Matahari terbit dari ufuk timur, memberikan semburat merah jingga di dinding rumah lewat celak-celak jendela. Senin pagi ini begitu cerah, tak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu dilanda mendung. Sepertinya musim hujan sudah berakhir, setelah bencana banjir besar-besaran kemarin menjadi penutup musim hujan tahun ini.
Nayanka Adipatma, pemuda semester 4 jurusan psikologi. Hidup yang biasa-biasa saja membuat pemuda itu berkelana kesana kemari untuk mencari apa itu arti makna kehidupan. Memegang teguh prinsip yang ia buat semata-mata untuk menutupi status jomblonya.
"Gak mau pacaran kalau belum ketemu jodoh."
Aneh, sebagian orang menganggap Nayanka ini aneh, termasuk teman-temannya.
"Kalau nggak pacaran, gimana caranya mau tau kalau dia itu jodoh elu?"
Bahkan, temannya sampai berucap seperti itu kepada Nayanka, tanpa disangka jawaban Nayanka begitu mencengangkan.
"Kalau dia emang jodoh gue, gue bakal langsung datengin rumahnya sambil bawa seserahan. Gak perlu lamaran, di hari itu juga gue langsung bawa penghulu."
Ucapan Nayanka memang bagus, tidak ada salahnya. Akan tetapi, bagaimana dia mengetahuinya tempat yang akan dia singgahi itu nyaman atau tidak? Oh, Nayanka, andaikan pria itu tahu, bahwa memilih seseorang untuk dijadikan teman hidup semati itu tidaklah mudah.
Nayanka hanya tinggal berdua dengan sepupu nya Hardanu dirumah, Umi dan Abinya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Umi mengidap penyakit usus buntu, sementara Abi mengalami penyakit jantung, menyisakan Nayanka dan kakaknya Argani.
Argani sudah lulus kuliah, tepat setelah Abi meninggal. Argani lulusan S1 bahasa Inggris, dan kini bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Gajih nya pun tak main-main, bisa tembus 30jt perbulan. Argani sangat fasih berbahasa inggris, tak heran jika dia diterima di perusahaan besar.
Nayanka mengerami jurusan psikologi, sementara Hardanu jurusan Seni Musik. Keduanya begitu akrab sedari mereka kecil. Ibu Hardanu adalah adik dari Umi nya, dua wanita hebat itu saudara kembar. Kini orangtua Hardanu berdiam diri di kawasan Bandung bersama sang suami.
Nayanka memiliki 2 orang teman yang selalu mendampinginya dikala dia membutuhkan, ada Jeano dan Hendery. Jeano dari Program Studi Jurusan Kedokteran Hewan, dan Hendery Jurusan Seni Musik, sama seperti Hardanu.
Nayanka pikir setelah kepergian Umi dan Abi, dia akan kehilangan arah, semua jalan yang dia lewati adalah jalan buntu. Tapi dikemudian hari, dia menemukan Hardanu dan teman-temannnya, hadirnya mereka membuat Nayanka bangkit kembali dari keterpurukan.
Senin hari dirumah Nayanka, pemuda itu masih setia rebahan di tempat tidur favoritnya. Hari ini Nayanka ada kelas siang pukul 10 nanti, jarak kampus yang tidak begitu jauh membuat Nayanka ingin berleha-leha sejenak.
Saat Nayanka sedang asik dengan dunianya, tiba-tiba suara Hardanu menghancurkan semuanya.
"Yan, pinjem motornya boleh gak?" rayu Hardanu, dia bergelendotan di depan pintu kamar Nayanka.
Sudah Nayanka duga, pasti ada maunya.
"Gue gak denger."
"Pinjem motor."
"Gak denger."
"Pinjem motor!"
"Hah?"
"PINJEM MOTORR!!" Hardanu emosi, bagaimana bisa Nayanka tidak mendengar perkataannya dari jarak sedekat ini.
"Wah, parah lo, mau minjem tuh sopanan dikit kek! Kalem, jangan ngegas."
Hardanu menghela, jika boleh dia ingin meninju wajah Nayanka yang super duper menyebalkan itu. Tapi apa dayanya, ini keadaan urgent, dia tidak punya banyak waktu untuk berdebat dengan Nayanka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana ✓
Teen FictionTentang pertemuan yang tidak pernah diduga. Kalian tahu, kan? Pertemuan atau pun perpisahan adalah suatu hal yang mutlak, tidak bisa kita atur kapan itu terjadi dan kapan itu berakhir. Sama perihal nya dengan bertemunya dua orang yang saling jatuh c...