DuaPuluhDelapan

90 17 1
                                    

[Cerita ini hanya fiksi. Latar tempat, tokoh dan agama didalam cerita ini tidak ada di dunia nyata....]

••📌••

Harap untuk selalu dukung dengan kasih Vote dan Komennya!!

••🍀••

Mohon maaf untuk typo dan kepenulisan yang masih berantakan. Selalu berusaha untuk diperbaiki...

••🌻••

🍇 Senin, 17 April 2023 🍇

••🌹 ••

Seharian semuanya dibuat sibuk dengan bagian pekerjaan masing-masing.

Malam ini Haryana memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas dipan di luar rumah Irfan. Bagaimana ada Dikas dan juga Masyafa yang hanya duduk diam.

"Melelahkan sekali. Sungguh." ucap Haryana.

"Aku tidak menyangka akan serumit dan menakutkan seperti ini. Sialan!" kesal Dikas.

Masyafa menghela napas berat. "Meski begitu kita sudah terlanjur jauh. Meski melelahkan dan berbahaya. Aku tidak akan mundur." ucap Masyafa.

"Hei! Apa yang kalian bertiga lakukan diluar? Cepat masuk dan kita akan segera melakukan rapat!" teriak Rika dari ambang pintu.

"Baik." Ketiganya mau tidak mau harus kembali masuk meski baru saja menghirup udara segar di luar.

Ketiganya masuk dan telah menemukan ruang tamu Irfan yang awalnya terlihat luas kini terasa begitu sempit karena banyak berkas dan orang-orang.

Rika berdiri tepat di samping Papan dimana semua daftar orang-orang yang terlibat dalam kasus artikel itu ada. Dan yang lainnya duduk memperhatikan.

"Baik,"

"Aku akan mulai rapat ini."

"Kita semua sudah bekerja keras untuk kasus ini, jadi, kita tidak boleh sampai gagal dan membuang kesempatan." Semuanya mengangguk paham mendengarkan apa yang dikatakan Rika.

"Kasus ini menjadi terbuka karena kematian Mawar Ranzan dan di lanjutkan oleh kematian Adipati Dolken yang dimana Tim Bagas yang menanganinya."

"Kasus pembunuhan kali ini menjadi sulit, karena dalang di balik semua ini adalah orang ini." ucap Rika sambil menunjuk foto Artha Magali.

"Kita tidak tau alasan yang jelas dalam semua masalah ini, kenapa orang ini membunuh orang-orang hanya karena sebuah artikel yang menyangkut Jaksa agung yang bekerja dibawah naungan presiden."

"Aku hanya berpikir orang itu adalah psikopat." Haryana menyela ucapan Rika tanpa sadar.

Semuanya menatapnya tajam. Tentu saja Haryana dibuat takut. "Kenapa kalian menatap ku seperti itu? Benar, Bukan? Dia membunuh sebanyak itu hanya hal sepele? Bukankah dia seorang psikopat? Tapi, karena jabatannya sangat tinggi dia menjadi psikopat yang berkelas. Hahahaha..." ujar Haryana dengan gelak tawa. Tapi, pahanya segera di cubit Masyafa dan membuat Haryana membuka mulutnya lebar tapi tidak bersuara sama sekali.

Kembar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang