♪ 𝔖𝔭𝔢𝔰𝔦𝔞𝔩 ℭ𝔥𝔞𝔭𝔱𝔢𝔯 ᵒⁿᵉ

1.7K 149 2
                                    

『Ⓗ︎Ⓐ︎Ⓟ︎Ⓟ︎Ⓨ︎ Ⓡ︎Ⓔ︎Ⓐ︎Ⓓ︎Ⓘ︎Ⓝ︎Ⓖ︎』

Siapa yang selalu tak menyangka jika pada akhirnya tuhan memberikan jodohnya yang merupakan seseorang yang selalu menyiksanya ketika dulu?

Jawabannya (Name). Dia selalu tak pernah menyangka dapat menikahi seorang Michael Kaiser.

Kini dirinya duduk, memperhatikan foto pernikahannya. Ia masih ingat bagaimana Kaiser yang mengucapkan janji suci di depan altar. Dan juga, ia masih ingat bagaimana ketika ia melihat Kaiser menangis bahagia.

Dan kini, mereka berdua telah membangun keluarga kecil mereka. Kisah cinta mereka yang awalnya begitu tragis, kini dapat terbangun kembali bersama dengan pilar-pilar yang ikut mempertahankan dan memperjuangkan kisah romansa mereka berdua.

"(Name)?" Suara khas dari suaminya memanggilnya. Membuat sang empunya menolehkan kepalanya.

"Iya Kai?" jawabnya dengan lembut.

Pemuda itu kemudian berjalan mendekatinya yang berada di atas sofa. Kaiser duduk di sebelahnya lalu mencium sekali dahi istri tercintanya.

"Kenapa ngelamun? Ada masalah?" tanyanya sembari mengelus perut buncit istrinya.

(Name) tersenyum lalu menggeleng. Ia kemudian ikut menyentuh tangan Kaiser yang sibuk mengelus perutnya yang berisi anak kedua mereka.

"Main bola yu, (Name)," ujar Kaiser dan (Name) mencubit gemas pinggang suaminya.

"Kamu gila. Aku lagi hamil gini masa main bola," jawab (Name) dan Kaiser terkekeh pelan.

Pemuda itu kemudian mencubit gemas pipi istrinya, lalu menciumnya. "Kamu tuh, masa main voli bisa pas hamil, main bola juga bisa dong."

(Name) hanya bisa tertawa mendengar sang suami berkata demikian. Saat umur kandungannya menginjak dua bulan, ia pernah mengikuti kejuaraan voli dan beruntung janin dalam kandungannya kuat.

"Emang kenapa si harus main bola?" (Name) kini menyubit hidung mancung Kaiser.

"Biar jadi pemain bola kayak aku."

Gadis yang mini menyandang nama Kaiser itu hanya bisa geleng-geleng. Keinginan suaminya untuk menjadikan anak-anaknya seperti dirinya benar-benar sudah direncanakan dari sejak dalam kandungan.

"Kalau anaknya perempuan, berarti harus bisa jago voli kayak aku." Wanita itu kini menyenderkan kepalanya di bahu lebar Kaiser.

Menumpahkan rasa lelahnya pada hari ini yang sudah berbadan dua lagi. Rasanya begitu lelah menjadi seorang ibu. Namun rasa lelahnya itu hilang ketika melihat senyuman dari sang anak dan juga kata-kata motivasi yang selalu terucap dari bibir mungilnya.

Walaupun usianya masih belia, namun Erion sudah didik dengan baik oleh (Name). Ia selalu menjauhi didikan yang menghindari kekerasan.

Kenapa? Karena ia tak mau apa yang terjadi padanya dulu terjadi untuk kedua kalinya kepada anaknya.

"Kok perempuan? Harus laki-laki lah," protes Kaiser ketika tak menerima perkataan (Name).

(Name) menghela nafas. "Jangan gitu dong. Mau apapun gendernya, harus kamu terima."

"Terus kalau waria kamu mau nerima?"

𝐓𝐫𝐨𝐮𝐛𝐥𝐞 𝐌𝐚𝐤𝐞𝐫 : 𝐌. 𝐊𝐚𝐢𝐬𝐞𝐫 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang