18. Sepasang Merpati

64 19 16
                                    

Happy Reading💐

***

Suara adzan Subuh yang berasal dari Masjid utama Pondok Pesantren terdengar. Tetapi tidak membuat Kelviano terusik dari tidurnya. Laki-laki itu justru semakin menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya dan meringkuk memeluk bantal guling miliknya.

Agam menghentikan langkahnya di pelataran depan kamar Kelviano dan teman-temannya.  Agam melangkah mendekati pintu kamar bercorak cream itu. "Assalamualaikum," Agam mengetuk-ngetuk pintu di hadapannya.

Tidak mendapat respon sama sekali. Agam kembali mengetuk pintunya. Kali ini sedikit lebih keras. "Assalamu'alaikum. Ayo bangun. Jam'ah dulu.."

Hening. Masih tidak ada respon sama sekali. Agam menghembuskan nafasnya pelan. Lalu ia mencoba untuk memutar knop pintunya dan ternyata-

Krek.

Pintu terbuka. "Astagfirullah, kenapa dari tadi nggak ada yang bilang sih, kalo pintunya nggak dikunci," gerutu Agam seraya memasuki kamar mereka. Ketika sudah berada di hadapan mereka. Agam menggelengkan kepalanya. Benar-benar kebo.

Karena kasur Kelviano yang lebih dekat dengan jarak ia berdiri. Dan mengingat bahwa Kelviano yang paling susah dibangunkan. Agam memilih untuk  membangunkan Kelviano terlebih dahulu.  Agam terus menggoyang-goyangkan tubuh Kelviano. Membuat laki-laki itu sedikit terusik.

"Minggir Daff.. gue masih ngantuk ish.." Kelviano berbalik memiringkan badannya  ke arah kanan. Lalu menarik selimutnya kembali.

Ketika hendak membangunkan Kelviano lagi. Tiba-tiba Atlas  menepuk pundak Agam membuatnya sedikit tersentak. Lalu menoleh menatap Atlas dengan alis bertaut.

"Bukan gitu Gus cara bangunin kebo.." Atlas sontak mengambil gelas yang berisi air di atas nakas. Detik kemudian, Atlas menyiramkannya ke wajah Kelviano.

"Banjir.. banjirrr..banjirrr..."

Kelviano langsung beranjak dari tidurnya dengan wajah basah kuyup. Ia menatap sengit ke arah Atlas yang sedang tertawa terbahak-bahak.

Atlas sedikit membungkukkan badannya. Lalu mencondongkan sedikit wajahnya sehingga jarak antara wajahnya dengan wajah Kelviano sangat dekat. "Liur lo tu banjir," ledek Atlas sembari meraup wajah Kelviano.

Kelviano menepiskan tangan Atlas. "Tangan lo bau jengkol,"

Atlas melotot. Dengan segera mencium tangan miliknya. "Bau wangi ko, ini juga bau sabun lo."

Kelviano sedikit terkejut dengan ucapan Atlas. Apa yang dia katakan? Sabun miliknya? Atlas memakai sabun miliknya tanpa Izin? Tidak! Tidak bisa dibiarkan.

"Lo pake sabun milik gue?!" ucap Kelviano dengan suara naik satu oktaf.

"Hah.. nggak lah, mana mungkin," elak Atlas gugup.

Kelviano menatap Atlas menyelidik, membuat laki-laki itu semakin gugup. "Jangan boong lo."

"Dih nggak percaya banget lo," bantah Atlas emosi.

Agam memijat pelipisnya. Sungguh, sangat lelah. Agam sendiri heran, mengapa kedua santrinya ini selalu saja mempeributkan hal-hal yang tidak berguna. Kadang, perkara kecil pun bisa menjadi besar jika sudah berhadapan dengan Kelviano. 

Mengejar Cintanya Ning Lala ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang