BAB 19

131 3 0
                                    

Sejak tadi aku tak henti berpelukan dengan Ummi. Hatiku sangat bahagia mendengar kabar ini. Kehamilan ini sudah aku tunggu sejak delapan tahun lamanya. 

Meski aku menyesali kenapa kehamilan ini baru aku ketahui setelah aku di ceraikan Mas Amran. Namun aku tetap sangat bersyukur. Akan ku jaga amanah ini dengan sepenuh hati. 

"Bagaimana apa kamu akan memberitahunya pada Amran sayang?" tanya Ummi. 

Aku terdiam. Bingung apa yang harus aku lakukan. Mungkin jika masih bersamanya kabar ini akan sangat membahagiakan bagi kami. Tapi sekarang entahlah. Aku takut sakit hati jika Mas Amran malah akan biasa saja dengan kehamilanku ini.

"Entahlah Ummi. Aisha bingung. Aisha akan memikirkannya dahulu. Karena baru saja Aisha di talak oleh Mas Amran."

"Baiklah nak. Ummi mengikuti saja apa yang jadi keputusanmu."

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ummi segera membuka pintu ruangan rawat ini. Namun aku terkejut saat melihat siapa yang datang. Begitupun juga dengan Ummi yang begitu antusias menyambut padhe dan budhe yang tak lain adalah kakaknya  beserta dengan anak angkatnya. 

Mereka berpelukan saling menyalurkan rasa rindu karena lama tak bertemu. Ummi bahkan sampai menitikan air matanya. Begitupun juga denganku. Terakhir kami bertemu dengan mereka mungkin sekitar dua tahun lalu. Karena Padhe dan Budhe sibuk mengurus pesantrenya di solo. Dan sangat jarang bertemu dengan Ummi. Biasanya setiap tahun Pade dan Bude selalu mengunjungi Ummi. Hanya saja dua tahun belakangan ini Covid sedang melonjak naik. Sehingga silaturahmipun terhalangi. 

"Assalamualaikum Nduk." ujar Budhe dan Padhe beserta Mas Abdullah seraya berjalan menghampiriku yang kini masih berbaring di atas ranjang.

"Waalaikumsalam Padhe. Budhe. Mas Abdullah!" Ucapku seraya menyalami Budhe dan Padhe. Kecuali Mas Abdullah karena beliau bukan mukhrimku. Mengingat beliau adalah anak angkat dari budhe dan padhe. Karena sampai saat ini mereka belum di karuniai seorang anak.

"Mashaallah... Akhirnya kita bertemu nak!" ucap budhe seraya memelukku. 

"Iya alhamdulilah Budhe."

"Bagaimana kabarmu sekarang nduk?" tanya Padhe. 

"Alhamdulilah sekarang mendingan Padhe."

"Syukurlah Nduk." Padhe tersenyum menatapku.

"Kenapa Budhe dan Padhe gak ngabarin dulu mau kemari?" tanyaku. 

"Abdullah sudah menghubungimu dari tadi pagi. Budhe juga menghubungi Ummi. Tapi tidak di angkat. Untungnya ada tetangga yang memberitahu kami bahwa kalian berada di rumah sakit," ucap Budhe.

"Astagfirullah. Maaf ya Mbak. Aku sibuk jadi gak megang handphone dari kemarin," ujar Ummi seraya merangkul sang kakak tercinta. 

"Gapapa De. Kami ke Bandung juga sekalian liburan. Abdullah ingin mengajak Umma dan Abahnya liburan katanya."

Semuanya pun tersenyum. Termasuk Mas Abdullah. Keluarga ini memang sangat harmonis dari dulu. Meski Mas Abdullah adalah anak angkat. Tapi kasih sayang Padhe dan Budhe sangatlah besar. Apalagi tadinya Mas Abdullah adalah anak dari sahabat dekat Padhe yang meninggal karena kecelakaan.

"Akhirnya kita bertemu lagi ya Aisha!" ujar Mas Abdullah dengan senyumannya. 

Aku sudah menganggapnya sebagai kakak. Karena beliau lebih tua dariku tiga tahun. Dulu saat kami masih sekolah kami sangat akrab sekali karena suka bermain jika bertemu. Apalagi ketika lebaran. Namun saat kuliah Mas Abdullah pergi ke turki untuk menyelesaikan pendidikannya disana mengambil jurusan kedokteran. Dan sekarang beliau bekerja di salah satu rumah sakit besar disana. 

Duri Dalam PernikahankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang