17. Angkasa Dan Secarik Kertas

73 22 19
                                    

Happy reading 💐

***

"La, kamu belum pengin nikah?"

Uhuk..uhuk..

Seorang gadis berbalut kerudung pashimna berwarna pink, nyaris tersedak mendengar pertanyaan sang Ummi. Lala menghembuskan nafas panjang. Bola matanya bergerak gugup. Kedua tangannya saling bertaut. Keringat dingin mulai bercucuran.

Maryam menatap Lala dengan heran. "Kamu kenapa? Ditanya kaya gitu bukanya menjawab malah keringetan kaya orang abis olahraga," ucap Maryam terkekeh kecil.

Lala mendengus. Bagaimana tidak keringetan, pertanyaannya sangat di luar alam semesta. Lagi pula, kenapa Umminya tiba-tiba bertanya seperti itu? Biasanya juga cuek-cuek saja.

"Jadi gimana, La?" Maryam menarik satu kursi yang berada di dekat Lala.

Kedua sudut bibir Lala terangkat. Ia beralih menatap sang Ummi. "Ummi, Lala mau fokus kuliah dulu, ya. Lala juga mau mewujudkan cita-cita Lala dulu. Lagi pula, umur Lala terbilang masih muda. Nanti kalo Lala nikah, semuanya malah jadi berantakan Ummi," jelas Lala panjang lebar berharap Maryam mengerti yang ia katakan.

"La.."

"Loh.." potong Yusuf. "Nikah muda itu enak La. Nanti,  setiap perlakuan yang kamu lakukan bisa dapet pahala. Contohnya seperti dengan kamu memenuhi kewajiban kamu sebagai istri. Nah pada saat itu kamu dapat pahala. Lalu, kamu memasak untuk suamimu makan, dapet pahala lagi. Selain itu, kamu juga bisa pergi jalan-jalan berdua tanpa takut akan mendapat dosa," kata Yusuf yang baru saja keluar dari kamar dengan satu koran yang berada di tangan kanannya.

Lala tersenyum tipis lalu mengangguk. "Memang benar yang Abi katakan. Tapi, itu kalau dilihat dari segi positifnya saja. Coba Abi liat dari segi negatifnya, sangat ribet Abi.."

"Maka dari itu, jangan lihat segi negatifnya." Agam menepuk bahu Lala. "Liat segi positifnya aja La, pasti sangat menyenangkan. Yakin, nggak mau nyoba?" bisik Agam pelan. Kemudian Agam melangkah mendekati sofa. Lalu duduk di samping Yusuf.

"Lah, Abang sendiri aja belum nikah," matanya menatap jengah kepada sang Kakak yang justru tengah asik tertawa. 

"Tau, padahal udah berkumis gitu ya La. Masih aja betah sendiri," kompor Maryam.

Agam terkekeh pelan. "Kalo Agam mah bisa nanti-nanti, nunggu ada calonnya dulu."

Yusuf terbahak. "Kalo nunggu calon, kamu nggak bakal nikah-nikah Gam. Setau Abi banyak tuh gadis-gadis kalangan anak Kyai, santri Pondok yang pinter agama. Bahkan sampai kalangan anak orang kaya, yang udah mengantri buat jadi istri kamu Gam."

"Belum ada yang pas Abi.."

"Abang aja yang terlalu pemilih," cibir Lala.

Atensi Agam sontak beralih menatap Lala. "Wajar kalo Abang memilih, karena nikah itu sekali seumur hidup La. Menikah bukan sekedar mengucapkan ijab dan qabul di hadapan penghulu kemudian mengadakan resepsi pernikahan. Menikah juga bukan sekedar untuk pemuas nafsu, dan juga bukan sekedar untuk pamer atau hanya untuk menyandang status saja. Tetapi, menikah itu proses pendewasaan. Di mana kita sudah dianggap mandiri dan memiliki tanggung jawab yang harus dipikul nantinya, yaitu kita harus bisa membimbing keluarga keluarga kecil kita nantinya. Membimbing anak supaya berada di jalan yang benar. Abang nggak mau, kalo semisal Abang belum siap terus Abang maksa buat cepet-cepet menikah. Eh, malah keluarga Abang jadi berantakan. Amit-amit dehh.."

Mengejar Cintanya Ning Lala ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang