♪ 𝔗𝔴𝔢𝔫𝔱𝔶 𝔉𝔬𝔲𝔯

1.1K 187 56
                                    

『Ⓗ︎Ⓐ︎Ⓟ︎Ⓟ︎Ⓨ︎ Ⓡ︎Ⓔ︎Ⓐ︎Ⓓ︎Ⓘ︎Ⓝ︎Ⓖ︎』

Satu minggu berlalu. Keluarga Itoshi kembali menghangat karena kedua anggota keluarganya telah kembali pulang.

Perasaan senang pun kini menghampiri (Name) yang tengah mengemasi barang-barang dan baju-bajunya. Esok hari, ia akan pergi ke negeri Harry Potter. Alias Inggris. Dimana itu adalah tempat organisasi voli White Eagle berada.

Ia bersenandung ria sembari memasukkan satu persatu barang ke dalam tas. Di bantu juga oleh kedua kakaknya.

"Cie yang besok mau pergi." Sang sulung menyenggol bahu sang adik. Adik perempuannya itu mendelik ke arahnya.

"Jangan lupa cari jodoh ye. Jangan sama si Jamet Jerman," timpal Rin yang di hadiahi satu pukulan di kepalanya.

"Maksud lo apa ya nyari jodoh?" (Name) menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Rin mengusap-usap kepalanya yang terasa nyeri. "Ya siapa tau dapet cowok lain yang lebih pantes dari Si Jamet Jerman," ucap Rin.

Ah, (Name) terdiam. Perkataan Rin memberikan satu tusukan di dalam hatinya. Jujur saja, ia sudah mulai menaruh hati pada Kaiser semenjak acara besar di perusahaannya.

Tak menjawab ucapan Rin, (Name) kembali memasukkan bajunya ke dalam koper dengan wajah muram. Kedua kakaknya itu saling bertatapan sebelum akhirnya kembali mengemas barang-barang sang adik.

Ketiga manusia bermarga Itoshi menghabiskan waktunya dengan mengemasi barang adiknya. Karena jangka waktu yang lumayan lama, jadi mereka harus dengan benar-benar mempersiapkannya.

Tiga puluh menit tak terasa mereka habiskan. Dan kini barang-barang sudah selesai di kemas.

"Bang," satu panggilan namun membuat kedua kakaknya menyahut.

"Uy," jawab mereka bersama.

"Nanti sore (Name) mau ketemu Kaiser. Kemungkinan juga lama. Terus kalau rumahnya mau di kunci gak pa-pa, (Name) bawa kunci cadangan," jelas gadis itu.

Sae mengangguk, sedangkan Rin menggeleng. Perbedaan respon kedua kakaknya itu membuatnya semakin ragu untuk mengucapkan salam perpisahan pada Kai- kekasihnya.

"Gak ada acara ketemuan sama itu Jamet Jerman," ucap Rin dengan nada penuh penekanan.

(Name) menggigit bibir bawahnya. Ia sudah tahu pasti Rin tidak akan memberikannya izin lantaran kakak beda sepuluh menit itu tahu bagaimana kelakuan Kaiser tanpa adanya dia dan Sae.

"Tapi ka-"

"Gak ada tapi-tapian. Lo mau di banting-banting lagi sama itu Jamet? Udah deh, jangan cari gara-gara."

(Name) menunduk menyembunyikan wajahnya yang menahan tangis mendengar ucapannya. Memang benar Kaiser lebih suka menyiksanya, tapi disisi lain Kaiser pun punya sisi baiknya yang jarang diketahui orang lain.

"Rin, udah biarin aja." Sae mengangkat suara. Dihadiahi tatapan tajam oleh Rin, Si sulung itu mengusap pundak Rin. "terakhiran," sambungnya.

Rin menepis tangan Sae di pundaknya. Kemudian bangkit dan meninggalkan mereka berdua di dalam kamar.

Saat itu, Sae menghela nafas berat. Ia lantas berdiri dan duduk di kasur tepat disebelah si bungsu.

"Kalau mau ketemu, ketemu aja. Lupain ucapan Rin. Masalah ngereog dia, biar nanti Abang yang urus," ucap Sae mengelus puncak rambut sang adik dengan lembut.

Adik perempuannya masih terdiam. Sebelum beberapa detik kemudian mulutnya terbuka mengucapkan sesuatu.

"Emang Kaiser se-jahat itu di cap sama bang Rin?" Kepalanya mengangkat. Menatap lautan hijau kakaknya dengan tatapan sendu.

𝐓𝐫𝐨𝐮𝐛𝐥𝐞 𝐌𝐚𝐤𝐞𝐫 : 𝐌. 𝐊𝐚𝐢𝐬𝐞𝐫 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang