12. Bahasa Cinta

3.8K 339 2
                                    

Teh hangat tersaji apik di atas meja beralaskan kain rajut yang terlihat sekali hasil buatan tangan si pemilik rumah. Suara rintik ringan sayhdu terdengar. Kata orang, ini lah malam yang cocok untuk bercengkrama membahas kenangan indah. Atau sekedar ngobrol santai dengan keluarga di meja makan. Ah, gerimis ringan memang tidak pernah gagal menarik kebahagiaan seseorang.

Hanya saja kebahagiaan itu tak mau singgah di hati seseorang yang dengan kerut dalam membaca setiap baris laporan dari anak buahnya.

"Hah, kemana bandit itu? Seolah jejaknya menghilang setelah kedatangan ku kemari."

"Apa mereka mengetahui aku datang?"

"Ah, tapi penyamaran ku dan beberapa anak buah ku sudah sempurna."

Sesuai titah yang diturunkan oleh Putra Mahkota durjana yang sayangnya disetujui oleh sang Kaisar. Saat ini Rion tengah melakukan penyelidikan di Desa Herandia, tempat di mana kerusuhan para bandit merajalela menyerang rumah rakyat.

Seperti yang sudah-sudah. Rion menggunakan penyamaran untuk menyergap bandit itu. Ia ke desa ini mengaku sebagai bala bantuan medis. Tentu saja warga percaya karena sejatinya dari mereka semua belum pernah melihat Rion sama sekali. Yah, kecuali satu orang!

Pemilik kediaman rumah sederhana ini, Baron Yustas. Dia lah pemegang hak atas pengelolaan desa Herandia. Oh tentu saja di bawah naungan Putra Mahkota.

Sudah tiga hari Rion di rumah ini. Meninggalkan suasana pengantin baru demi menjalankan tugas.

Cih! Kalau pernikahan ini benar-benar di dasari oleh cinta, mungkin Rion akan mencari cara untuk membangkang. Hah, sayangnya ini bukan pernikahan yang benar. Rion sempat khawatir meninggalkan Senora sendiri. Tapi, belas kasihan tak akan bisa mencegahnya untuk pergi. Karena desa ini lebih membutuhkan Rion dibanding istrinya.

Tok Tok Tok

Fokus Rion teralihkan pada jendela yang menyorot langsung halaman belakang. Di sana ada seseorang dengan pakaian serba tertutup.

"Fuah! Waaah, pakaian pengap ini memang menyiksa!" keluh seorang pria muda saat kain yang dipakainya secara berlebihan mulai mengendur.

"Seingat ku, aku tidak pernah menyuruh mu memakai pakaian itu. Kau sendiri bukan yang inisiatif?"

"Hehe, biar seperti agen rahasia sungguhan," cengir Geordan. Remaja berusia tujuh belas tahun yang Rion pekerjakan guna mengumpulkan informasi.

"Kalau begitu kau akan ketahuan dan karir mu berakhir saat itu juga."

"Uwaa, kejamnya...."

Antara Rion dan Geordan memang terbina hubungan informal yang mana Rion tak mempermasalahkan itu. Setiap kali melihat Geordan, Rion teringat dengan bocah laki-laki di desa Hariun. Mungkin ini lah yabg disebut insting bersalah. Rion mengambil Geordan yang saat itu dilelang sebagai budak dan merekrutnya masuk ke satuan keamanan yang dibentuk Rion beberapa tahun silam.

"Bagaimana? Kau dapat persembunyian bandit itu?" tanya Rion to the point.

"Sabar dulu bos. Aku lupa menaruh catatan ku di mana," raba Geordan ke seluruh tubuhnya. "Ah, ketemu!"

"Coba ku lihat. Aha!"

"Aku tidak mendapat apapun. Maaf bos, aku tidak malas-malasan. Bandit itu seperti menghilang ditelan bumi."

"Aneh sekali," gumam Rion sambil memegangi dagu.

Geordan mengernyit. Tumben bosnya tidak mengomelinya seperti biasa.

"Yaa, memang aneh sekali," timpal Geordan menambah-nambahi. Biar tidak jadi dimarahi.

Oh! Ngomong-ngomong tentang dimarahi. Geordan ingat ia punya plan b supaya ia terhindar dari amukan bosnya. Terlebih informasi ini cukup menarik.

Imperial Flower (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang