XXIII - EP

2K 194 8
                                    

happy reading!

***

Delapan tahun telah terlewati dengan penuh duka cita. Kini rumah tangga Chiko dan Shani sudah menginjak tahun ke-16. Rumah tangga mereka selalu diselimuti kebahagiaan tiada tara, bahkan pertengkaran diantara mereka hanya sebatas hal-hal sepele. Seperti Shani mengomel karena Chiko yang sering lembur tapi selalu telat makan, mengakibatkan Chiko kelelahan dan jatuh sakit. Atau Shani yang tetap kokoh pada pendiriannya tak mau mempekerjakan ART, dengan alasan mau menyiapkan kebutuhan suami dan anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Itu mengakibatkan Shani sering kelelahan, membuat Chiko kesal dan sering merajuk. Selain itu mereka tak pernah bertengkar.

"Achi, bangun." Shani mengelus pipi sang suami yang masih terlelap di sampingnya.

"Mmh." Chiko menggeliat. Bukannya bangun, ia malah memeluk pinggang Shani dan kembali tidur.

"Achi, bangun!! Aku mau bangunin anak-anak, kamu mandi sana nanti telat ke kantornya." Alasan Shani, karena Chiko sulit dibangunkan jika sudah memeluknya. Terlalu pewe katanya.

"Iya, sayang. Emang udah jam berapa sekarang?" Tanya Chiko masih sambil memejamkan matanya.

"Jam setengah tujuh." Bohong Shani, padahal masih jam lima pagi.

Chiko seketika membuka mata, ia ingat hari ini ada meeting penting, jadi ia harus datang lebih awal untuk mempersiapkan hal-hal yang perlu disampaikan pada klien.

"Kamu kenapa baru bangunin aku sekarang, sayang?" Chiko langsung melepas pelukannya dan beranjak ke kamar mandi. Shani yang melihat itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Shani menuju kamar putranya untuk menyuruhnya siap-siap ke sekolah, karena hari ini adalah hari pertama putranya masuk ke SMA.

"Achan, bangun yuk sayang. Mandi abis itu siap-siap ke sekolah, sekarang hari pertama kamu masuk sekolah." Dengan lembut penuh kasih sayang Shani membangunkan Arshano.

"Mmh iya bunda." Arshano bangun lalu duduk untuk mengumpulkan nyawanya.

Shani mencium pucuk kepala sang putra. "Mandi gih sana siap-siap, bunda mau bangunin adik kamu dulu."

"Iya tapi setelah bunda peluk." Arshano merentangkan tangannya, dengan senang hati Shani menyambutnya dengan pelukan hangat.

Shani melepas pelukannya, "Udah sana mandi, kalo udah langsung ke bawah ya."

Arshano mengangguk, "Iya bunda sayang."

.

Shani memasuki kamar putrinya yang masih meringkuk dibawah selimut. Shani membuka gorden lalu beranjak menciumi wajah putrinya bertubi-tubi.

"Aaa bunda, iya Alin udah bangun." Shani tersenyum melihat putrinya cemberut.

"Bagus, abis ini mandi ya sayang. Bunda mau siapin sarapan dulu."

"Iya Alin mandi tapi peluk dulu." Shani tersenyum, kelakuan kedua anaknya benar-benar mirip. Shani memeluk putrinya dengan sayang.

***

Shani yang sedang memasak tetiba dibuat kaget karena sebuah tangan yang melingkar di perutnya.

"Astaga Achi, kamu bikin aku kaget tau."

Chiko hanya menyengir tanpa dosa, "Maaf ya. Tapi kamu udah bohongin aku loh sayang, padahal tadi masih jam lima. Bikin aku panik." Chiko mendengus pelan.

"Kalo nggak gitu, kamu bakal lama mandinya. Soalnya aku tau kamu ada meeting penting."

Chiko tersenyum, ia merasa sangat senang dan bersyukur karena Tuhan mengembalikan Shani kepadanya, walau penyesalan masih bertengger di sudut hatinya terdalam. Berapa tahun pun ia berbuat baik pada keluarga kecilnya, itu tak akan mampu mengobati rasa penyesalannya. Yang bisa ia lakukan hanya terus memberikan mereka kebahagian hingga akhir hayatnya.

Chiko melepas pelukannya lalu mencium bibir Shani sekilas sebelum duduk di meja makan.

***

Keluarga kecil Chiko kini tengah menikmati sarapannya dengan khidmat. Chiko tak henti-henti mengucap syukur atas apa yang selama ini Tuhan berikan padanya. Tuhan terlalu baik padanya hingga memberinya tiga malaikat di hidupnya. Ia selalu berjanji tidak akan pernah menorehkan luka sedikitpun pada mereka dan akan melakukan apapun demi menjaga mereka.

"Achan, kamu udah masuk SMA. Kamu mau hadiah apa dari ayah? Mobil? Motor? Atau mau yang lain?" Tanya Chiko pada putranya yang pernah mengorbankan hidupnya demi keegoisan kedua orang tuanya.

"Nggak perlu Yah. Aku masih belum butuh. Mending uang Ayah buat beliin hadiah buat Bunda aja hehe." Arshano menggoda kedua orang tuanya.

"Loh kok jadi hadiah buat bunda?" Shani menyahut.

"Iya, hadiah untuk merayakan pernikahan kalian yang ke 16 tahun." Arshano tersenyum hangat pada mereka.

Chiko dan Shani benar-benar tak menyangka mereka telah hidup bersama selama itu. Melewati pahit manisnya kehidupan diantara mereka. Shani tak hentinya bersyukur mendapatkan suami seperti Chiko, lelaki yang bertahun-tahun silam selalu ia tunggu kehadiran cinta lelaki itu, tapi kini semua penantiannya terbayarkan sudah. Ia tak butuh apapun lagi, tetap bersama lelaki itu serta buah hatinya pun sudah sangat cukup baginya.

***

Seorang nenek tua yang rambutnya telah memutih menghampiri seorang bocah yang tengah tertawa saat sedang bermain bola bersama sang ayah.

"Aku turut bahagia melihatmu tertawa seperti ini. Semoga kebahagiaan selalu menyelimuti keluargamu." Nenek itu tersenyum.

Bocah itu menatap sang nenek dengan senyum yang masih menghiasi wajah tampannya.

"Nek, terima kasih ya sudah memberikan kesempatan pada Ayahku. Terima kasih sudah mengembalikan senyuman hangat bundaku. Terima kasih sudah membuatku merasakan kehangatan dan kasih sayang dari kedua orang tua. Dan terima kasih sudah menyempurnakan kebahagiaan kami dengan lahirnya adikku. Aku mau membalas semua jasamu, tapi aku tidak tau gimana caranya?" Bocah polos itu membalas ucapan sang Nenek.

"Hiduplah dengan bahagia, turuti dan hormati kedua orang tuamu, serta jagalah adikmu. Itu yang harus kamu lakukan untuk membalas semua jasaku." Setelah itu sang nenek menghilang dari hadapannya.

"Achan! Achan!!" Arshano terbangun dari tidurnya. Ia mendapati dirinya tertidur di dalam kelas, ia teringat tadi tertidur karena lelah menunggu jemputannya.

"Cuma mimpi." Gumamnya.

"Achan!" Arshano menoleh, ia mendapati Angel disampingnya.

"Loh kok tante disini?"

Angel mengerutkan keningnya, "Tadi tante udah ngabarin bunda kamu, kalo tante mau jemput kamu. Kamu belum baca pesan dari bunda?"

Arshano menggeleng.

"Yaudah gapapa, yuk pulang. Maaf ya udah buat kamu nunggu, sampe ketiduran gitu. Oh iya, gimana hari pertama jadi murid SMA?"

"Biasa aja, nggak ada yang spesial. Tante sendiri gimana kantornya?"

"Sama, biasa aja. Yaudah yuk, udah sore."

Mereka berdua pun keluar dari kelas Arshano dan beranjak pulang ke kediaman Zinko Jr. Di sepanjang perjalanan, Arshano terus terpikirkan oleh mimpinya tadi. Semua seolah nyata, bocah dalam mimpinya terlihat persis seperti dirinya ketika umur 8 tahun. Ia juga seperti pernah bertemu dengan nenek tua itu, tapi tak tahu kapan dan dimana.

Kepalanya kini terasa pusing memikirkan itu. Entah apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya hingga ia bermimpi demikian, tapi yang jelas tanpa diminta pun ia dengan segala kemampuannya akan terus menjaga keluarganya.

Menjaga dan membahagiakan keluarganya.

***
TRULY END!

.
040523

yuhu, extra part selesai! makasih semua🫶

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang