BAB 5

153 4 0
                                    

Suara adzan subuh membangunkanku dari tidur lelapku. Di lihatnya kini jam yang berada di atas nakas masih menunjukan pukul 04.30. Ku tatap wajah Mas Amran yang kini masih tertidur lelap seraya memeluk tubuhku. Aku tersenyum melihat wajahnya yang sungguh tampan. Membuat hatiku selalu berbunga-bunga jika menatapnya. 

Tak ingin membangunkannya terlebih dahulu. Aku takut Mas Amran kelelahan. Karena biasanya Mas Amran tidak pernah absen shalat subuh di masjid. Dia selalu bangun sebelum adzan subuh. 

Aku beranjak dari tempat tidur dengan begitu pelan. Tak lupa aku cium puncak kepalanya sebagai tanda cinta dan rasa bersyukur memiliki suami sepertinya. Lalu setelah itu aku hendak membersihkan diri ke kamar mandi dan mengerjakan shalat subuh. 

Setelah itu seperti biasa aku menuju dapur. Dimana setiap pagi aku selalu bergelut disana. Hendak memasak untuk sarapan Mas Amran dan juga untuk bekalnya ke kantor. 

"Masakanmu sangat enak Jannah. Bahkan lebih enak dari makanan yang ada di restoran termewah."

Kata-kata itu selalu beliau katakan padaku setiap menyantap makanan yang ku buatkan untuknya. Seraya mencium keningku sebagai tanda terimakasih darinya untukku. Ah sungguh membayangkan hal indah seperti itu membuatku semakin mencintainya. 

"Mbok tolong siapkan bahan-bahannya yaa. Hari ini saya mau masak Nasi goreng udang kesukaan Bapak," titahku pada Mbok Inah yang selalu siap untuk membantuku memasak. 

"Baik bu."

Aku pun mulai mengiris bawang serta bahan-bahan lainnya. Tubuhku memang masih lemas. Namun jika menyangkut tentang Mas Amran. Aku selalu mendadak semangat. Tak pernah sekalipun aku melewatkan memasak pagi untuknya. Mas Amran selalu membawa bekal dari rumah dari pada harus membeli makanan di luar. 

Namun tak lama kemudian datang ibu mertuaku ke dapur. Aku terkejut mengingat beliau sangat jarang sekali menginjakan diri di dapur.

"Eh ibu. Ada apa bu?" tanyaku seraya tersenyum.

"Tidak ada apa-apa. Ibu hanya ingin membantumu memasak," ujarnya.

"Ah tidak usah ibu. Biarkan Aisha saja yang memasak. Ibu istirahat saja. Nanti Aisha panggilkan jika makanannya sudah siap."

"Biarkan saja. Ibu bosan jika terus di kamar."

Akupun mengangguk menuruti apa keinginannya. 

"Mbok beres-beres rumah saja. Biarkan saya saja yang membantu Aisha," ujar ibu mertuaku pada Mbok Inah.

"Oh baik nyonya."

Kini di dapur ini hanya ada aku dan Ibu. Sejenak suasana sangatlah hening. Aku bingung harus berbicara seperti apa mengingat kami jarang sekali mengobrol dan hubungan kamipun saat ini bisa di bilang sedang tidak baik-baik saja. 

"Mau masak apa hari ini Sha?" tanya ibu mertuaku seraya duduk di bangku merah. Menontonku yang kini tengah berdiri mengiris bawang di sebelahnya.

"Nasi goreng udang ibu. Ini salah satu makanan kesukaan Mas Amran juga," ucapku seraya tak lupa untuk tetap tersenyum lebar. 

"Aisha ada yang ingin ibu bicarakan padamu."

Sudah ku duga pasti ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan padaku. Mengingat tak pernah satu kalipun dia membantuku memasak. Entah apa lagi yang ingin beliau katakan padaku. Namun yang pasti aku tahu ini bukan sesuatu yang baik.

"Silahkan ibu."

"Ibu sangat berterimakasih padamu karena telah menemani Amran selama delapan tahun ini. Kamu memang istri yang baik baginya," ucapnya seraya menatapku. Aku hentikan terlebih dahulu pekerjaanku. Lalu duduk di kursi di sampingnya. Kami saling menatap. Aku siapkan hati ini untuk menerima apapun yang ibu bicarakan padaku.

Duri Dalam PernikahankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang