Suasana istana masih dingin seperti biasanya. Rafael yang kesepian mungkin sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Pasalnya, sang raja belum menikah yang artinya posisi pasangan raja masih kosong. Sebenarnya banyak tawaran pernikahan yang diberikan dari berbagai macam kalangan, baik itu bangsawan maupun kepala pemerintahan di wilayah lain. Rafael hanya ingin menikah dengan orang yang ia cintai daripada menikah terpaksa. Ia takut menyakiti pihak perempuan jika melakukan itu.
Berjalan di tahun kedua ia memimpin, kekosongan posisi ratu menjadi perdebatan. Ditambah lagi, pamannya selaku penasihat istana selalu menjodohkannya dengan beberapa wanita pilihannya. Rafael bukan tidak tertarik, hanya saja menunggu Charlotte. Meski ia tak tahu kapan orang itu akan kembali padanya atau mungkin tidak akan pernah?
"Alangkah baiknya kau segera memikirkan pernikahan ini, Rafa," ucap pamannya yang bernama Jemmy.
Rafael yang masih termenung di meja makan itu hanya bisa menghela napasnya. "Aku masih menunggu Charlotte."
Jemmy menahan tawanya hingga matanya membulat. "Kau pikir Duchess akan hidup sentosa jika ia ada di sampingmu? Apa ia tidak trauma terhadap pernikahan? Kau lihat perlakuan Duke padanya, apa ia masih ingin menikah denganmu suatu hari nanti?" cecarnya.
Sorot mata Rafael menajam mendengarnya. "Lalu, apa semua itu masalah jika aku terus menunggunya?"
"Rafa, dengarkan perkataanku." Jemmy yang duduk di dekatnya mengubah postur tubuhnya menjadi lebih serius. "Kalau kau terus mengosongkan posisi ratu, ini akan jadi perbincangan setiap kali kau menghadiri rapat atau acara, Rafa. Tidak baik seorang pemimpin tak sepasang seperti itu."
"Jadi, aku harus menikah tanpa cinta?"
Jemmy menggelengkan kepalanya. "Cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Harusnya kau menikah atas dasar diplomasi antar kerajaan, bukan cinta. Memang sulit awalnya, tapi pernikahan bagi pemimpin kerajaan adalah sebagai bentuk kerja sama antara dua kerajaan."
Rafael mendelik mendengarnya. "Bekerja sama dengan cara pernikahan itu sangat berisiko, Paman."
"Berisiko apa? Apa ada potensi kau akan menyakitinya? Kau hanya tinggal menyalurkan nafsumu padanya dan memberikan kehidupan yang layak, itu sudah cukup. Tugas pendamping raja adalah melahirkan keturunan, Rafa."
"Paman." Suara Rafael kali ini menegas. "Aku belajar dari pernikahan orang tuaku yang saling mencintai, dan itu terasa beda ketika aku melihat Duke dan Duchess Eidenburg. Mereka melakukan atas paksaan dan---
"Kenapa kau selalu menyebut nama mereka? Kau memiliki dendam apa pada Duke?" potong Jemmy. Sedari tadi ia membahas Duke dan Duchess yang mana tidak berpengaruh banyak dalam obrolan mereka.
"Setidaknya dalam pandanganku, mencintai seseorang lebih penting dilakukan dalam pernikahan dibandingkan seperti yang kau katakan." Rafael bangkit dari duduknya. "Jika kau pikir aku harus menikahi putri dari negara lain, tidak usah membantuku mencarikannya."
Rafael pergi meninggalkan makanan yang belum sama sekali ia sentuh. Pembahasan tentang ini selalu saja berakhir menggantung. Ia hanya melihat dan mengambil pelajaran jika menikah dengan cara seperti itu, maka pasti akan berujung pada perpisahan. Sebagaimana Charlotte dan Erden yang menikah karena hutang, artinya secara tidak langsung mereka menikah atas kontrak. Bila Rafael menikah dengan putri raja negara lain dan mengalami hal yang tidak baik, seperti tidak sengaja menyakiti, artinya hubungan dua kerajaan dipertaruhkan. Lalu, kalau sampai ia bercerai atau ternyata pihak wanita merasa dirugikan, bisa-bisa akan terjadi perang walaupun kecil kemungkinan tetap saja merupakan suatu kemungkinan.
***
"Tuan Duke mengirimkan surat pada Anda, Paduka," ucap salah satu prajurit.
Rafael yang sedang tidak berselera untuk bekerja hanya menatap surat dengan amplop hitam itu dengan tatapan enggan. "Itu bukan surat rahasia, kau buka dan bacakan. Aku sedang malas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Break The Marriage
FantasyCharlotte mati pada kecelakaan beruntun di ruas tol Cipularang, tapi seseorang datang padanya dan memberikan penawaran; mati atau hidup kembali? Dan Charlotte memilih untuk kembali hidup. Bukan hidup sebagai seorang pekerja kantoran lagi, ternyata C...