Chapter 17 || Pergi, untuk tenang.

182 12 0
                                    


***

Seharusnya Ramadhan kali ini adalah ramadhan yang bahagia bagi mereka, ketujuhnya sudah membuat rencana jauh sebelum ramadhan kalau mereka akan pergi ke tempat-tempat indah saat lebaran nanti, namun nyatanya itu semua tidak akan terjadi. Memang benar ternyata, manusia hanya membuat rencana dan Tuhan yang menentukan akhirnya.

Keadaan Haikal semakin memburuk, dokter memang tidak mengatakannya secara langsung tapi semuanya tau hal itu. Yang mereka lakukan saat ini hanya berdoa agar pemuda itu baik-baik saja, walau nampaknya mustahil hal itu akan terjadi.

Mahen terus saja memandangi pemuda itu dari luar, dokter dan suster belum memperbolehkan satupun masuk kedalam UGD. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan mereka satupun tidak ada yang tidur sama sekali bahkan Ajeng saja tidak meninggalkan rumah sakit.

Jeje tau gadis itu lelah seharian disana jadi dia mencoba membujuknya untuk pulang, "Jeng, kamu aku antarin pulang yah?" ucapnya merayu.

Ajeng menggeleng, lalu menatap jeje dengan mata sembabnya, "Gimana aku bisa pulang Je, sedangkan keadaan Haikal seperti itu."

Jeje mengelus rambut gadis itu dengan lembut mencoba menenangkannya yang kembali menangis, "Tapi kamu pasti capek terus disini, pulang dulu yah malam ini besok pagi bakal aku jemput kesini lagi."

Ajeng tetap saja menggeleng. Ternyata selama ini Haikal benar-benar mencintainya, surat yang tadi baca terus gadis itu genggam dengan kuat ditangannya dan berjanji apabila Haikal bangun dia akan berterima kasih karena sudah menulis surat yang begitu indah.

Dia tidak tau, mencintai dirinya mungkin hal yang sangat menyakitkan untuk Haikal, Ajeng pikir dirinya sudah terlalu banyak menyakiti pemuda itu. Gadis itu tau Haikal adalah orang yang sangat baik yang pernah dia kenal.

"Ini salah aku Je, andai aku tau perasaannya dari dulu." ujar Ajeng dengan suara parau miliknya.

"Ini bukan salah kamu Jeng, jangan nyalahin diri buat keadaan Haikal saat ini."

Kalau bisa dibilang Jeje yang sangat merasa bersalah disini. Andai saja waktu itu dia tidak terlalu egois untuk ikut mengatakan juga kalau dia mencintai Ajeng mungkin keadaan Haikal tidak seperti ini. Bahkan senyuman Haikal waktu itu masih terbayang-bayang dalam ingatan Jeje, ingatan yang begitu menyakitkan.

Tak lama dokter keluar dari ruangan UGD lalu semuanya bangkit dari duduk masing-masing dan menuju ke arah dokter yang baru saja keluar.

"Keadaan teman saya bagaimana dok?" tanya Cahyo.

"Anda tau bukan, bahwa keadaan sebelumnya memang sudah buruk, ditambah kecelakaan yang dia alami semakin memperburuk keadaannya."

"Teman anda sudah sadarkan diri, saya tidak dapat memastikan sampai kapan dia bisa bertahan tapi kalian bisa melihat dia kedalam."

Mereka semua tidak tau apa maksud dari perkataan dokter, dan mereka tidak mau tau penjelasannya. Tanpa basa-basi lagi semuanya akhirnya masuk kedalam. Dapat mereka lihat langsung keadaan Haikal, luka di mana-mana dan alat medis yang begitu banyak melekat di tubuhnya.

Ajeng tidak bisa mendekat, gadis itu berdiri di sudut ruangan memandangi teman-teman Haikal yang menghampiri pemuda itu lalu memeluknya. Hatinya hancur lebur melihat keadaan pemuda itu. Bunga ditangannya dia genggam erat-erat dan juga kado dari Haikal.

Teman-teman Haikal tak bisa untuk tak menangis. Begitu sakit melihat sangat sahabat terbaring tak berdaya diranjang rumah sakit. Sedangkan Haikal sebisa mungkin tersenyum walau seluruh badannya serasa sakit semua.

"Sakit... Semuanya sakit..." rintihnya membuat yang lain semakin tak tega melihatnya.

Jeje mendekat kearah Haikal, "Maaf kal, maafin gw."

Lucknut sirkel [Nct Dream] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang