XII

1.2K 212 9
                                    

happy reading!

***

Sesuai janji Chiko pada ibunya, ia membawa Shani ke rumah. Soraya sangat bersemangat menyambut kedatangan Shani. la terlalu menggebu-gebu, mengajak Shani mengobrol panjang lebar serta mengajak Shani membuat kue. Mereka memang memiliki hobi yang sama, terperangkap dalam keakraban yang tidak bisa diganggu orang lain.

Chiko hanya menggerutu, niat hati ingin melakukan pendekatan yang lebih intens. Tapi ibunya malah mendominasi Shani, tidak memberikan ia celah untuk bergabung dengan pembicaraan sesama wanita yang sama sekali tak ia mengerti.

Shani bercerita banyak soal pengalaman pertama memasuki dunia kampus. Kecubung matanya berbinar-binar. Soraya hanya mendengarkannya dengan saksama dan sepenuh hati.

"Mami tau ga? Tadi Achi minta maaf sama aku. Dia bilang mau memperbaiki hubungan kita." Ucap Shani malu-malu.

Soraya meletakkan adonan yang ia uleni sejak tadi. Atensinya terserap penuh pada arah pembicaraan gadis cantik dihadapannya itu.

"Serius Archie bilang gitu?" Suara Soraya meninggi, tertarik mendengarkan cerita selanjutnya dari Shani.

"Iya Mi, Shani juga nggak nyangka. Bahkan Achi ngomongnya sambil, em itu, dia sambil meluk aku." Shani jadi salah tingkah sendiri, ia memainkan kedua telunjuknya dengan tersipu malu.

Soraya menutup mulutnya yang refleks menganga karena kejutan yang tak pernah ia sangka. "Serius? Terus, terus." Heboh Soraya, tak sabar mendengar kelanjutan cerita Shani.

"Achi ngajak makan bareng. Dia bilang mau makan bareng setiap hari." Wajah Shani semakin memerah. Soraya berseru senang, dia mengguncang bahu Shani.

"Akhirnya anak bodoh itu udah mulai sadar." Shani mengulum senyuman malu-malu mendengar perkataan Soraya.

Chiko yang kebetulan ingin mengambil air minum, telinganya tidak sengaja menangkap pembicaraan mereka yang terdengar seru. Sudut bibir Chiko tertarik tanpa sadar memahat senyuman.

Dia keliatan seneng banget, padahal itu cuma hal kecil. Itu belum seberapa dengan apa yang bakal gue kasih ke dia selanjutnya. Gumamnya membatin. Hatinya menghangat melihat ekspresi Shani dan Soraya. Chiko meneguk gelas air minumnya hingga tandas.

***

Chiko mengantarkan Shani pulang ke mansionnya. Mansion Ankara merupakan mansion tradisional yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi. Keluarga Ankara memang dikenal sebagai old money family, mereka sudah kaya turun temurun selama beberapa dekade. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta tradisi bangsawan. Berbeda dengan Zinko yang menjalankan kehidupan modern.

Perbedaan tersebut tak menjadi penghalang bagi kedekatan keluarga mereka sejak dulu. Ankara adalah investor ahli. Mereka memiliki banyak properti, bahkan bisnis restoran, hotel, serta villa yang Zinko miliki ada yang berdiri di atas tanah Ankara. Tak hanya itu, Ankara juga senang menanam saham di beberapa perusahaan.

.

Shani terus menunduk selama berada
di dalam mobil. Entah apa yang membuatnya tetiba diam. Sesampainya di mansion Ankara, Chiko menghentikan mobilnya.

"A-aku masuk ya Achi." Ucap Shani. Ia langsung bergegas turun dan lari tergesa-gesa ke dalam rumah tanpa menawarkan Chiko untuk sekedar mampir.

Shani terlalu sibuk dengan debaran kencang di dadanya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Ingatannya berkelana pada kejadian beberapa saat lalu ketika dirinya dan Chiko berada dalam mobil yang sedang melaju menuju mansion Ankara.

.
Flashback on.

Shani terus berceloteh menceritakan keseruannya selama di kampus. Bibirnya sibuk memberitahukan jika ia memiliki teman baru yang sangat menyenangkan.

Chiko hanya mendengarkannya dengan senang hati, matanya juga sesekali melirik ke arah Shani yang terlihat seru dalam bercerita. Tak lama tiba-tiba saja Chiko memiringkan badan dan mencondongkan diri ke arah Shani. Tanpa ragu Chiko menjilat sudut bibir Shani dengan lidahnya. Seketika Shani terbelalak, ia terpaku. Nafasnya juga seketika berhenti.

"Achiii!!!" Teriak Shani tertahan.

Chiko tersenyum miring, "Ada cheese cream di bibir kamu. Karena aku ngerasa terganggu, jadi aku bersihin. Kenapa kamu makan kuenya belepotan sih, kayak anak kecil aja."

"Ya tapi harus banget kamu bersihinnya pake lidah?!" Shani melototi Chiko yang justru malah memasang cengiran tak bersalah.

"Kamu nggak liat tangan aku lagi sibuk nyetir?" Chiko mencibir perkataan Shani tak mau kalah.

"Ka-kamu kan bisa kasih tau aku kalo ada cheese cream di bibir aku." Gugupnya. Semburat di pipi Shani mulai menyebar, hingga telinga dan wajahnya memerah.

"Gimana mau bilang kalo kamu aja dari tadi ngomong terus nggak ada habisnya, kayak nggak bisa diganggu sedikit pun." Shani memalingkan wajahnya, memilih untuk memandangi jalanan di luar jendela. Sungguh ia merasa malu setengah mati.

Chiko hanya menahan senyumannya. Sebenarnya ia bohong soal cheese cream, ia juga bukan terganggu karena itu. la hanya terganggu dengan bibir Shani yang terbuka bagai mawar merah yang baru merekah. la tak bisa menahan diri saat melihat bibir Shani yang terus mengoceh dengan menggemaskan. Kadang bibirnya mengerucut seolah minta dikecup. Dari pada Chiko kehilangan konsentrasi saat mengemudi, lebih baik ia menuntaskan rasa penasarannya.

Flashback off.
.

Shani terus teringat kejadian itu, tubuhnya bergerak gelisah di atas ranjang. la menutupi wajahnya dengan bantal. Rasanya ia bisa mendengar jantungnya yang sedari tadi ribut. la berguling-guling menahan malu sekaligus perasaan bahagia yang membuncah.

***
tbc

.
120423

nerbener emg nih duda lapuk🤦

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang