Hawa dingin menyentuh kulit Hardanu, kala pria itu terduduk di depan teras rumah pada pukul 11 malam. Dengan di temani asap rokok yang mengepul, dan secangkir kopi susu yang selalu menjadi teman sejatinya di kala Hardanu berada di labirin keresahan.
Hardanu ini adalah sosok yang tidak bisa di tebak dengan pasti kepribadiannya. Ada Hardanu yang random nya mengalahkan Mr. Bean, Hardanu yang playboy, dan Hardanu yang pendiam.
Kali ini, kalian akan berhadapan dengan Hardanu yang pendiam. Semua manusia itu memiliki sisinya masing-masing, tergantung dimana mereka di tempatkan pada situasi semacam apa. Hardanu bisa saja menjadi receh saat bersama teman-temannya, tapi ada kalanya Hardanu diam di kamar, sendirian, hening, di kamar itu hanya ada pikiran Hardanu yang berkeliaran kemana-mana.
Seorang penghibur juga butuh di hibur.
Jujur dari lubuk hati Hardanu, ia tidak suka jika harus di juluki sebagai Playboy kelas kakap. Hardanu sebetulnya tidak suka. Memang Hardanu mengaku bahwa dirinya adalah seorang pria yang selalu berkelana kesana-kemari untuk mencari tambatan hati, tapi ada alasan di balik semua itu.
Hardanu butuh kasih sayang, sebab orang tuanya tidak memberikan itu semua. Sedari kecil, Hardanu tumbuh dengan tuntutan, Hardanu tidak di perbolehkan manja sejak dini. Maka dari itu, Hardanu pikir mungkin menjalin hubungan dengan seorang wanita, rasa kekurangan akan kasih sayang itu akan terpenuhi, tapi ternyata tidak. Hardanu malah terluka, berkali-kali.
Tapi kini Hardanu berusaha cuek, biarlah orang-orang menilai nya dengan kata apapun, selagi Hardanu masih menganggapnya sebuah lelucon, Hardanu baik-baik saja.
Hardanu hanyalah pemuda yang haus akan kasih sayang.
Persetan dengan semua unek-unek yang ada di otaknya. Sejam yang lalu orang tua Hardanu menelfon, mereka mengetahui kejadian yang dialaminya bersama Hendery 2 hari yang lalu. Hardanu bertanya-tanya, dari mana mereka tahu? Apakah Hardanu sedang di pantau?
Nyatanya ada salah satu warga yang ternyata adalah teman Sang Ayah. Hardanu tidak tahu, bagaimana rupa orang tersebut, tapi yang pasti seseorang tersebut mengadu kepada Ayahnya mengenai kejadian 2 hari yang lalu.
Di tengah lamunan Hardanu, tiba-tiba saja ia merasakan derap langkah kaki, ada seseorang yang mendekatinya. Hardanu menoleh, dan mendapati Argani dengan kacamata beningnya, ia berdiri menatap Hardanu dan berujar.
"Kok belum tidur? Besok kan harus ngampus."
"Iya, Mas, sebentar lagi juga tidur kok."
Argani hanya diam, ia terkekeh lalu beranjak mendekati Hardanu dan duduk di samping pemuda itu.
"Kenapa? Ada masalah? Mas lihat akhir-akhir ini kamu suka merenung malem-malem, ga baik loh, nanti kamu sakit kalau kurang tidur." Ujar Argani, ia menatap Hardanu, sementara Hardanu menatap deretan tanaman hias yang terlihat segar walaupun saat malam hari.
"Nggak apa-apa, Mas, akhir-akhir ini emang suka begadang aja." Hardanu mengelak.
"Beneran? Bunda Kia nggak marah kan so'al kemarin?" Tanya Argani sekali lagi untuk memastikan.
"Bunda udah jelas marah lah, Mas kan tahu sendiri Bunda seperti apa orangnya." Hardanu menunduk.
Argani terkekeh, kasihan sekali Hardanu.
"Begini, marah itu pasti wajar, Hardanu, tapi satu hal yang harus kamu tahu, marahnya Bunda itu bukan sebetulnya kemarahan. Marahnya Bunda itu adalah sebuah nasihat buat kamu."
"Nasihat?" Hardanu mengerutkan keningnya.
"Iya, anggap saja marahnya Bunda itu sebagai evaluasi kehidupan kamu. Kamu tahu kan? Di setiap organisasi, setelah mereka mengadakan rapat evaluasi hasil dari kinerja mereka, kira-kira langkah apa yang pertama kali mereka ambil setelah evaluasi tersebut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana ✓
Fiksi RemajaTentang pertemuan yang tidak pernah diduga. Kalian tahu, kan? Pertemuan atau pun perpisahan adalah suatu hal yang mutlak, tidak bisa kita atur kapan itu terjadi dan kapan itu berakhir. Sama perihal nya dengan bertemunya dua orang yang saling jatuh c...