11. Dua Pejantan

3.7K 364 23
                                    

"Siapa yang datang?"

"Ya-Yang Mulia Putra Mahkota."

Pembicaraan itu terdengar di telinga Senora. Sebagai wanita elegan ia memasang postur seolah-olah tidak mendengarkan. Ia sibuk mengaduk susu di nampan yang jelas-jelas tidak akan ia minum.

"Baiklah, aku akan turun," final Rion setelah melirik sekilas Senora.

"Senora?" panggil Rion.

"Ya, Duke?"

"Rasanya aneh jika kau memanggil seperti itu. Bukankah kita sudah menikah. Akan lebih baik jika kau memanggil ku Rion saja."

"Emh, baiklah. Rion."

Mereka saling melempar senyum. Menyembuyikan perasaan masing-masing. Ya, tentang Rion yang memanfaatkan Senora untuk balas dendam ke Agares. Lalu tentang Senora yang menyembunyikan fakta bahwa ia adalah wanita nekat yang mengorbankan harga dirinya.

"Oh ya, sepertinya Putra Mahkota ingin memberikan ucapan selamat kepada kita. Ia nekat datang di malam pertama. Benar-benar sesuatu," gumam Rion di akhir kalimat.

"Wah, itu suatu kehormatan. Kalau begitu aku akan ganti pakaian yang lebih sopan dul--"

"Tidak perlu," sahut Rion. "Putra Mahkota sudah di ruang tamu. Tidak baik membiarkannya terlalu lama."

"Oh, begitu ya...."

Pada akhirnya Senora hanya mengaitkan selendang tipis untuk menutupi belahan dadanya. Karena bagaimana pun juga, sejak awal baju malam pertama ini memang dirancang vulgar dan ini pun bukan kemauan Senora. Carol lah yang memaksa memakainya. Dan dengan maksud tertentu, Rion ingin membuat Agares cemburu dengan membiarkan Senora memakai pakaian terbuka itu.

***

Tiga cangkir porselin dengan garis emas di tiap ujungnya tersaji di hadapan ketiga orang yang kini tengah duduk manis di kursi kayu dengan pahatan sedemikian aesthetic.

Berulang kali Senora dibuat kikuk dengan Agares yang sesekali melayangkan tatapan marah. Pertanyaannya, kenapa dia marah? Senora tidak mengerti itu!

Hah! Orang sepertinya memang sulit ditebak!

"Kau datang telat," sahut Rion. Membuang formalitas, seolah-olah ingin menunjukkan pada Senora bahwa hubungan mereka sangat baik.

"Aku mengurus beberapa hal tadi. Hal yang merepotkan," lirik Agares pada Senora. Entah apa artinya itu.

"Hahaha, itu kan sudah tugas mu. Kalau merepotkan lebih baik kau mundur saja jadi putra mahkota. Atau setidaknya.... tidak banyak tingkah dengan mengganggu malam pertama pengantin baru," singgung Rion tajam.

Agares menaruh tehnya. Kakinya ia silangkan dan memasang wajah santai dengan senyum khasnya.

"Aku datang untuk mengucapkan selamat. Sekaligus memberitahu mu sesuatu."

"Memberitahu apa?" tanya Rion menaikkan satu alisnya.

"Sabar dulu. Aku belum mendengar teman baik ku Senora menyambut ku."

Si pemilik nama tersentak. Sebenarnya apa yang diinginkan bocah besar ini?! Hah! Untuk saat ini turuti saja.

Senora berdiri. Menekuk lututnya singkat seraya mengembangkan gaun tidurnya.

"Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota. Semoga berkat selalu tercurahkan pada mu."

Seulas senyum itu mengembang samar. Benar-benar rautnya berubah jauh dibanding dengan Rion tadi. "Bukan salam formal yang ku maksud. Kau terlalu kaku Senora."

Cih! Lalu aku harus apa? Batin Senora seraya melayangkan tatapan horor.

"Aku hanya ingin mendengar kau bersuara. Sebab dari tadi orang ini yang terus mendominasi," tunjuk Agares pada Rion.

Imperial Flower (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang