BAB 16

109 2 0
                                    

Mas Amran tak menjawab sama sekali. Kemarahannya sepertinya sudah memuncak.

Kini kami sudah berada di kamar kami. Sedangkan Ibu ada Mbok Inah yang merawatnya. 

"Mas kumohon jawab!" Ku ucapkan lagi permohonanan maaf padanya.

Mas Amran menghela nafas. "Sepertinya sekarang kita sudah saling menyakiti. Bukan menyalahkanmu. Tentu saja aku berkata semua ini untuk diriku sendiri. Selama ini aku berusaha untuk menjadi Imam yang baik untukmu. Tapi maaf jika aku masih banyak kurangnya. Maaf jika aku kini adalah suami dzalim seperti katamu. Sekarang aku bebaskan dirimu. Aku ingin kamu bahagia. Carilah kebahagiaanmu sendiri. Saat ini aku mungkin ingin mengurus Ibu. Beliau adalah satu-satunya lagi orang tuaku. Aku tak ingin beliau pergi sebelum aku taat dan memenuhi keinginannya. Maaf jika kamu merasa aku mencampakanmu. Tapi sekarang sepertinya kita sudahi saja sampai disini. Apalagi Ibu menginginkan cucu. Hingga menyuruhku untuk menikah lagi. Itu pasti akan membuatmu sangat sakit hati. Maafkan Ibuku. Tolong maafkan dirinya dan maklumilah."

Deg

Bagai di hantam besi yang berat. Tubuhku rasanya tiba-tiba kehilangan tenaga. Betapa terkejutnya aku mendengar kata-kata itu. Kata-kata yang paling aku takuti selama ini. 

Rasanya tubuhku ingin luruh seketika. Ku tatap Mas Amran dengan raut wajah tak percaya. 

"Apa maksud Mas? Apa Mas ingin menceraikanku?" tanyaku dengan linangan air mata yang bisa kalian tebak bagaimana derasnya. Rasa cintaku pada Mas Amran begitu besar. Dan kini aku terasa di jatuhkan tiba-tiba setelah jauh di ajak terbang melayang.

"Maafkan Mas. Mas harap ini adalah keputusan yang terbaik untuk kita berdua. Jika terus bersama dengan Mas mungkin kamu akan merasa tersakiti. Dan Mas tidak mau itu. Semoga kamu bahagia lepas dari jeratan Mas. Mas doakan yang terbaik untukmu. Besok Mas akan mengantarmu pulang ke rumah Umi seperti dulu Mas menjemputmu disana!"

"Mas jangan berkata seperti itu. Kumohon Mas. Aku sangat mencintaimu. Maafkan jika aku banyak salah. Terutama menyakiti hati Ibu Mas. Tolong maafkan aku. Tapi jangan ceraikan aku Mas. Kumohon. Aku berjanji akan menjadi istri yang lebih baik lagi. Juga menjadi menantu yang lebih baik lagi Mas. Asalkan kita tetap bersama," ucapku seraya bersujud di hadapannya. Tanganku kini menyentuh kakinya. Ku menangis tersedu-sedu di pahanya. 

Ku yakin orang bilang akan mengatakan aku bodoh karena ini. Tapi rasa cintaku yang besar padanya membuatku kehilangan logika. Akan ku lakukan apa saja asal bisa tetap bersamanya.

"Apa yang kamu lakukan Aisha? Bangunlah jangan seperti ini!"

Sekarang bahkan Mas Amran sudah fasih memanggilku dengan panggilan Aisha. Setelah selama delapan tahun ini aku belum pernah di panggil dengan panggilan nama asliku.

Mas Amran mengangkat tubuhku. Namun aku menolak sebelum dia menarik kembali kata cerai itu. 

"Kumohon Aisha bangunlah," ucapnya kembali. Dan kini ku menurut atas perintahnya dan kembali duduk di sebelahnya.

"Mas aku mohon jangan ambil keputusan di saat  sedang marah. Pikirkanlah kembali semua ini Mas. Perceraian bukanlah hal yang main-main."

"Maafkan Mas. Saat ini Mas sudah sedang tidak marah. Mas sudah memikirkan ini semua dengan matang. Apalagi Ibu mengatakan hal lainnya tentang dirimu pada Ibu Mas.  Bukan Mas percaya pada Ibu. Tapi setelah Mas fikir kalian berdua memang tidak bisa di satukan. Mas tidak mau mendzalimi salah seorang dari kalian. Maka dari itu Mas putuskan untuk kita berpisah saja. Mungkin kita belum jodoh. Mas sama sekali tidak membencimu. Mas maafkan semua kesalahanmu. Begitupun kamu tolong maafkan kesalahan Mas. Kita sudahi saja sampai disini rumah tangga ini. Semoga ini yang terbaik."

Duri Dalam PernikahankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang