Piknik kecil di tepian sungai menjadi kegiatan yang Anin lakukan untuk merayakan ulang tahun putra pertamanya, Arsen. Adiknya Bara itu hanya mengundang keluarga inti untuk diajak makan siang bersama, sesuai rencana.
Syukurnya, Alara bersedia hadir hari ini. Perempuan itu datang dengan membawa kado pula. Seperti yang sudah direncanakan, Anin, Andre dan keluarga lainnya berpura sibuk mengurusi pasangan mereka masing-masing dan seolah lupa pada Bara.
Tadi, Bara sudah tidak kebagian kue ultah Arsen. Alhasil, pria itu mencicipi miliknya Alara. Sekarang, saat acara makan siang sedang berlangsung, Bara sengaja dibiarkan mengurusi dirinya sendiri.
"Makan, Alara. Jangan sungkan." Anin berucap demikian, sembari mengambilkan piring untuk dirinya dan sang suami.
Alara mengangguk sungkan. Perempuan itu sudah menyendok nasi ke piringnya, saat menemukan Bara di sebelah hanya menunduk. Di depan pria itu tak ada piring atau air minum.
Kebetulan dekat dengan letak piring, Alara mengambilkan satu untuk Bara.
"Abang, gak makan?" tanyanya sembari menyenggol siku Bara yang terus menatapi karpet yang menjadi alas duduk mereka.
Bara mengangguk tak bersemangat. Pria itu mencari letak piring, Hendak berdiri untuk mengambil, tetapi Alara lebih dulu mencegah.
"Aku ambilkan mau?" Alara mengangkat piring kosong yang tadi ia ambil.
Bara mengangguk lagi.
Mendapat persetujuan, Alara menyendok nasi ke piring tadi. Ia ambilkan sekalian lauk dan sayur. Setelah piring tadi dirasa penuh, ia taruh di depan Bara.
"Minumnya mau jus atau air putih?"
Bara terdiam menatapi wajah gadis itu. Tahu-tahu, hatinya diselimuti haru.
"Bang?"
"Air putih aja," jawab pria itu dengan suara serak.
Alara bangkit dari duduk untuk mengambil satu botol air mineral di dekat mobil keluarga Bara yang terparkir tak jauh dari pinggiran sungai.
"Ini," kata gadis itu saat kembali dan duduk di sebelah Bara. Alara mulai menikmati isi piringnya dengan lahap.
Memandangi piring penuh di depannya, Bara merasa hatinya ikut penuh. Pria itu mulai makan. Menikmati tiap kunyahan, sampai suapan pertama habis.
Pria itu lalu terdiam. Kepalanya terus tertunduk. Tubuhnya tampak membeku.
"Kenapa, Bar?" Mora yang sejak tadi mengamati putranya akhirnya bersuara.
"Kenyang, Ma. Bara kenyang. Laparnya Bara udah hilang." Pria itu menengok pada Alara.
Sadar dirinya ditatapi, Alara memelankan gerakan mengunyah. Gadis itu keheranan dengan cara Barata menatapnya sekarang.
"Kenapa?" tanya Alara bingung.
Bukannya menjawab, Bara malah menangkup wajah Alara dalam kedua tangannya.
"Kamu nggak cinta sama Adi, 'kan?"
Alara menyatukan alis. "Pertanyaan macam apa itu?"
"Jawab aku." Bara menunduk putus asa, kemudian menatap Alara dengan sorot mata memohon. "Tolong bilang kalau kalian cuma dekat sebagai teman."
"Ya?" Alara makin kebingungan. Bukannya tadi mereka sedang makan? Apa ada racun di makanan Bara, karena itu si pria jadi mengingau begini?
"Dia cubit pipi kamu kayak kemarin, itu cuma karena kalian temenan, 'kan? Kamu nggak cinta sama dia, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Doesn't Need Husband
Roman d'amourTak pernah Alara sangka jika liburan tiga hari bersama teman SMA akan mengubah seluruh jalan hidupnya. Alara bertemu kembali dengan Barata, laki-laki yang sudah diam-diam ia sukai selama delapan tahun. Selama liburan, sesuatu yang tak pernah diduga...