BAB 8

120 3 2
                                    

Cinta bagaikan siang dan malam. Terkadang menerangi namun tak jarang juga membuat gelap hidup ini. Terkadang memberi kebahagiaan. Namun terkadang juga memberikan kecemasan dan rasa sakit. Andai saja perasaan cinta di hati ini dapat di atur sesukanya. Maka aku memilih untuk tidak terlalu mencintainya. Karena rasa cinta yang terlalu besar membuatku selalu di hantui rasa takut kehilangan. 

“Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai.” [HR. At-Tirmidzi] 

Teringat ketika aku berada di pondok, ustadzahku mengutarakan hadits ini. Hingga kata-katanya tengiang-ngiang hingga saat ini. Aku tahu ilmunya. Aku tahu bahwa tidak boleh mencintai seseorang secara berlebihan. Namun disisi lain aku tak dapat mengontrol hatiku. Cintaku pada Mas Amran begitu besar bahkan melebihi luasnya samudera. Mas Amran bagaikan sayap untukku. Aku patah dan tak akan bisa terbang jika dia pergi meninggalkanku. Duh gustiii maafkan hambamu ini. 

Sejak dulu aku tak pernah mengenal pria lain selain Mas Amran. Dia adalah satu-satunya pria yang pertama dan terakhir untukku. 

Dulu ketika aku kuliah di UIN dan sekaligus mondok disana. Hari-hariku habis dengan belajar. Saat itu yang aku pikirkan hanyalah Umi. Aku tak ingin mengecewakan wanita yang telah berjuang membiayaiku untuk bersekolah. Keluh keringatnya dalam bekerja harus ku bayar dengan prestasiku. 

Saat itu ada beberapa pria yang datang melamarku. Bahkan salah satunya adalah dosenku yang langsung datang ke rumah dan melamarku pada Ibu. Namun semuanya aku tolak karena ketika itu Mas Amran sudah mengikatku. Beliau sudah lebih dulu meminta izin untuk memilikiku pada Ibu. Dan tentu saja aku menyetujuinya. Namun ketika itu Mas Amran sibuk menyelesaikan kuliah S2 nya jurusan bisnis setelah lulus dari kairo Al-Azhar begitupun dengan aku. 

Saat itu aku masih ingat betul pertemuan pertamaku dengan pria yang kini menjadi suamiku. Ketika itu kami di undang di salah satu sekolah untuk mengisi seminar. Aku yang aktif di Universitas alhamdulilah selalu di undang dalam beberapa kegiatan dan salah satunya mengisi seminar motivasi untuk para siwa dan siswi. Dengan seperti ini aku bisa mendapatkan uang lebih hingga tidak terlalu bergantung pada Umi. 

Acara kali ini di laksanakan di gedung milik sekolah. Ketika itu aku duduk di kursi yang sudah di siapkan karena acara akan segera di mulai. Para siswa dan siswipun sudah bersiap untuk mendengarkan sajian materi. Namun tak lama kemudian datanglah sosok pria bertubuh tinggi yang sangat tampan dengan kulit yang putih dan hidung yang mancung. Memakai kemeja berwarna mocca dengan  bagian tangannya yang di gulung sampai lengan. Wajahnya begitu tampan dan bersinar. Bagaikan pangeran arab yang nyata kulihat kesempurnaannya. 

Dia menatapku lalu tersenyum. Aku tersipu  malu. Ku balas senyumannya dengan tipis lalu ku tundukan wajahku. Entah kenapa hatiku tiba-tiba saja bergetar. Ada perasaan yang kini bergejolak di dada. Tak ku sangka lagi dia kini  duduk di sampingku dan tentunya dengan jarak yang memisahkan kita. Jantungku semakin berpacu lebih kencang. Namun ku mencoba untuk tetap terlihat tenang. Aku berpura-pura membuka buku materi yang ku bawa agar tak terlihat salah tingkah di matanya. 

Allahu akbar. Baru kali ini aku menatap pria sampai bergejolak hati ini. Inikah yang di namakan jatuh cinta? 

"Perkenalkan saya Amran. Kalau boleh tahu nama Ade siapa?" sapanya tapa ku duga. Ku palingkan wajahku untuk menatapnya. Dan kini sepasang bola mata indah itupun menatapku juga. Sesaat kami saling berpandangan. Namun tak lama ku tundukan wajahku kembali. 

“Nama saya Aisha Ka.” 

“Aisha Rumania. Nama yang indah.” 

Aku terhenyak bagaimana bisa beliau mengetahui nama asliku padahal kami baru saja bertemu. “Kaka tahu siapa nama asliku?” 

“Hanya menebak saja.” ucapnya bercanda. Aku kembali tersenyum. Begitupun Mas Amran. 

"Salam kenal dari Kaka. Oh iya apa Ade pertama kali mengisi seminar di sekolah ini?" tanyanya setelah keheningan menyapa. 

"Iya Ka. Saya pertama kali mengisi seminar disini." 

"Oh iya salam kenal dari Kakak De. Semoga dalam menyampaikan materinya lancar," ujarnya. 

"Salam kenal juga Ka. Amiin Ya Allah." 

Setelah beberapa saat acarapun di mulai. Pertama kali yang menyampaikan Materi adalah Mas Amran. Beliau begitu terlihat berwibawa. Cara bicaranya begitu terlihat sekali bahwa beliau adalah seseorang yang sangat berilmu. Tutur katanya begitu sopan dan menyenangkan. 

Ku lihat semua para siswi begitu menatap kagum padanya. Bagaimana tidak tertarik padanya. Beliau begitu sempurna. 

Duri Dalam PernikahankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang