Bab 9 - Ramalan Pengisi IPA 1

13 2 4
                                    

Obrolan tentang liburan pasca UKK masih merebak di kantin, di klub, bahkan tak jarang di kelas, di sela-sela jam kosong. Nasta merasa telinganya sudah cukup kebas dengan desas-desus warga sekolah soal dirinya yang tak pernah meluangkan waktu untuk menikmati kebersamaan bareng anak-anak seangkatannya. Nasta mengembuskan napasnya sambil menyandarkan kepala di atas meja.

Jam saat ini menunjukkan pukul tujuh kurang dua menit. Hari Selasa menjadi hari paling Nasta benci secara dadakan sebab masalah ini. Setelah libur tiga hari termasuk Minggu, Nasta pikir sekolah akan lebih menyenangkan begitu, sebab anak-anak akan mulai sibuk dengan persiapan porseni yang selalu diadakan setiap akhir tahun ajaran barunya. Namun, orang-orang ternyata masih sibuk dengan dirinya. Nasta merasa sumpek, padahal ke sekolah harusnya jadi tempat buang sumpek. Malah double sumpek.

Bel tanda kelas dimulai sudah menggema di seluruh pelosok sekolah. Seperti yang disinggung oleh wali kelas dalam obrolan grup, bahwa untuk Selasa sampai Sabtu mendatang akan diadakan remedial, disambung minggu esoknya akan diadakan porseni. Di mana anak-anak bisa melepaskan penat sambil mendapatkan hiburan atau menyalurkan unek-unek mereka dalam berbagai lomba antar kelas ataupun apresiasi mereka dalam membuat satu karya seni.

Namun, tak tampak akan ada guru yang masuk untuk memberikan remedial. Anak-anak berkumpul dengan kelompoknya masing-masing, meskipun tak sedikit pula yang memilih untuk mengerumuni Nasta yang terlihat loyo-loyoan di mejanya sembari membaca buku catatan.

“Ta, kan, porseni bakalan dimulai minggu besok. Ajak papamu datang ke sekolah, dong! Siapa tau papamu punya vitamin gitu untuk kita?” kata satu di antara mereka.

“Iya, Ta, lawan kita anak-anak kelas 10A, di kelas itu cukup banyak anak ekskul basket yang notabenenya badan mereka lebih besar-besar!” timpal anak lainnya sambil memandang lincah.

“Iya, apalagi kalau ada tarik tambang kayak di porak semester satu lalu, auto tumbang!”

Anak-anak tertawa menggoda Nasta, tetapi yang digodanya hanya diam saja tidak memberikan perlawan. Dalam hati, cukup muak dengan segala basa-basi yang dunia tawarkan pada dirinya.

Sementara itu, di kelas 10E, Nais dan geng cewek-cewek kelasnya tengah asyik berguyon soal siapa yang akan remedial di mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, jawabannya, ya, Sahia. Sosok yang dikenal bebal di mata guru. Selain karena tingkahnya yang sedikit nyeleneh, Sahia memang kerap kali mabal dalam mengumpulkan tugas.

Stop roasting aku!” pekik Sahia dengan tatapan kesal.

“Iya, nih, kalian bikin Sahia naik darah, awas pulang nanti dicegat, tuh, di belokan depan!” canda Nais sambil mengacak-acak rambut Sahia, gadis itu pun mendesis semakin kesal.

“Oh, iya, ngomongin remedial, kita sudah bisa tebak siapa langganannya. Kira-kira di kenaikan nanti pas rolling class siapa, ya, yang bakalan ngisi jajaran bangku IPA 1?”  Zia ikutan nimbrung, sosok penghuni ekskul voli putri itu duduk tumpang kaki di sebelah Nais.

“Yah, si Nais pasti salah satunya!” celetuk seorang siswa yang duduk di meja pojok kelas. Si empunya namanya menoleh sambil mendesis.

“Tidak mau ah, beban tau!” sahut Nais dengan sewot.

Sahia menyentuhkan tangannya ke belakang kepala Nais. “Kamu salah satunya, sama si Barran, tuh, aku yakin seratus persen. Tahun lalu angkatan Kak Ocha, anak-anak IPA 1 isinya para Bintang Idola semua. Kamu sama Barran, kan, Bintang Idola klub animals lover!” ujar Sahia seraya mengerling sok kecakepan.

“Kalau boleh milih, sih, aku tidak mau,” kekeh Nais mengerucutkan bibirnya sebal.

“Kalau kata gue yang pasti bakalan ngisi jajaran depan bangku kelas IPA 1 udah jelas Nasta, sejak awal masuk sekolah dari MPLS, banyak guru yang mau Nasta ada di kelas grade A ples itu!” sela seorang siswi yang duduk di belakang Zia, gadis yang asyik memainkan cat kuku itu melirik geng cewek-cewek tersebut.

[TERBIT] A Letter from Nasta ✔ | [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang