Hari demi hari berlalu. Pekan berganti dengan cepat. Kehidupan berlalu begitu cepat hingga tak terasa Charlotte bisa membuka butiknya sendiri. Butik yang sudah lama ia dambakan, kini akan resmi dibuka esok hari. Sekarang butik telah berisi banyak gaun dan pakaian formal lainnya. Ia juga merekrut beberapa desainer terbaik di Albaland. Keinginannya membuka butik akan segera tercapai.
Charlotte sedang sibuk melihat kondisi butik kecilnya yang sedang didekorasi. Ia juga ditemani Sisy sebagai asistennya sekaligus dayang pribadinya.
"Akhirnya Nona Charlotte bisa membuka butiknya," ucap Sisy. "Selama ini kita tinggal di toko kosong dan kini toko akan beroperasi!" lanjutnya antusias.
Charlotte menganggukkan kepalanya. "Iya. Aku juga tidak menyangka akan mencapai ini semua."
Sisy menundukkan kepalanya. Ia masih terharu karena masih bernapas hingga saat ini. "Nona, saya harap Nona bisa menikmati hidup yang bahagia dan damai selamanya."
"Aku juga mau kau begitu." Charlotte menatap Sisy. "Tapi, jangan terus bekerja. Menikahlah." Charlotte berucap dengan sungguh-sungguh. "Aku akan mempercayakan butik ini padamu."
Sisy membulatkan matanya. "Oh, tidak! Saya akan terus melayani Nona."
"Kehidupanmu adalah milikmu. Jangan sampai kau menyesal Sisy."
"Saya takut mengalami hal seperti Nona Charlotte," ujar Sisy pelan.
Charlotte menepuk pundak Sisy lalu tertawa. "Tidak ada yang mengharapkan penderitaan dalam pernikahan. Kalau kau berpikir untuk saling membantu, aku rasa pernikahanmu akan bahagia," balasnya.
***
Rafael mengetukkan kuku jari telunjuknya di atas meja kayu tempatnya bekerja. Ia masih terbayang dengan perkataan pamannya saat ia berpisah di Glovier waktu itu. Ia memikirkan pemberontakan yang akan dilakukan oleh bangsawan untuk mengkudeta posisi raja saat ini. Tadinya, posisi raja akan diisi oleh Jemmy tapi sekarang Jemmy tidak akan bisa menjadi raja Albaland.
Meski begitu, Rafael sudah memantau gerak-gerik para bangsawan setiap mengadakan rapat kenegaraan. Ia tidak dapat menebak satu per satu isi hati dan pikiran bangsawan. Mereka terlihat biasa saja dan seperti tak ada pergerakan yang terlihat.
Apa itu semua untuk mengecohkan pikiran Rafael?
"Paduka! Ini gawat!"
Rafael melirik ke sumber suara. Itu adalah suara prajurit penjaga di pintu gerbang istana. "Ada apa?"
"Rombongan bangsawan pengkhianat ada di depan gerbang! Apa yang harus kita lakukan?"
Rafael langsung melotot. Baru saja memikirkan hal tersebut, ternyata terjadi. "Kerahkan semua pasukan dan jaga setiap ruangan di sini."
Prajurit itu menggigit bibirnya. "Dua puluh delapan bangsawan, termasuk Duke Eidenburg yang baru menyetujui untuk menggulingkan pemerintahan Anda."
"Kenapa mereka bertingkah?" gumam Rafael. Ia pun bersiap untuk menghadapi massa yang tengah menunggu gerbang dibuka.
***
"Kenapa kalian semua meminta aku turun? Memang ada yang lebih baik dari aku?" tanya Rafael.
Ia berhadapan dengan para bangsawan yang sedang berdiri di depan gerbang. Rafael tak mengizinkan mereka masuk ke dalam wilayah istana. Ketakutan Rafael adalah jika mereka masuk, mereka akan melakukan pengrusakan dengan mudah. Jadi, sebisa mungkin Rafael yang menghampiri mereka.
"Negara ini tidak pantas dipimpin olehmu! Kemiskinan tidak membaik dan justru semakin miskin!" ucap salah seorang bangsawan bergelar Count.
Rafael mengangkat alisnya sebelah. "Bahkan aku baru satu tahun menjadi raja dan kalian mempertanyakan pekerjaanku? Aku ini bekerja, tidak mudah melakukannya. Kemiskinan semakin tumbuh? Apakah tugasku untuk mengawasi mereka untuk tidak kelaparan? Bukankah kalian sebagai pemegang daerah mewakiliku untuk mengatasi itu? Bahkan aku memberikan anggaran bantuan pada kalian, lalu apa yang kalian lakukan pada anggaran itu?" Rafael berkata dengan sedikit teriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Break The Marriage
FantasyCharlotte mati pada kecelakaan beruntun di ruas tol Cipularang, tapi seseorang datang padanya dan memberikan penawaran; mati atau hidup kembali? Dan Charlotte memilih untuk kembali hidup. Bukan hidup sebagai seorang pekerja kantoran lagi, ternyata C...