“Iya Mas aku percaya padamu. Mas pasti lebih tahu bagaimana hukumnya dua orang yang bukan mukhrim berduaan di satu ruangan apalagi sampai bersentuhan,” ucapku.
“Mas tahu sayang. Sudahlah Jannah jangan marah.”
Mas Amran kini turun dari sofa lalu berjongkok di hadapanku. Tangannya mengepal erat tanganku seperti seseorang yang hendak melamar. Ya Allah Mas bagaimana aku bisa marah lama padamu jika rayuanmu seperti ini. Sungguh dapat meluluh lantakan hatiku Mas.
“Bilang pada Mas apa yang harus Mas lakukan untuk menebus kesalahan Mas.” Rayunya kembali padaku. Aku malah mengulum senyum. Rasa marahku kini sudah tidak ada. Di ganti dengan rasa terharu juga ingin tertawa melihat Mas Amran yang benar-benar ketakutan bahwa aku saat ini tengah marah padanya.
“Benarkah Mas akan mengabulkan semua permintaanku?”
“Hmm tentu saja. Untuk bidadari Mas apasi yang tidak.”
“Baiklah kalau begitu aku ingin menggelitiki Mas,” ucapku seraya berjongkok dan bergerak menggelitiki pinggang Mas Amran.
Membuat Mas Amran terkekeh geli. Dia menertawakan apa yang aku inginkan. Rasa kesal ini kini berubah menjadi romantis. Kami tertawa bersama. Selama ini kami memang sangat jarang sekali bertengkar. Kalaupun bertengkar mungkin tak akan lama akan berbaikan lagi seperti ini.
Setelah beberapa saat. Mas Amran kini memeluk tubuhku dan menciumku. Lalu membawaku ke dalam kamar pribadinya yang berada di ruangan kerjanya yang luas. Disana kami memadu kasih. Saling menyalurkan perasaan cinta yang begitu besar. Dan lagi-lagi tak luput dari sebagian dari ikhtiar kami untuk memiliki buah hati.
“Mas mencintaimu Jannah.” Ucapnya seraya mencium keningku dan mengelus lembut rambutku yang kini sudah terbuka di hadapannya. Rambut yang panjang ini dengan warna coklat hanya ku persembahkan untuk dia yang memilikiku.
“Aku lebih mencintaimu Mas.”
***
Pov Bella
Kini aku tengah menunggu calon ibu mertuaku di sebuah restoran. Kami janjian untuk bertemu disini. Sambil menatap layar ponsel yang menunjukan sebuah rancangan gaun pengantin yang akan aku buat sendiri. Ah rasanya aku tidak sabar ingin segera menikah dengan pria yang begitu aku cintai selama ini. Pria yang begitu sempurna di mataku. Mas Amran adalah pria yang aku impikan selama ini. Sejak beliau masih kuliah di kairo Al-Azhar aku sudah mengidolakannya. Aku mengenalnya lewat ibuku yang selalu menunjukan foto-fotonya yang tampan dan membangga-banggakannya karena sholeh dan juga mapan. Melihatnya dari sebuah foto saja sudah membuat hatiku jatuh cinta padanya. Selama ini aku hanya melihatnya saja di media sosial. Menjadi penggemar gelapnya.
Banyak sekali lelaki yang ingin melamarku. Mereka bahkan dari kalangan yang terpandang. Anak pejabat dan ada juga anak dari seorang pengusaha. Namun entah mengapa hatiku tidak tertarik pada siapapun selain pada pria yang bernama Amran Abdullah. Pria yang soleh, tampan, mapan dan juga lembut pada wanita. Bagaimana aku tidak jatuh cinta padanya. Beliau benar-benar pria impian semua wanita.
Aku tahu Mas Amran telah memiliki istri. Tapi itu bukan penghalang bagiku. Aku begitu mencintainya. Hingga akan ku tempuh jalan yang terjal sekalipun. Apalagi kebetulan aku di jodohkan oleh mama karena berteman baik dengan Ibunya Mas Amran.
Aku adalah wanita pencemburu. Aku tak bisa membagi suamiku dengan wanita lain. Aku tak ingin suamiku mencintai wanita lain selain diriku. Hingga aku menginginkan Mas Amran hanya milikku. Dan sekarang aku sedang berusaha bagaimana caranya untuk memisahkan Mas Amran dengan istrinya yang bernama Aisha itu.
Maafkan Aisha. Aku memang serakah. Cintaku pada Mas Amran yang begitu besar membutakanku. Aku tak menginginkan apapun dan siapapun selain dirinya. Maafkan aku jika kini aku tengah berusaha untuk menyingkirkanmu.
Tak lama kemudian datanglah wanita paruh baya yang suatu saat nanti akan menjadi Ibu mertuaku. Beliau menatapku seraya tersenyum. Lalu duduk berhadapan denganku di kursi yang sudah tersedia disana.
“Mau pesan apa Ibu?” tanyaku dengan raut wajah penuh bahagia.
“Ibu mau minum saja Nak. Kebetulan sebelum kesini ibu makan dulu karena penyakit Maag Ibu kambuh.”
“Oh baiklah Bu.”
Aku memanggil pelayan restoran. Dan memesankan minuman untuk Ibu. Hingga setelah beberapa menit kemudian pesanan kami datang. Dan kini saatnya kami berbicara.
“Aisha tidak menerima tawaran Ibu. Dia sekarang sangat angkuh. Berani melawan Ibu sebagai mertuanya.”
Mendengar hal itu aku kecewa. Cara pertama untuk menyingkirkan Aisha ternyata gagal. Aku menghela nafas. Lalu ku meminum terlebih dahulu jus mojito agar aku bisa sedikit tenang.
“Lalu bagaimana Bu. Apakah ada cara lain agar Aisha bisa berpisah dengan Mas Amran? Sungguh aku tak bisa menjadi istri kedua bu. Aku hanya ingin menjadi istri satu-satunya Mas Amran. Karena aku tahu selama ada Aisha di samping Mas Amran aku tak akan dapat menggapai hatinya. Ku lihat Mas Amran begitu mencintai Aisha bu,” ujarku pada Ibu. Satu-satunya orang yang akan menjadi jembatan untukku memiliki Mas Amran.
“Ibu mengerti Nak. Tidak ada wanita yang ingin berbagi suami. Tenanglah Ibu akan mengusahakan lagi caranya agar Aisha dapat berpisah dengan Amran. Jangankan padamu Nak. Setelah menikah dengan Aisha. Ibu merasa Amran begitu mencintainya dan hal itu selalu membuat Ibu cemburu. Padahal Ibu yang melahirkannya. Membesarkan dia dengan penuh cinta. Ibu lebih menyayanginya dari pada siapapun di dunia ini. Entah apa yang spesial dari Aisha. Hingga Amran begitu mencintainya.”
“Kumohon Ibu. Aku sangat mencintai Mas Amran. Bahkan sejak dulu saat kami belum pernah bertemu.”
“Baik nak. Tentu saja Ibu akan berusaha agar kalian bisa bersama dan segera memberikan hadiah cucu pada Ibu. Teman-teman Ibu bahkan sudah memiliki banyak cucu. Mereka tidak kesepian seperti Ibu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Duri Dalam Pernikahanku
RomanceYang mau beli buku 'Duri dalam Pernikahan' boleh yaa cek di Ig (author_alin atau di alinafrilian). Pastinya ceritanya sangat berbeda yang berada disini. *** Aisha seorang wanita yang harus rela di madu karena belum juga dapat memberikan keturunan s...