Lara.

23 4 2
                                    

Liburan kemarin sudah berlalu, kini aktifitas pemuda-pemudi sudah kembali seperti biasanya, berangkat pagi lalu pulang sore untuk menempuh pendidikan dan mencari pengalaman, semua itu mereka lakukan bukan lain untuk persiapan menghadapi dunia yang penuh tanggung jawab, tekanan, bahkan tidak lagi segan akam yang namanya kekerasan.

Dunia itu kejam. Manusia lebih menyeramkan daripada hantu, manusia memiliki banyak sisi, tentang sisi baik buruk nya pikiran dan perasaan mereka.

Banyak mimpi-mimpi yang mereka pendam karena keterbatasan biaya ekonomi, berusaha berjuang untuk kuat menghadapi pahit nya nasib yang menimpa, mimpi yang harus rela mereka kubur dalam-dalam demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Nayanka tidak tahu, apa fungsi bercerita mengeluarkan keluh kesah hidup kepada seseorang yang katanya sudah diklaim mampu mendengarkan dengan baik dan dapat memberikan rasa simpati atau pendapat, Nayanka rasa tidak ada orang yang benar-benar bisa seperti itu. Kebanyakan dari mereka ketika mendapati temannya yang sedang ada masalah, yang katanya bermaksud untuk mengeluarkan keluh kesah malah menjadi bahan adu mengadu.

Macam perlombaan, tapi tidak tahu siapa yang akan menjadi pemenang, atau bahkan tidak akan ada pemenang?

Bercerita itu penting, memang. Namun banyak dari mereka selalu membandingkan nasib, alih-alih mendapatkan dukungan tapi ternyata tidak sesuai dengan apa yang di harapkan.

Semenjak menyadari hal tersebut, Nayanka memutuskan untuk tidak bercerita, apalagi tentang nasib.

Kata Adu Nasib adalah kata seolah-olah seseorang berusaha membandingkan siapa dari antara mereka yang memiliki nasib yang paling malang.
Lucu, niat nya cerita tentang Strugle yang di alami, malah jadi sakit hati karena merasa paling direndahkan nasib nya. Alih-alih mendapatkan dukungan, yang ada justru down karena seketika seolah-olah menjadi seseorang yang tidak tahu rasa bersyukur.

Hal tersebut lah yang mendorong Nayanka untuk memasuki Progam Studi Psikologi. Meskipun jarang ada orang yang mendengarkan Nayanka, pria itu selalu berharap suatu saat dirinya bisa menjadi seorang pendengar dan penasehat yang baik.

Meskipun tidak di dengar, Nayanka masih mau mendengarkan kok.

Meskipun ada beberapa hal tentang Adu Nasib itu tidak selalu tertuju ke hal negatif. Dengan pola pikir "Ternyata ada yang nasib nya lebih buruk dari gue." Bisa saja seseorang tersebut berpikir untuk lebih bersyukur, namun sayangnya tidak semua orang bisa memiliki perspektif seperti itu.

Namun tetap saja, bagi Nayanka mengadu nasib adalah salah satu perilaku yang tidak sopan dan bisa menjatuhkan moral. Nasib adalah salah satu hal yang tidak boleh asal di ucapkan secara sembarangan, mengadu nasib adalah salah satu merendahkan hal yang sudah di berikan Tuhan kepada mahluk nya.

Hari semakin sore, kini langit sudah tidak lagi berwarna jingga melainkan sudah berwarna merah tua bergradasi warna langit yang menghitam menandakan malam akan sepenuhnya tiba. Nayanka baru sampai di pelataran rumahnya, setelah memarkirkan motor Nayanka pun melepas sepatu dan kembali menyusun nya di rak lalu segera masuk kedalam rumah untuk istirahat.

Biasanya Umi selalu menyambut Nayanka dan menawarinya dengan sejumlah menu masakan yang Umi masak. Abi juga selalu menyambutnya dengan banyak berbagai pertanyaan,

"Gimana Yan, sekolah nya?"

"Mas Ayan, tadi belajar apa aja?"

"Yan, habis makan dan mandi ikut Abi ke masjid ya? Ajak Mas mu Argani juga, biar kerjaan nya enggak molor terus!"

"Jagoane Abi iki! Kalau Mas Ayan rangking satu nanti Abi belikan PS."

Nayanka dengan tatapan sendunya menoleh ke arah sebuah televisi dan PS yang pernah Abi belikan saat Nayanka kelas 2 SMA, saat itu pertama kalinya Nayanka mendapatkan peringkat satu di kelasnya.

Renjana ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang