Bara tidak hadir di acara perpisahan yang murid-muridnya atur. Lelaki itu lebih memilih mengurung diri di kamar seharian penuh. Tidur, mengkhayal, lalu tidur lagi.
Ia merasa dunia tidak lagi menarik. Terlebih, setelah Bara putuskan menjauh, Alara pun juga bersikap sama. Satu kali pun, perempuan itu tak pernah menghubunginya. Seolah di antara mereka benar-benar tak ada apa pun.
Bara sudah berusaha menerima kenyataan. Alara tidak menginginkannya. Perempuan itu tak punya niat untuk hidup bersamanya. Namun, entah kenapa, Bara terus saja merasa tak rela itu terjadi.
Bahkan, pikiran piciknya kerap menguasai. Memang, kenapa kalau Alara tidak punya perasaan padanya? Cinta bukan satu-satunya alasan untuk menikah. Bara tidak peduli Alara menyukainya atau tidak, selama mereka bisa menikah.
Bara merasa ia harus bersama Alara. Entah untuk apa, entah karena apa. Cinta? Apa Bara tidak jera pada yang namanya cinta?
Dulu, Bara juga merasa jatuh hati pada Jesica. Namun, lihat yang mantan istrinya itu lakukan. Berkhianat di belakang Bara.
Apa itu tidak cukup membuat Barata anti pada cinta? Apa Bara tidak cemas kalau-kalau nanti Alara juga bisa melakukan hal serupa?
Tidak. Alara tidak mungkin berselingkuh seperti Jesica. Adi bilang, pacar saja Alara tak pernah punya. Bara yakin Alara perempuan setia. Sesuai dengan apa yang Bara idamkan. Namun, masalahnya, Alara tidak mau dengan Bara.
Ketukan di pintu kamar membuat Bara terpaksa bangkit dari kasur. Ia bukakan pintu pada Anin.
"Nggak jadi pergi? Bukannya hari ini mau cek panen jagung?"
Bara mengangguk lesu. "Iya. Ini mau pergi."
"Udah makan, belum?"
"Udah." Kemarin, sambung Bara dalam hati. Ia menutup pintu kamar dari luar, kemudian pamit.
Pria itu pikir, untuk apa makan, kalau tetap akan lapar juga? Teringat lapar dan makan, Barata meringis saat naik ke motor.
Ia tepuk dadanya yang terasa kebas. "Hubungin kek, La. Tahan benar nggak kontek aku selama ini," sungut pria itu lesu.
***
Barata meneguk air dari botol dengan rakus. Sekarang pukul sembilan malam. Dan ia baru selesai membantu mengangkuti karung-karung berisi jagung ke atas truk.
Tadinya, Barata hanya ingin mengontrol. Seperti biasa. Namun, rasa bosan yang ada membuatnya tertarik untuk ikut memikul karung-karung berat itu ke truk. Siapa tahu, rasa lelah bisa mengalihkannya dari nelangsa yang ada.
"Kalau barang udah sampai di gudang, kabari, ya, Jon," kata Bara pada salah satu pekerjanya.
"Iya, Bos. Mau pulang sekarang?"
Bara mengangguk. "Udah dapat capeknya." Lelaki itu tertawa tawar. "Saya duluan, ya." Menyalakan mesin motor, ia pun meninggalkan ladang jagungnya.
Untuk mencapai jalan besar, Bara harus melewati jalan setapak yang berbatu dan lumayan kecil. Mungkin, karena dipengarahui rasa lelah, pria itu sempat hilang fokus, hingga tak sengaja tergelincir. Bara dan sepeda motornya jatuh ke selokan di sisi kanan jalan yang sempit.
Kaki Bara sakit karena sempat tertindih si kuda besi. Pelipis pria itu juga lecet karena bergesekan dengan batu yang lumayan runcing.
Di tengah ringisan yang bibir pria itu suarakan, Barata tanpa sadar bersungut. "Ala, aku jatuh."
***
Melihat ibunya keluar dari kamar, Ala duduk tegak, menaruh laptopnya di meja.
"Ibu mau ke mana?"
![](https://img.wattpad.com/cover/338757629-288-k753767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Doesn't Need Husband
RomanceTak pernah Alara sangka jika liburan tiga hari bersama teman SMA akan mengubah seluruh jalan hidupnya. Alara bertemu kembali dengan Barata, laki-laki yang sudah diam-diam ia sukai selama delapan tahun. Selama liburan, sesuatu yang tak pernah diduga...