Bab 6 - Patahkan Sayapku!

14 3 1
                                    

Foto bekal makanan dan tumblr cup jus sayuran yang sang mama buat untuk asupan gizi, Nasta kirim via Whatsapp bersanding dengan sepotong bakpau isi ayam pedas yang dibelinya di kantin. Nasta duduk di meja kantin yang tidak terlalu ramai diduduki, mungkin karena dekat dengan wastafel. Nasta menikmati makanannya dengan ogah-ogahan. Matanya kalap pada anak-anak yang menikmati gorengan dengan rawit hijau sambil minum es teh dan es-es lainnya yang warna-warni nan menggiurkan. Namun, Nasta hanya bisa menelan ludahnya saja.

Terlihat segerombolan siswa membawa bola basket di tangan masing-masing. Mereka tampak berkeringat, Nasta tersenyum saat mereka menghampiri mejanya. Remaja laki-laki itu lekas menyantap makanannya. Nasta mengangkat sedikit tangannya ke udara. “Hai, bagaimana kelas hari ini?” tanya Nasta saat mereka semakin dekat dengannya. Gerombolan siswa yang diketuai Saraga itu berkumpul di dekat meja Nasta.

Saraga, sosok ketua klub basket yang sudah melanglang buana sampai ke laga persahabatan se-kabupaten itu duduk di hadapan Nasta. Remaja laki-laki bermata sehitam belanga nan jeli itu menatap saksama wajah Nasta yang berseri-seri seperti biasanya menampilkan gingsul. Saraga bertanya, “Kamu hari ini latihan?”

“Iya, sampai minggu depan. Soalnya minggu depannya lagi, kan, sudah masuk jadwal belajar untuk UKK. Kenapa, Ga?” balas Nasta balik menanyai.

“Mau ngajak nonton. Kita mau main sama para kunyuk sekolah sebelah. Biasalah ada anak mereka yang merasa tersenggol postingan kita soal laga persahabatan kemarin sama SMK negeri sebelah.” Saraga mencomot bakpau ayam milik Nasta tanpa ragu-ragu.

Nasta meneguk ludah, ia menarik kedua sudut bibirnya dengan lembut sambil menatap dalam. “Oh, memangnya postingan apa?” tanya Nasta meneguk jus sayur dari tumblr cup.

“Soal klub basket paling keren dan populer saat ini, yang anggotanya tidak pernah punya skandal sama guru BK,” jawab Saraga tersenyum sembari mengerling genit pada Nasta.

“Oh ....” Nasta mengalihkan pandangannya pada kotak bekal yang sudah hampir raup. “Aku latihan, Ga. Kayaknya tidak bisa.”

“Latihan mulu, tidak bosen apa, Ta? Sekali-kali libur lah, kita juga bawa nama baik sekolah tapi ada liburnya, kok.”

Nasta hanya tersenyum kecil. Hatinya gemetar, bahkan kedua bola matanya pun. Sayang, Nasta tak mampu menjawab apa pun selain tersenyum simpul. Nasta menyelesaikan makannya bertepatan dengan bel akhir istirahat yang menggema memaksa semua anak-anak untuk kembali ke kelas masing-masing walau masih ada yang makan dan minum.

Nasta dan kawanan Saraga bergegas, mereka sesekali saling senggol soal prestasi masing-masing. Namun, Nasta tidak banyak menjawab atau merespons. Remaja laki-laki itu hanya senyum-senyum saja. Dalam hati, ada rasa kesal karena membahas semua prestasi itu rasanya membosankan. Sebab, semuanya hanya tentang si pintar, si paling rajin dan si paling istimewa. Tanpa sadar ada si paling lelah, si paling terbebani dan si paling frustrasi.

Di waktu yang sama, Nais sedang berjalan dari perpustakaan menuju kelas. Hari ini ia tidak makan di kantin karena tadi pagi sarapan dengan porsi lumayan banyak dan ia masih dalam kondisi kenyang. Pikirnya, kalau ditambah makanan baru, bisa saja membuatnya mengantuk. Bisa gawat kalau iya, pasalnya jam setelah istirahat adalah si musuh semua jiwa. Matematika dan fisika.

Nais berpapasan dengan Nasta. Keduanya sempat saling tersenyum, sebab keduanya merupakan murid paling terkenal di klub dan ekskul. Nais sempat menoleh lagi ke arah Nasta yang sudah mulai berpijak memasuki kelasnya yang berjarak dua pintu dari kelas Nais.

“Kenapa, Nasta ganteng, ya?” lontar Sahia-teman satu kelas Nais yang tiba-tiba muncul dari belakang. Gadis berponi belah dua itu menjulurkan kepalanya ke arah luar pintu berharap bisa melihat punggung Nasta masuk kelas. Sayang, Nais sontak mendorong kepala gadis itu dari hadapannya.

[TERBIT] A Letter from Nasta ✔ | [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang