang kerok datang, maka keramaian akan terjadi saat ini juga pikir Inara menatap Aldi sebal.

"Eh neng Inara sudah pulang," goda Aldi seperti om om genit.

"Mama tau nggak? Sebenarnya Inara udah tinggal di apartemen tempat dia kerja lohh."

Inara melotot, mulut Aldi sangat lemas!  Ganteng ganteng tapi mulut suka bocor percuma, yang ada cewek jadi ilfil.

"Benar itu Inara!" Diana menekan perkataan nya dengan nada pelan namun menakutkan.

Abian tersenyum kemenangan, sudah ia bilang bekerja di tempatnya, malah nggak mau, kan siapa yang menolong untuk menjelaskan pada mamanya kalau bukan dia. Salahkan Inara, coba saja menerima pekerjaan darinya, mungkin ia akan membantu Inara untuk menjelaskan pada mamanya.

Inara memilinkan bajunya, menatap Abian meminta bantuan, namun Abian bodoh amat seolah tidak tau apa apa.

"Tante jangan marah dulu, Inara pengen punya penghasilan dari Inara sendiri."

Diana menatap Inara lekat, "uang dari kami kurang ya?" Lesu Diana.

Inara mengeleng kuat, "bukan gitu, uang dari kalian lebih dari cukup, cuma Inara pengen aja punya penghasilan dan mandiri."

"Tante selalu mendukung keputusan kamu, tapi, kalau ada apa-apa jangan sungkan sungkan minta bantuan, kita tetap saudara bukan orang lain."

"Makasih Tante." Inara memeluk tubuh Tante nya, ia mengancungka jari tengahnya pada Aldi.

Aldi mendelik, "awas lo."

Inara tertawa pelan, walaupun suara Aldi pelan, ia tau apa yang di katakan.

"Ma, sebaiknya Inara di rumah saja,  apa gunanya Abian bekerja? Kalau Inara saja bekerja."

Mereka semua menatap Abian.

"Itu urusan dia, benar apa yang di katakan Inara, ia ingin mandiri, kalau kamu merasa uang kamu tidak bisa habis habis, bisa transfer rekening Inara seminggu sekali."

Inara mengulum senyum manatap Abian, menarik turunkan alisnya mengejek.

"Tapi ma...."

"Nggak ada tapi tapian, bukan nya kamu lebih leluasa tanpa adik yang menurut kamu menyusahkan." Potong Mamanya.

Dinda diam saja mendengar percakapan mereka, dirinya seperti sampah. Memang benar, orang miskin seperti dirinya tidak pantas bersanding dengan anak orang kaya.

Inara menatap Dinda. "Lo udah makan belum? Biar gue siapin."

"Nggak usah."

Abian menghampiri Dinda, "jangan sungkan, anggap saja Mama ku Mama kamu."

"Tante kek nya cocok deh jadi mertua Dinda, apalagi nama kalian di awali D." Kata Inara menggoda Tante nya.

Tinggalkan jejak!


INARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang