One day Aca, with Ayang!

1.4K 83 0
                                    

"Aca duduk dengan Ayang!"

Dari arah lorong yang menunju ruang makan terdengar seruan cempreng dari bocah laki-laki bungsu keluarga itu. Ia, dia Nasa. Nasa udah mandi, udah ganteng, udah pakai baju kaos item pendek sama jeans pendek item juga terus pake sepatu boot kulit warna hitam juga, gak lupa topi merek polo hitam tersampir di kepala kecil itu.

Itu Nasa sendiri yang pilih otpit. Pas Raya tanya kenapa kok bajunya mau hitam hitam?

"Bial Aca telihat lebih gateng. Kata Abang Nelon, kalo kita pakai itam-itam bakal gateng, bunda! Aca kan mau gateng depan Ayang."

Entah dari mana si buntelan kentut itu belajar gombal.

Tapi yang paling penting sekarang si buntelan itu tengah duduk di kursi meja makan bersama ayang. Ya, satu kursi berdua. Nasa menolak duduk di kursi khusus makannya. Si Ayang mah welkom aja. Nggak papa sumpah, kata Ayang.

"Baby?" Robert memanggil si bungsu. Mengapa? Karena saat sang istri meletakkan si bungsu di kursi meja makan, anaknya tak terlihat. Hanya terlihat atasan topinya saja, itupun beberapa sentimeter.

Nasa dan Ayang umurnya terpaut beberapa tahun, lebih tua Ayang. Jelas, tinggi badannya berbeda. Dan Nasa si cebol unggul so so an duduk di kursi meja makan.

Noel yang ada di samping Nasa, wajahnya merah padam menahan tawa.

Nasa yang merasa panggilan itu ditunjukkan untuknya beranjak bangun, karena kalau hanya mendongak percuma. Nasa sudah mencoba, tapi lehernya malah sakit karena harus mendongak tinggi.

"Janan panggil Aca bebi bebi lagi! Ayah. Aca syuda besal!! Syuda dudu cini dengan Ayang!!!" Nasa menunjukkan raut garang dengan telunjuk bantet yang menunjuk-nunjuk kursi yang dipijak nya.

Seperkian detik ruangan itu ramai dengan gelak tawa seluruh anggota keluarga.

Nasa terdiam. Kenapa semuanya tertawa? Bahkan Ayang juga? Kenapa ia tidak di ajak lagi? Apakah mereka menertawakannya? Pikir Nasa. Apakah raut wajahnya kurang garang? Nasa mulai mencebikkam bibir sambil menyipitkan mata. Bukankah sudah cukup garang? Ini ekspresi grandpa ketika ingin menghukumnya, dan itu sangat menakutkan.

Tapi mengapa semua malah tambah tertawa? Bagaimana tidak! Pipi merah jambu yang hampir tumpah semakin menggembung. Bibir kecil plum yang maju beberapa senti seperti bebek, dahi kecil kemerahan yang mengerut kecil. Sungguh, Nasa seperti buntelan awan yang lucu!

"Oke, oke. Sit back, bay- aah Nasa? Khekhekhe." Robert terkekeh, memegang perutnya yang terasa keram akibat terlalu tergelak.

Noel? Jangan ditanya, wajahnya sudah berderai air mata.

***

Menjelang siang, sebenarnya itu adalah jadwalnya Nasa untuk home schooling. Namun karena ia sedang terlewat senang bermain bersama sahabat perempuannya itu, Nasa meliburkan diri sendiri.

Sekarang keduanya tengah duduk di ayunan dalam ruangan play ground khusus Nasa. Keduanya berlomba siapa yang bisa berayun paling jauh. Sampai Nasa melayangkan pertanyaan dengan wajah murung dan ayunan nya pun mulai melambat.

"Ayang, Ayang kenapa tinggal Aca ke Jepang?"

"Ayang kenapa kesana?"

"Aca disini syendilian, ndak ada Ayang."

Ayang yang mendengar hal itu, memutuskan untuk turun dan duduk di bawah samping Nasa yang duduk diam di atas ayunan dengan Majah murungnya. "Sorry..."

"Ayang di ajak mama dan papa menjenguk obasan. Obasan sedang sakit, ingin bertemu Ayang."

"Osaban tu apa Ayang?"

Kini raut murung itu tergantikan dengan raut penasaran akan satu kata yang baru pertama kali didengarnya.

"Osaban?" Ayang dengan raut bingung menggeleng,

lantas membenarkan pengucapan Nasa. "Obasan!"

"Oooo, osaban!" Mulut kecil itu membulat lucu sebelum kembali menampilkan senyum cerianya karena menurutnya berhasil mengucapkan kata itu.

"O-ba-san, obasan!" Ayang mengeja untuk Nasa.

"Osaban!"

"Obasan! Aca, obasan!"

"Ihh! Itu pokonya!" Nasa menyerah.

Ish, kenapa susah sekali?! Nasa benci kata itu! Tidak akan ia ucapkan lagi sampai kapanpun! Ingat kata Nasa!

Seperkian detik suasana di ruangan itu hening. Nasa memilih pergi ke arah tumpukan legonya dan Ayang yang dengan acuh kembali memainkan ayunannya.

Tangan kecil kemerahan Nasa mengetuk-ngetuk tumpukan Lego dengan kesal. Bibir plum merahnya meju beberapa senti, menyerupai anak bebek yang lucu. Dalam hati ia menggerutu, "Kenapa ayang ndak bujuk-bujuk Aca! Ayang memang ndak love Aca! Aca sad, Aca angly, hump!" kening kecil itu bahkan mengerut kesal.

Namun Nasa memutuskan tetap diam, menunggu sahabat perempuannya itu datang membujuknya. Namun sudah beberapa menit ia menunggu, Ayang tak kunjung datang.

Sampai indra pendengarannya menangkap suara Ayang yang merdu tengah bernyanyi dengan ceria. Nasa semakin mengerucutkan bibirnya, dalam hati Nasa kembali menggerutu. "Ayang benal-benal ndak love Aca! Aca mau pelgi!" Tungkainya ingin ia bawa untuk beranjak pergi.

Namun, suara merdu sahabatnya sedikit membuatnya tak ingin beranjak. Tapi ia kan sedang angry, ahh Aca akan benar-benar pergi!

Lalu dengan kaki kecil yang dihentak-hentak Nasa meninggalkan ruang bermainnya. Ayang yang melihat hal itu memilih acuh, mungkin Nasa ingin sesuatu?

Setelah keluar dari ruang bermainnya, Nasa terdiam di ruang tengah dengan bingung. Harus kemana ia agar bisa menghindar dari Ayang? Lama Nasa berpikir, bahkan Nasa mendudukkan dirinya dilantai ruang tengah saking kuatnya ia berpikir. Kedua tangannya mencengkram kepala kecilnya, berharap kedua telapak tangannya akan mengirim sinyal kepada otaknya agar berpikir.

Nasa sangat fokus dengan kegiatannya sampai tak menyadari dibelakangnya ada seseorang yang menatapnya menggebu. Tanpa menunggu lama Narendra membawa sang adik kedalam gendongan koala nya. "Aaaa!" Nasa memekik kaget saat tiba-tiba dirinya merasa melayang terbang.

Saat Nasa sudah tersampir apik di gendongan Narendra, lantas si bayi menepuk wajah tampan sang kakak. "Abang, Aca kaget tauk!" Bibirnya maju layaknya anak bebek.

Narendra terkekeh kecil, "Maaf sayang." Narendra mengecup hidung kecil kemerahan sang adik.

"Kenapa adek duduk dilantai, hm?"

Sesaat setelah Narendra berbicara itu lantas Nasa dengan cepat memegang kepala kecilnya dengan kedua tangan. Raut wajahnya pun sudah berganti dengan ekspresi terkejut, "Abang! Tadi Aca sedang belkipil, ish!"

Narendra terbahak mendengar sungut sang adik, "Berpikir, dek." Narendra membenarkan.

Nasa menunjukkan ekspresi garang ke arah Narendra membuat Narendra memandang si kecil bingung. "Jangan belcibala kaya Aca!"

Narendra mengerutkan keningnya bingung, adiknya ini kenapa, sih? Tapi dirinya enggan memikirkan hal itu lantas ia mengangguk kan kepalanya pada si kecil. "Oke, oke."

"Kenapa Aca ke kamal abang?" Nasa baru menyadari bahwa dirinya dibawa oleh Narendra kedalam kamar abangnya itu.

"Adek pasti belum mandi, udah mau sore, mandi sama Abang."

"Okey." Nasa hanya mengangguk saja. Mandi bersama Abang sulungnya sedikit menyenangkan, Aca mau.

*TBC

Makin kesini cerita ini makin gaje pleeeas, maafiiiinnnn...hiks

KB [Keluarga Bahagia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang