"Jika tak ada bukti mungkin Mas akan sangat mempercayaimu. Tapi tahukah kamu Mas tahu sendiri wajah pria yang kamu suruh untuk mencelakai Ibu Mas. Dia mengaku bahwa kamu yang menyuruhnya dengan memberinya imbalan senilai 20 jt. Tak ku sangka ternyata uang bulanan yang ku berikan padamu itu malah di jadikan sebagai perbuatan dosa yang sangat besar," cercanya dengan rahang yang mengeras.
"Apa Mas yakin pria itu tidak berbohong? Bisa saja dia ada yang menyuruh untuk melakukan ini. Aku sedang di jebak Mas. Demi Allah aku tidak melakukan semua ini."
"Aku bukan pria bodoh. Aku tak akan berkata seperti ini jika belum ada bukti yang kuat. Awalnya aku tak ingin mengetahui ini lebih lanjut. Aku takut bahwa memang benar kamu yang melakukannya dan menjadikan aku membencimu. Tapi Allah memeperlihatkan semua kebenarannya. Pria itu bahkan sudah ku ancam untuk aku laporkan ke polisi. Bahkan ku tawari dia dengan imbalan tiga kali lipat dengan yang kamu berikan asal dia mau jujur. Dan tetap dia berkata bahwa kamu adalah pelakunya.
"Astagfrullah Mas. Aku masih punya Iman. Sebenci-bencinya aku pada seseorang. Aku tak akan berbuat seperti ini. Apalagi pada Ibu mu," ucapku membela diri sendiri.
"Ibu tadi masuk ke kamarku. Beliau memijit badanku karena aku tidak enak badan. Tapi setelah itu aku tertidur sangat pulas. Mas tahu sebelumnya kalau aku tak pernah tidur seperti itu. Namun sebelumnya aku meminum jus yang di buatkan khusus dari Ibu untukku. Bukan suudzon Mas. Tapi siapa lagi yang bisa mengambil handphoneku dan mendeteksi wajahku kecuali orang-orang terdekat." Jelasku padanya
"Jadi maksud mu Ibu menjebakmu? Astagfirullah Aisha. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Disisi lain aku marah dengan kejadian ini. Tapi disisi lain juga aku takut dosa karena aku tidak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar."
Baru kali ini Mas Amran memanggilku dengan sebutan nama. Semarah itukah dirimu padaku Mas.
"Bukan seperti itu Mas. Tapi salahkah jika aku membela diri karena semua ini memang bukan salahku? Siapa lagi yang melakukan ini semua jika bukan orang terdekat Mas. Coba Mas pikirkan siapa yang lebih membenci? Bukankah Ibu lebih membenciku Mas bahkan dari pertama kita bertemu?"
Aku tak tahan. Air mataku mengalir deras. Aku di fitnah. Dan rasanya aku sedang di introgasi dengan kesalahan yang tidak pernah aku perbuat. Di salahkan padahal aku tidak melakukan apa-apa.
Ya Allah Mas. Aku tahu Mas Amran sangat menyayangi Ibunya. Aku juga tak bisa menyalahkan beliau karena telah curiga padaku. Karena ku yakin Ibu dan juga Bella sudah merancang semua ini dengan baik. Hingga bisa membuat Mas Amran mempercayainya.
"Aku tidak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar. Hanya Allah yang tahu. Namun hingga detik ini bukti yang ku temukan mengarah padamu sebagai pelakunya," ketus Mas Anran seraya mengusap wajahnya kasar. Terlihat sekali raut wajahnya begitu kusut seperti menyimpan berbagai masalah.
"Mas katakan apa yang harus aku lakukan untuk kamu percaya padaku bahwa bukanlah aku yang melakukannya?"
Kini ku bersujud di hadapannya. Karena jebetulan mobil Alfard ini memanglah luas. Ku tatap matanya yang kini tak berani menatapku. Lalu ku genggam tangannya yang besar. Ku cium pundak tangan itu penuh cinta. Air mataku sampai membasahi kulitnya.
"Demi Allah Mas. Ku katakan padamu bahwa aku berani bersumpah."
Ku menangis tersedu-sedu di hadapannya. Tanganku kini sudah terasa dingin. Hatiku berdetak tak menentu. Aku takut Ya Allah. Takut Mas Amran akan kemakan dengan kata-kata Ibu dan akhirnya meninggalkanku.
"Aku tak tahu. Rasanya akupun tak ingin mengetahui hal ini. Aku tak ingin mencurigaimu. Tapi semua bukti menuju padamu. Bagaimana aku tidak menaruh rasa curiga?"
Mas Amran menggenggam tanganku. Sepertinya amarahnya sudah mulai mereda. Aku tahu beliau adalah orang yang sholeh. Yang selalu masih sadar dan beristigfar ketika sedang di landa marah.
"Kau tahu aku Mas," lirihku lemas seraya menatapnya dengan raut wajah pasrah.
"Bangunlah. Jangan seperti ini. Inshaallah Mas memaafkanmu."
Beliau berkata dengan nada rendah. Ku tahu beliau sangatlah lembut terhadap wanita. Hanya saja mungkin tadi sedang di rundung amarah. Aku juga mengerti karena jika berada di posisi sepertinyapun aku akan melakukan hal yang sama. Karena tidak akan ada anak yang rel jika Ibunya hendak ada yang mencelakai.
"Tapi aku tidak melakukannya Mas." Sergahku kembali.
"Sudahlah. Kita bicarakan ini nanti lagi. Mas ingin mendinginkan dulu kepala Mas," ucapnya seraya memegang kedua lenganku dan mengangkat tubuhku untuk duduk kembali di sampingnya.
Akupun menurut. Mas Amran mengusap air mata di pipiku dengan lembut. Ya Allah bahkan sedang marahpun beliau masih bersikap baik padaku.
"Pulanglah. Istirahatkan dirimu. Tidak apa-apa tidak melihat Ibu juga karena Mas takut akan memperkeruh masalah. Jangan menunggu Mas. Takutnya Mas akan pulang malam atau tidak besok. Menunggu Ibu bisa di katakan pulang oleh dokter."
Aku menggeleng pelan. Aku tak ingin berpisah dengan Mas Amran dalam keadaan seperti ini. Ku yakin di rumah hatiku tidak akan tenang.
"Tidak Mas. Aku ingin bersamamu."
"Kumohon. Kita jernihkan dulu pikiran kita. Terutama Mas," ucapnya. Lalu dia mencium keningku dan setelah itu membuka pintu mobil hendak meninggalkanku.
"Mas pergi dulu. Istirahatlah!" ucapnya kembali.
Aku hanya meratapi kepergiannya. Aku menangis tersedu-sedu. Aku kuat menjalani ujian apapun dan dari siapapun. Tapi jika menyangkut dengan Mas Amran aku tak bisa. Aku mendadak lemah. Hatiku selalu gundah jika dia tak ada. Mataku tak bisa terpejam jika tak ku lihat wajahnya. Jiwa ini hampa jika dia tak di sampingku.
Ya Allah jika begini. Rasanya ingin ku hapus saja rasa cinta yang besar ini pada Mas Amran. Karena aku tersiksa dengan perasaan ini. Lalu ku akan pergi meninggalkan semua orang-orang yang menginginkan aku pergi dari kehidupan Mas Amran. Orang-orang yang menganggapku sebagai benalu lebih tepatnya. Dan tentunya terutama Ibu mertuaku.
Rasanya aku lelah jika terus begini. Ujian ini semakin membuatku tak bisa bernafas. Apalagi perbuatan Ibu kini sudah keterlaluan. Hingga membuat Mas Amran begitu marah padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duri Dalam Pernikahanku
RomanceYang mau beli buku 'Duri dalam Pernikahan' boleh yaa cek di Ig (author_alin atau di alinafrilian). Pastinya ceritanya sangat berbeda yang berada disini. *** Aisha seorang wanita yang harus rela di madu karena belum juga dapat memberikan keturunan s...