XIV

1.3K 200 6
                                    

happy reading!

***

Shani bergerak gelisah di tempat duduknya. Masalahnya ia merasakan hawa tegang di sekitarnya. Chiko tiba-tiba menghampirinya di perpustakaan, ia bilang ingin membantunya agar tidak kesulitan mengerjakan tugasnya. Sekarang dua orang yang duduk saling berhadapan di depannya ini saling melemparkan tatapan tajam. Saling menekan lewat tatapan yang mengintimidasi dalam kebisuan.

Shani berdehem untuk mencairkan suasana. Mana bisa ia berkonsentrasi jika situasinya sekarang malah mirip suasana mencekam seperti film thriller yang pernah ia tonton.

"Kalian keliatan canggung ya. Duduk aja santai, gausah tegang gini. Aku jadi nggak bisa konsentrasi."

Dua pasang bola mata yang berbeda itu menoleh ke arahnya secara bersamaan.

Gasta menyahut lebih dulu, "Harusnya kamu minta dia buat ga ganggu kita Shani. Lihat sekarang kita jadi susah ngerjain tugas gara-gara ada tamu ga diundang." Pemuda berdarah Vietnam itu mendengus.

"Shan, ayo pulang aja. Aku bakal kerjain tugas bagian kamu. Kamu tahu kan kalo aku lebih dari sekedar mampu kalo cuma ngerjain tugas kayak gini." Chiko melipat tangannya di dada. Kedua pria ini terlihat sama angkuhnya, membuat Shani memijit pelipisnya.

"Achi, apa kamu bisa tunggu di luar? Aku janji bakal selesaiin tugas aku dengan cepat. Kasih aku waktu 45 menit, nggak, 30 menit. Abis itu kita bisa pulang bareng." Shani akhirnya memutuskan hal terbaik menurut sudut pandangnya.

Chiko mendesah kecewa. la menangkap sekilas seringai pria yang ada di depannya ini seakan mengejeknya. Sialan! Chiko hanya mampu menggerutu dalam hati. la harus menahan diri. la tidak mau jika citra dirinya jatuh di hadapan Shani. Maka ia harus mengalah, ia tidak mau memaksa Shani, ia takut Shani tidak tahan pada dirinya jika bersikap egois.

***

"Mami, jodohin aku sama Shani." Soraya yang sedang bersantai dan meminum teh tiba-tiba tersedak. Teh yang ia minum tumpah membasahi roknya. Soraya terbatuk dengan keras.

"Kamu lagi ngigau?"

Chiko memasang wajah bosan setiap kali ibunya merasa heran. Padahal yang selalu menggebu-gebu untuk menjodohkannya dengan Shani adalah ibunya.

"Kenapa? Mami udah nggak suka sama Shani? Apa aku harus cari cewek lain?" Soraya gelagapan. Ia panik sendiri dengan perkataan putranya.

"Bukan gitu. Mana mungkin Mami udah
nggak suka Shani. Dengerin Mami, Shani itu calon istri idaman. Dia sempurna sebagai istri, cocok banget sama kamu. Shani itu penyabar, penyayang dan perhatian. Tapi bukannya perjodohan terlalu cepet kalo sekarang? Rencananya Mami mau jodohin kalian pas Shani udah mau hampir lulus dari universitas, biar kalian nggak terlalu lama nunggu untuk menikah nanti." Soraya menjelaskan panjang lebar.

Chiko sudah mendengar puluhan kali ibunya memuji Shani seperti ini di masa lalunya yang dulu. Dulu ia akan protes dan berdebat, tapi sekarang ia sangat setuju dengan ibunya.

"Ya iya. Makanya itu cepetan atur perjodohan aku sama Shani. Aku denger-denger dia mau dijodohin sama Gastara Nguyen." Chiko sengaja ingin memprovokasi ibunya. la tahu ibunya tidak akan tinggal diam jika mendengar informasi ini.

Setelah mendengar itu Soraya menjadi kalang kabut. Langsung menghubungi suaminya dan meminta sang suami menghubungi Keanu. Soraya memang bergerak cepat melesat bagai meteor.

***

Sudah tiga hari ini Shani sibuk dengan aktivitas barunya mengikuti diklat penerimaan anggota baru di klub pecinta alam. Awalnya Chiko melongo heran, bagaimana bisa Shani memilih masuk klub pecinta alam di antara sekian banyak pilihan klub yang ada.

Bukan apa-apa hanya saja kegiatan komunitas pecinta alam itu berhubungan dengan alam liar. Chiko khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu nantinya. Chiko tidak bisa membayangkan Shani mengikuti pendakian, panjat tebing, arung jeram, penyelaman dan sebagainya.

la terlalu buta mengenai Shani di masa lalu. Chiko tidak tahu apa hobi dan kesukaan Shani. la terlalu tak acuh akan keberadaan gadis itu. la baru tahu sekarang mengenai Shani, dan itu cukup membuatnya tercengang.

Meski begitu, ia bisa bernafas lega karena Gasta tidak ikut bergabung di klub yang sama dengan Shani.

Makan siang tanpa Shani hari ini membuatnya tak berselera. Sepertinya dirinya sudah bergantung pada gadis itu, di masa yang dulu maupun masa yang sekarang.

Memiliki ketergantungan dengan Shani sama berbahayanya seperti memiliki ketergantungan pada obat terlarang. la seakan kecanduan berada di dekat Shani. Struktur otaknya tidak berfungsi dengan normal. Jika diibaratkan narkotika, Shani ini serupa heroin jenis narkotika golongan 1, obat mematikan yang sangat berbahaya.

Zevran dan Ganiel dibuat pusing dengan tingkah Chiko yang bersikap pilu dan bermuram durja. Bagai pungguk yang merindukan bulan. Padahal Shani tidak kemana-mana. Mereka juga masih saling membalas pesan.

Chiko memeriksa pesan di ponselnya. Pesan yang ia kirim 10 menit yang lalu tidak kunjung mendapat balasan. la mengacak surainya frustasi. Zevran hanya mendengus bosan menyaksikan kebucinan temannya itu. Chiko memencet beberapa huruf merangkai beberapa kalimat di atas keypad ponsel miliknya.

'Shan, lagi apa? Sibuk?'

'Shani...'

'Jangan diemin chat aku!'

'Aku kangen kamu😔'

'Menu makanan siang ini rasanya hambar karena nggak ada kamu'

'Serius? Kamu sesibuk itu sampe nggak bisa bales chat aku?'

'Sialan Shani'

Chiko buru-buru menarik pesan terakhir yang berisi kalimat umpatan sebelum dibaca gadis itu. la menghela nafas.

.

Di suatu tempat, di bagian aula gedung diklat penerimaan anggota baru klub pecinta alam, Shani sedang memeriksa rentetan pesan masuk yang menyerang ponsel miliknya bertubi-tubi. Dia tersenyum sendiri membaca pesan Chiko.

Ketiga teman barunya melongo berusaha mengintip ponsel yang digenggam Shani.

"Kayaknya lo lagi dicari-cariin tuh." Ujar salah seorang temannya yang dikuncir kuda.

Temannya satu lagi menimpali. "Kalian pacaran?" Senyum di bibir Shani seketika memudar, kemudian ia menggeleng.

Kemudian temannya yang berambut kelam menyahuti, "Aku pikir kalian punya hubungan spesial karena kamu nggak manggil dia dengan sebutan 'kakak'."

"Kita udah saling kenal dari kecil. Dan dia gamau dipanggil kakak, karena katanya kita seumuran. Dia juga lebih suka kalo aku panggil dia Achi." Shani menjelaskan dengan tak bersemangat.

Hubungannya dengan Chiko akhir-akhir ini semakin dekat, tapi mereka bukan sepasang kekasih. Mungkin saja Chiko memang ingin hubungan mereka sebatas teman tapi mesra. Memikirkan itu Shani jadi cemberut. Ia menekuk raut wajahnya hingga menjadi kusut.

***
tbc

.
140423

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang