sedikit menegangkan

842 24 0
                                    

Acara pernikahan Abian dan Inara tampak ramai, banyak tamu dari perusahaan perusahaan yang datang.

Belum lagi teman Abian, seolah gedung kekurangan ruang karena hampir penuh.

"Jangan melamun," bisik Abian sambil mengecup pinggir bibir Inara.

Orang yang melihatnya ada yang gigit jari sangking gemesnya melihat pengantin baru.

"Kak," tegur Inara, dirinya sangat malu.

"Kamu cantik, apalagi pakai gaun ini," kata Abian memeluk pinggang Inara, sesekali mencium pipi Inara.

Dari sudut gedung, ada Hazwa yang menatap semua yang di lakukan Abian pada Inara, rasa sakit dan nyeri di hati semakin menjadi.

Tangan nya menggenggam erat gelas di tangannya, dengan kasar dirinya membanting gelas itu hingga menimbulkan suara nyaring.

Semua orang menatap ke sumber suara, mereka menatap Hazwa bingung, pasalnya Hazwa berjalan tergesa-gesa menuju pelaminan.

"Gue denger denger dia masih suka sama Abian."

"Loh bukannya dia sendiri bilang nggak suka Abian lagi pas di acara reunian."

"Kita nggak tau isi hati sebenarnya."

"Benar, hati dan omongan bisa beda."

Banyak lagi yang mereka bicarakan, banyak orang was was dengan ulah Hazwa, takutnya Hazwa berbuat nekad mencelakai salah satu pengantin.

"Selamat Abi, kamu tampan hari ini," kata Hazwa sedikit meremas tangan Abian saat bersalaman.

Abian tidak merasa kesakitan, entah kenapa wanita di depannya ini sangat susah sekali di tebak.

Kini Hazwa beralih ke depan Inara, "kamu juga cantik, kalian berdua cocok, doa terbaik untuk pernikahan kalian berdua," lirih Hazwa sebentar lagi air matanya tumpah.

Inara berinisiatif memeluk Hazwa, dirinya menenangkan Hazwa sampai perempuan itu tenang.

Lima menit berlalu, Hazwa pamit pergi dia berkata tidak sanggup melihat pernikahan Abian terlalu lama.

Tidak lama Dinda dan Aldi memberikan selamat.

"Selamat bro, akhirnya lo nikah setelah gue langkahi," Aldi mengejak.

"Selamat ya bian semoga rumah tangga kalian langgeng sampai tua,"  kata Dinda tersenyum lembut.

"Makasih doanya," jawab Abian tersenyum tipis.

Aldi yang tak suka melihat Dinda terlalu lama berbicara dengan Abian cepat cepat dirinya bersalaman dengan kedua mempelai pengantin.

"Ayo pulang, nanti bayi kita kecapean," kata Aldi mengelus perut Dinda.

"Ceritanya mau pamer sama suami gue?" Inara bertanya sedikit ngegas.

"Geer banget, gue cuma kelewat bahagia aja."

"Ngeles terus hidup lo, asal lo tau gue juga bisa hamil, kita lihat anak siapa paling godloking."

"Anak gue lah calon nya, udah godloking pinter godrekenig juga yang pastinya," Aldi membanggakan.

Inara menarik bibirnya ke atas, "gue nggak yakin anak lo bakal cerdas, lo nya aja goblok."

"Mulut," marah Aldi ingin mengeplak bibir Inara langsung di tahan Dinda.

Abian memeluk Inara saat Inara ingin menjambak rambut Aldi.

Para tamu menatap mereka seolah lucu dengan pertengkaran yang di ciptakan antara kakak dan adik ipar.

"Ini kalau di filmkan, keponakan ku adalah menantu ku," kata Renal pada Diana, yang di balas anggukan.

"Mama juga nggak nyangka kalau Inara bakalan jadi menantu kita, ternyata benar Pa, jodoh itu misteri."

Pakde Inara menangis melihat Inara, dirinya tidak menyangka keponakan nya yang kecil sekarang sudah dewasa dan menjadi istri.

"Bahagia selalu nduk, orang tua mu pasti bahagia."

Inara menyadari pakde menatap dirinya, segera ia menoleh, ternyata pakdenya menangis.

"Pakde kenapa nangis?" Inara bertanya, matanya sudah berkaca-kaca.

Pakdenya tersenyum sambil menggeleng, "pakde menangis karena bahagia atas pernikahan kamu, perasaan kamu masih kecil sekarang sudah besar aja."

Inara memeluk pakdenya sayang, dirinya sayang sekali pada pakdenya yang tidak pernah pelit kepada nya.

"Pakde tinggal di sini aja ya?"

"Nggak usah nduk, pakde lebih suka di kampung, kamu jaga diri baik-baik ya," katanya mengelus rambut Inara.

"Kapan pakde pulang?"

"Kemungkinan besok baru pulang."

****

"Kita jadi berangkat nggak nih?" Kesal Selena berkecak pinggang.

"Itu Abang mu, dari tadi cuma merenung di dalam kamar."

Selena menerobos masuk, Andra duduk di tepi ranjang menatap lurus ke depan, sikunya bertumpu pada paha.

"Bang, kita jadi kan datang acara nikahan kak Inara?"

Andra menoleh menatap adiknya, "kamu dan ibu saja ya dek."

Selena menghela nafas, ia mendudukkan dirinya di sebelah Andra mengelus punggung Abangnya.

"Selena tau Abang sedih atas pernikahan kak Inara, bukannya Abang sendiri yang mau mundur tanpa berjuang terlebih dahulu, dan juga sih Abian itu sudah memberikan kesempatan bukan?"

Ucapan Selena seolah angin lalu, yang tidak di dengar oleh Andra, kepalanya terasa pening sejak malam tadi.

"Kepala Abang pusing dek," lirih Andra sampai akhirnya pingsan di bahu Selena.

Selena dan ibunya panik melihat Andra pingsan.

Satpam yang di telpon Selena segera membopong tubuh Andra ke dalam mobil.

"Pak jaga rumah bentar ya, kami ke rumah sakit dulu," pamit ibu Selena sebelum masuk ke dalam mobil.

Selena mengumpat saat jalan macet, "sial."

Tangan Selena mengklakson berulang kali, sudah kesal dirinya membuka kaca mobil, "ini polisi nya kemana woy! Abang gue butuh pertolongan medis!" Teriak Selena menyembulkan kepalanya.

"Sabar lah dek, ini jalan umum."

"Lo pikir lo doang tersiksa? Semua nya juga nggak mau ada kemacetan."

"Ngerti peraturan lalu lintas woy, nggak sekolah?"

"Sialan mulut lo pada!" Murka Selena menunjuk orang yang menjawab ucapan nya satu persatu.

Nafas Selena memburu, emosi nya tidak terkontrol.

Belum reda emosinya, ia melihat Shaka satu mobil berdua dengan perempuan dan...Shaka mencium pipi perempuan itu.

Dasar tidak tau situasi, kalau mau ciuman minimal kaca mobil di tutup kali mau pamer kemesraan?

"Kamu tenangin diri ya, ibu nggak mau sampai terjadi yang tidak tidak saat kamu berkendara, ingat nyawa kita cuma satu," peringat ibunya.

Selena tak fokus, ia mencengkam stir mobil, entah kenapa dirinya cemburu melihat Shaka dengan perempuan lain.

"Udah kere banyak tingkah," gumam Selena tersenyum sinis.

"Telpon om kamu, suruh datang minta tolong  loloskan kendaraan kita, kalau nggak sampai kapan kita terjebak."

Karena kesal ibu Selena memekik, sampai sang empu kaget, "SELENA!"

Buru buru Selena menelpon seseorang yang ibunya suruh.

Tidak lama kemudian polisi datang dan menyuruh kendaraan lain supaya minggir.
 
Mobil Selena melaju, ia memberikan fucek pada mobil yang di Kendarai Shaka.

Shaka sadar, ia hanya tersenyum geli melihat wajah tak bersahabat Selena.

INARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang