Irish berjalan ke arah kekasihnya sambil menghentakkan kaki-kaki jenjangnya. Wajahnya ditekuk ke bawah karena kejadian yang tadi ia alami cukup membuatnya kesal dan jengkel. Apalagi Charlotte merupakan musuh terbesarnya dan justru orang-orang sebagian berpaling darinya. Imej yang selama ini hanya miliknya, tak bisa direbut lagi oleh orang yang sama.
"Halo, Nona Irish," sapa Marquess Joe, rekan yang sedang berbicara dengan Erden. Sayangnya, Irish mengabaikan sapaan sopan itu.
"Kau bilang tidak mengajak Charlotte kemari tapi dia ada dan mengenakan gaun merah muda!" adu Irish pada Erden.
Erden menatap Joe. "Akan kuberi tahu nanti."
Marquess sedikit menundukkan kepalanya dan pergi dari jangkauan Irish dan Erden. Kini hanya ada sepasang kekasih itu saja. Erden yang awalnya menatap Joe serius, beralih ke wajah cantik Irish. Ekspresi tidak senang menyambut tatapan Erden.
"Aku tidak mengajaknya. Aku selalu pergi denganmu, kan?" ucap Erden. Ia juga kebingungan. Padahal Charlotte sudah dikurung olehnya di kamar, jadi tidak mungkin anak itu kabur. "Aku sudah mengurungnya."
Irish tersenyum miring. "Jangan membohongiku." Firasat Irish mengatakan Charlotte tak benar-benar dikurung Erden.
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Erden. Ia mengangkat bahunya tak peduli. "Hanya kau yang aku lihat. Aku tidak menemukan Charlotte di sini."
***
Charlotte berbincang dengan beberapa bangsawan yang menjalin kerja sama dengan wilayah Eidenburg. Charlotte palsu yang berpura-pura berubah setelah hilang ingatan. Semua mengetahui bahwa Charlotte sekarat waktu itu, tapi tentu saja semua orang tidak peduli terhadap dirinya. Hanya saja, melihat reaksi Irish yang mengatakan Charlotte diambang kematian, semuanya hanya tenang menunggu kepastian kematian Charlotte. Sekarang semua orang sudah mengetahui bahwa Charlotte hidup dengan baik.
"Duchess, Anda sangat hebat!" puji seorang bangsawan, Countess Willows.
Charlotte hanya tersenyum tipis. "Terima kasih!"
"Paduka Raja kemari!"
Charlotte dan tiga perempuan lainnya membungkuk hormat ke arah Rafael yang tiba-tiba datang menghampiri empat orang ini.
Senyum Rafael adalah berkah bagi para gadis-gadis yang belum menikah. Semuanya berharap menjadi pasangan seorang raja di negeri ini. Terlebih posisi ratu yang sudah bertahun-tahun kosong itu menjadi rebutan semua kalangan bangsawan kelas atas.
"Kukira kau tak datang," ucap Rafael pada Charlotte.
Para bangsawan yang sedari tadi bersama Charlotte, kini bubar satu per satu. Mereka memberikan ruang privasi bagi Charlotte dan Rafael.
Charlotte yang masih terasa asing dengan tempat ini hanya tersenyum ke arah Rafael dengan canggung. Adaptasi Charlotte bisa dibilang terhitung cepat, karena di dunianya ia bekerja sebagai Hubungan Masyarakat yang terjun langsung ke lapangan bertemu banyak orang. Ia menjadi terbiasa untuk bergaul dengan orang-orang di tempat ini, meskipun Charlotte tak tahu seorang Duchess harus berperilaku seperti apa.
Rafael mengulurkan tangannya di hadapan Charlotte. "Ayo berdansa bersamaku."
Charlotte mengerutkan keningnya. Bukannya yang harusnya mengajak Charlotte berdansa adalah Duke? Kenapa Rafael yang memintanya berdansa?
"Ah ... aku tidak bisa berdansa," tolak Charlotte halus.
Rafael menarik tangan Charlotte hingga kini mereka berdua berada dalam semua perhatian pada tamu undangan. Sebelum para bangsawan atau tamu berdansa, tentu harus pemimpin negeri ini yang pertama dansa sebagai pembuka acara hiburan dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Break The Marriage
FantasyCharlotte mati pada kecelakaan beruntun di ruas tol Cipularang, tapi seseorang datang padanya dan memberikan penawaran; mati atau hidup kembali? Dan Charlotte memilih untuk kembali hidup. Bukan hidup sebagai seorang pekerja kantoran lagi, ternyata C...