🕊Bagian 10🕊

71 4 0
                                    

Demi kenyamanan, budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca, dan komen setelah selesai membaca.

Don't be silent readers!

_______

"Sa, siang ini lo free nggak?" tanya Alan saat di perjalanan.

"Free sih. Emangnya kenapa?" balas ku balik bertanya.

"Em ... Lo mau nggak kalo gue ajak lo ke tempat jualannya nyokap sama bokap gue?" tawar Alan.

Aku berpikir sejenak, kemudian bertanya, "jauh nggak?"

"Nggak," jawab Alan singkat.

"Ya udah deh, gue mau."

Itu percakapan terakhir aku dan Alan. Sekarang, tak ada lagi yang ingin melontarkan kata di antara kami. Dia fokus menyetir, sementara itu aku hanya terdiam sembari melihat pemandangan jalan yang kami lalui.

Hingga tanpa terasa, akhirnya Alan menghentikan motor di depan sebuah warung mie ayam.

Aku turun dari motor, dan menunggu Alan turun.

"Yuk!"

Aku pun mengangguk, kemudian mengikuti langkah cowok itu memasuki warung mie ayam.

"Assalamualaikum, Bu, Pak," kata Alan seraya mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

Aku tersenyum pada sepasang suami istri paruh baya itu yang ku tebak mereka adalah kedua orang tua Alan. Lantas, mencium punggung tangan keduanya sama seperti yang dilakukan Alan barusan.

"Kamu bawa siapa ini, Lan?" tanya ibunya.

Aku melihat Alan yang menyunggingkan senyumannya, kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga sang ibu.

"Calon mantu," bisiknya.

Meskipun dia berbisik, tetapi aku masih bisa mendengar suaranya dengan cukup jelas. Aku pun hanya bisa tersenyum malu sebagai tanggapannya.

"Beneran kamu? Cantik banget! Nama kamu siapa, Sayang?" tanya ibunya Alan dengan girang.

"Tharisa, Bu," jawabku.

"Oh, Tharisa. Kenalin, nama ibu, Ratih. Ibunya Alan," kata Ratih.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala sembari ber oh ria saja.

"Dan ini, bapaknya Alan. Namanya, pak Surya," kata Ratih memperkenalkan suaminya.

"Halo, Pak! Saya, Tharisa. Teman sekelas Alan."

"Halo!" balas Surya.

"Alan, kamu bawa Tharisa duduk dulu gih! Nanti ibu buatin mie ayam buat kalian," ucap Ratih.

"Siap, Bu! Sa, duduk dulu yuk!"

Aku mengangguk, dan menuruti saja perkataan Alan. Dia mengajakku duduk lesehan di dalam sebuah ruko yang menjadi tempat makan para pelanggan.

"Pelanggan nya rame juga ya," ucapku seraya mengedarkan pandangan ke seluruh ruko.

"Alhamdulillah, sih. Di sini jualannya selalu rame," jawab Alan.

"Pasti karena rasa mie ayamnya enak, makanya para pelanggan stay beli di sini."

Alan hanya menganggukkan kepalanya.

"Nih, ibu sudah bikinin 2 porsi mie ayam buat kalian," ujar Ratih sembari menyimpan 2 mangkok mie ayam itu di atas meja.

Aku tersenyum, tak lupa juga mengucapkan terima kasih pada Tante Ratih. Kemudian, aku menatap lapar pada mie ayam yang masih mengepulkan asap itu. Sepertinya, mie ayam buatan ibunya Alan memang benar-benar enak. Dari aromanya saja, sudah membuat perutku keroncongan.

ALTHARISA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang