Soundtrack untuk bab kali ini.
"By My Side - Tiara Andini ft Zack Tabudlo"Don't be silent readers!
_____
Usai beberapa hari menjalani perawatan intensif, akhirnya Papa sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.
Dengan penuh kehati-hatian aku dan Mama membopong Papa sampai ke parkiran. Sesampainya di parkiran, kami langsung memasukkan Papa ke dalam mobil, dibantu dengan Arka dan juga Pak Aryo. Setelah Papa masuk, aku bersama yang lainnya pun ikut memasuki mobil. Kemudian, mobil pun melaju meninggalkan halaman rumah sakit.
Lima belas menit kemudian, akhirnya kami sampai di rumah. Baru saja aku akan kembali membopong Papa, namun Papa langsung menolaknya.
"Udah, gapapa. Papa udah baikan kok," ujarnya.
"Hati-hati, Pa."
Papa mengangguk, lantas dengan perlahan mulai keluar dari mobil.
Kami semua melangkah mendekati pintu utama.
"Bi! Bi Marni!" Aku berteriak memanggil Bi Marni.
"Bukain pintunya, Bi!"
Tak berapa lama kemudian, pintu pun terbuka dan menampilkan Bi Marni di sana.
"Silakan masuk, Bu, Pak. Non, Den," ucap Bi Marni.
"Makasih ya, Bi."
Kami semua pun melangkah memasuki rumah. Papa mendudukkan dirinya di ruang tamu yang kemudian diikuti olehku, Mama dan Arka.
"Ada sesuatu yang ingin Papa bicarakan pada kalian," kata Papa.
Aku, Mama dan Arka pun hanya terdiam dan menunggu kata-kata Papa selanjutnya.
"Sepertinya, Papa akan memutuskan untuk menjual rumah ini untuk membayar semua utang Papa kepada Pak Rangga. Apa kalian setuju dengan keputusan Papa?" ucap Papa.
Aku sedikit terkejut saat mendengar keputusan Papa. "Kenapa kita harus menjual rumah ini, Pa? Apa Papa nggak sayang sama rumah kita? Kenapa nggak jual mobil aja, Pa? Rumah ini terlalu banyak kenangan untuk kita. Kebahagiaan, kesedihan, rumah ini selalu menjadi saksi bisu keluarga kita. Aku nggak setuju," ucapku menolak.
"Iya, Pa. Bener kata, Kakak. Aku juga nggak setuju," timpal Arka.
"Sayang, tapi utang Papa sama Pak Rangga itu banyak. Kalau Papa nggak membayar utang itu, Papa akan masuk penjara. Apa kalian mau Papa di penjara?"
Sontak, aku dan Arka menggeleng. Tentu saja aku tidak ingin melihat Papa berada di dalam sel tahanan. Tapi, di sisi lain aku juga sangat menyayangkan jika rumah ini sampai harus dijual.
"Papa minta maaf. Karena ulah Papa, keluarga kita jadi menderita," sesal Papa.
"Gapapa, Pa. Semua ini sudah menjadi takdir keluarga kita," ujar Mama sembari mengusap pundak Papa guna memberikan kekuatan.
Aku mencoba kembali berpikir kritis. Sepertinya, apa yang dikatakan Mama benar. Mungkin, ini semua memang sudah menjadi takdir dari Yang Kuasa untuk keluarga kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHARISA [Selesai]
Ficção Adolescente𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐋𝐄𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏 𝐀𝐭𝐭𝐞𝐧𝐭𝐢𝐨𝐧! 𝐈𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐧𝐟𝐥𝐢𝐤 𝐫𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐠𝐞𝐧𝐫𝐞 𝐟𝐢𝐤𝐬𝐢 𝐫𝐞𝐦𝐚𝐣𝐚. 𝐒𝐨, 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐮𝐤𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐨𝐧𝐟...