Meja panjang lengkap dengan kursi dan aksesorisnya mendominasi ruangan. Seolah mengatakan benda itu lah yang menjadi pokok dari segala benda yang ada di ruangan. Ukirannya rumit dengan motif singa sebagai lambang utama. Warna keemasannya membuat kesan mewah pada set kursi dan meja yang kini menjadi saksi perkumpulan para petinggi kekaisaran.
Agares selaku putra mahkota sekaligus pemimpin pada pertemuan ini duduk di kursi kebesaran yang seharusnya ditempati Ardhan, sang Kaisar.
Orang-orang pun memandang heran dan bertanya-tanya. Kemana sosok Kaisar yang seharusnya memimpin pertemuan untuk membahas pengelolaan hasil panen.
"Pasti kalian menanyakan keberadaan Yang Mulia Kaisar," ucap Agares memecah suasana bising akibat bisik-bisik mereka.
"Beliau sedang sakit. Aku di sini menggantikannya untuk memimpin pertemuan. Kalian bisa lihat sendiri surat resminya...."
"Darwis," panggil Agares.
Laki-laki paruh baya itu langsung membuka gulungan surat kemudian ia bacakan isinya. Tak lupa menunjukkan segel istana sebagai bukti bahwa surat itu sah secara hukum.
"Apa penyakit Yang Mulia parah?"
"Sejak kapan Yang Mulia sakit?"
"Wah, ini sesuatu yang tak terduga. Padahal masih banyak pekerjaan yang harus beliau tinjau."
"Bagaimana ini? Proyek pembangunan irigasi saja belum selesai. Perlu banyak anggaran dan lainnya."
"Benar! Belum lagi masalah pemberontakan. Ah, itu membuat kepala ku pusing."
"Seharusnya Yang Mulia menyelesaikan masalah kebijakan tutup jalan di dekat desa Dayabin. Para bandit itu mulai meresahkan dengan menyerang pasokan pangan kita yang akan ke Ibu kota."
BRAK!
Suara itu menggema. Mengalihkan fokus para petinggi yang rata-rata dari kalangan bangsawan.
"Berkata seolah-olah kalian sudah benar!"
"Dari ucapan yang ku dengar. Kalian bahkan tak mendoakan kesembuhan dan terus melancarkan kritik."
"Kenapa? Kalian ingin mendoakan Kaisar cepat mati?!"
"Lancang sekali kau Duke Rion!" sahut paruh baya. Ia adalah bangsawan setingkat Duke. Kerabat jauh Rion.
"Jika tidak ditampar dengan kata-kata. Kalian tidak akan berhenti mengkritik Yang Mulia Kaisar. Bukankah begitu.... Yang Mulia Putra Mahkota?"
Agares menyeringai. "Kau benar. Aku mempersilahkan segala bentuk kritikkan. Tapi.... kritik yang menjurus pada penghinaan akan ku tindak lanjuti dengan tegas."
Mereka menelan kasar salivanya. Tatapan Agares seketika membuat mereka bungkam dan duduk tenang dengan mulut terkunci rapat. Selain Rion dan Senora, kenyataannya para petinggi kekaisaran turut mengetahui wajah asli calon Kaisar berikutnya ini. Mereka takut dan tunduk. Tapi tak serta merta mereka berusaha lepas dari kendali Agares. Karena apa?
Karena Agares memberikan apa yang mereka mau. Bukan sekedar janji. Tapi pembuktian yang nyata. Sedangkan bagi Agares, mereka hanya pion dari papan catur yang ia mainkan. Sewaktu-waktu Agares bisa membuang kapan saja.
Acara pertemuan di awali dengan sedikit keributan. Namun setelahmya berjalan lancar. Berkat inovasi dan buah pikiran Agares yang cemerlang. Ditambah lagi para petinggi yang memang sudah ada di pihak Agares.
"Duke Rion? Setelah ini ku harap kau tidak langsung pulang. Ada beberapa hal yang harus kita bahas," ucap Agares tenang.
Rion memicingkan mata. Menghela nafas berat seakan malas menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperial Flower (END)
ChickLit🚩Warning! 🚩 Red Flag Area! Lady Senora Vermilion dikenal sebagai bunga dari kekaisaran. Kesempurnaan seolah menyelimuti kehidupannya. Setiap laki-laki akan jatuh cinta dan setiap perempuan akan iri dengan posisinya. Ya, begitulah pandangan semua o...