Chapter 18 || Rasa kehilangan

105 7 0
                                    


***

Hari ini Ajeng meminta Jeje untuk menemaninya ke makam Haikal. Kemarin gadis itu tidak sempat menghadiri pemakaman Haikal, jadi baru hari ini dirinya ke Bandung untuk menemui Haikal di peristirahatan terakhirnya.

Jeje dan yang lainnya sengaja untuk tidak pulang dulu ke Jakarta, mereka ingin berlama-lama dulu diBandung. Hari ini memang bertepatan hari lebaran, namun keluar mereka masing-masing juga mengizinkan untuk tidak pulang dulu.

Setelah menemani Ajeng ke makam Haikal, gadis itu langsung pamit untuk kembali pulang sebab dia juga harus ke Jogja menemani orang tuanya merayakan hari raya idul fitri. Jeje hendak ingin mengantarnya namun gadis itu menolak dan mengatakan dirinya bisa sendiri, lagi pula dia tau bahwa Jeje sedang sangat berduka.

Tentu saja mereka semua masih dengan luka yang sama. Baru kemarin mereka menguburkan Haikal, yang tentu saja masih sangat membekaskan luka dihati mereka semua. Tapi inilah kehidupan, mereka semua harus mencoba untuk tetap hidup dan menjalani hidup seperti biasanya.

Mereka sepakat menghabiskan hari raya di Bandung, sambil menelusuri kota kelahiran Haikal tersebut. Pantas saja pemuda itu sangat betah dikampung halamannya dulu, ternyata suasananya begitu nyaman dan indah. Pemandangannya sangat indah dan menyejukkan, orang-orang disana juga ramah.

Mereka memilih untuk menepi sejenak dipinggir danau setelah sekian lama memutari kota. Pagi yang tadinya berembun kini menjadi sore yang dipenuhi cahaya jingga khasnya. Mereka duduk berdampingan di pinggir danau itu sambil menatap hamparan air danau yang terlihat begitu tenang dan menenangkan.

"Bandung indah yah." ujar Nono.

Yang lain hanya mengangguki perkataan pemuda itu tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan mereka dari air danau.

"Bakal lebih indah kalau ada Haikal." sambungnya membuat yang lain menoleh kearahnya.

Jeje tersenyum tipis, "Semuanya memang nggak bakal bisa selalu sama, No. Bandung bakal tetap sama, dan Haikal juga akan tetap ada disamping kita."

Jeje memberi jeda sejenak pada kalimatnya, memberi ruang kepada dirinya dan teman-temannya untuk mengambil nafas dalam-dalam.

"Jangan takut, Haikal nggak akan pernah ninggalin kita."

Raihan menghembuskan nafas pelan kemudian ikut tersenyum. Pertama kali kenal Haikal, anak itu masih sangat berbicara dengan bahasa Bandung yang khas dan masih sangat sopan. Semakin lama mereka mengenal, tentu saja nada bicara pemuda itu semakin berbeda. Raihan memejamkan matanya pelan kemudian kembali membuka matanya. Hidup harus tetap berjalan.

"Setelah ini kita mau kemana?" tanya icung.

"Kemana ajah. Ketempat-tempat indah yang bisa buat kita tau kalau dunia juga nggak terlalu jahat banget, nggak terlalu buruk." jawab Cahyo.

Mahen terkekeh pelan. Mendadak semuanya jadi tidak receh seperti dulu lagi. Tapi dia bersyukur, mereka semua masih memilih untuk tetap bertahan di tengah-tengah luka yang mereka alami.

Senja yang tadinya tidak begitu terang kini sudah semakin menunjukkan kecerahan. Indah sekali, mereka menatap itu penuh dengan haru. Memang benar kata orang-orang, luka itu pasti akan datang namun Tuhan akan mengobatinya dengan hal yang lebih indah. Sesederhana itu, namun bisa mengobati hati mereka.

Jeje menatap matahari yang mulai tenggelam tersebut. Terbayang wajah Haikal disana sedang tersenyum lebar, sambil mengatakan agar dia terus bahagia walau tanpa hadirnya. Pemuda itu juga ingat betul, anak itu sangat ingin melihat senja bersama mereka sekali lagi.

Hati Jeje masih sakit, masih rapuh, masih hancur, belum bisa kembali seperti dulu. Masih banyak rasa penyesalan dalam dirinya, masih banyak kata andai yang dia ujarkan dalam dirinya. Selama ini Jeje tidak mengerti bagaimana cara agar benar-benar mengikhlaskan seseorang, namun mungkin kali ini dirinya akan mulai belajar akan hal itu.

Lucknut sirkel [Nct Dream] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang