Happy Reading 💐
***
Pagi ini Kelviano dan lainnya tengah bersiap-siap untuk berangkat menuju daerah asal mereka. Niatnya tadi malam mau berangkat. Tetapi karena demam Atlas yang tiba-tiba tinggi dan hujan yang sangat deras. Jadi, Kelviano memutuskan untuk memundurkan jadwal kepulangan mereka menjadi hari ini.
"Daff.. masukkin semua koper ke dalam bagasi," titah Kelviano.
Daffa mendengus sebal. "Lo apa-apa gue mulu Bang, udah tau badan gue paling kecil. Tapi disuruhnya ngangkat yang gede-gede mulu," protes Daffa tetapi tetap dilakukan apa yang diperintah oleh Kelviano. Daffa memasukkan kopernya satu persatu ke dalam bagasi mobil. Memang hanya ada dua koper saja, tetapi isi dalam kopernya bikin geleng-geleng kepala. Berat. Banget.
"Aelah lo Daff, sambat mulu," sahut Farrel.
"Sambat mulu, sambat mulu gigi lo ompong. Berat nih, lo sebagai Abang bukannya bantuin kek, bisanya cuma julid."
Farrel menyipitkan satu matanya. Lalu membuka lebar-lebar telinganya. "Apa lo bilang? Abang? Sejak kapan gue jadi Abang lo?"
"Bang.." rengek Daffa menatap Kelviano seakan meminta pembelaan.
"Berisik lo Rel, bantuin tu Daffa ngangkat kopernya."
Daffa tersenyum penuh kemenangan. "Mampus," cibir Daffa seraya menjulurkan lidahnya ke arah Farrel.
Farrel dengan ogah-ogahan berjalan mendekati Daffa dan membantunya mengangkat koper untuk dimasukkan ke dalam bagasi. "Ini koper isinya baju apa dosa sih, berat banget," gumam Farrel heran. Ia kembali mengangkat satu koper lagi berwarna hijau.
"Lah itu kan koper punya lo Rel," sahut Jeki yang baru saja mengunci kamar. Jeki beralih menatap Kelviano. "Nih kuncinya." Jeki memberikan kuncinya kepada Kelviano.
"Mending lo dan yang lainnya naik mobil aja deh, dari pada naik motor. Nanti kalo naik motor takutnya badannya jadi pegel-pegel," usul Kelviano sembari menerima kunci yang diberikan Jeki.
Jeki terbahak. "Sejak kapan yang namanya Jeki bisa ngerasain pegel-pegel bos?"
Kelviano ikut terbahak. Ia meninju pelan lengan milik Jeki. "Jangan panggil gue bos, geli."
"Iya-iya deh Pino," kekeh Jeki.
Kelviano hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian ia mulai mengecek bagasi serta tempat yang Atlas duduki. Dirasa semua aman. Kelviano berjalan menghampiri Kyai Yusuf yang tengah berdiri menatap ke arahnya.
"Pino berangkat dulu Pak Kyai," pamit Kelviano sembari mencium punggung tangan milik Kelviano.
"Iya hati-hati ya, kabarin kalo udah sampai rumah," jawab Kyai Yusuf.
"Iyaa.." sahut Kelviano seraya melambai-lambaikan tangannya.
Disisi lain, Lala yang tengah berdiri di balik pohon menatap sayu kepergian Kelviano. Di dalam hati kecilnya sedikit tidak ikhlas jika Kelviano meninggalkan pondok ini. Jika dia benar-benar tidak kembali, lalu siapa yang akan mengganggu hari-harinya? Lala menggelengkan kepalanya. Nggak, nggak boleh sampai jatuh cinta. Dosa. Lala menghembuskan nafas untuk menetralkan sesak yang tiba-tiba menyeruak di dadanya. Ia menghampus air matanya. Lala terkekeh mengapa ia menangis, padahal kan cowok itu bukan siapa-siapanya.
Lala sedikit mendongakkan pandangannya. Matanya menyipit memandang kertas yang tengah terbang ke arahnya, entah bentuk apa belum jelas karena terkena pancaran sinar matahari. Angin berhembus sangat kencang, membuat kertasnya mendarat tidak sesuai tujuan. Kertasnya tersangkut di dahan pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cintanya Ning Lala ( End )
Romansa"Bisa baca Al-Qur'an?" Tanya Lala tanpa menatap Kelviano sedikit pun. "Maksud lo apa?" "Saya tanya, apa kamu bisa baca Al-Qur'an?" ulangnya untuk memperjelas. "Emang kalo mau kenalan terus nikah sama lo, harus bisa baca Al-Qur'an?" Lala menghela naf...