Bab 23

232 37 4
                                    

Adi tak langsung menuju rumah Alara. Lelaki itu lebih dulu singgah di rumah Rio. Alara memberitahu kalau Rio pulang dan menawari sesuatu.

Jelas Adi tak akan berdiam diri. Ia perlu memastikan sesuatu. Memastikan kalau Rio tak akan melakukan sesuatu yang merugikan Alara.

"Pasti Alara yang kasih tahu." Usai menyapa Adi dan mempersilakan lelaki itu duduk di kursi teras, Rio langsung menuju inti pembicaraan.

"Jangan bilang ini juga bercandaan lo kayak dulu."

Alara pernah mengenalkan Rio pada Adi. Rio ini, kata Alara, adalah salah satu teman sekelasnya saat SMP. Mereka tidak dekat, tetapi kerap pulang sekolah bersama karena bertetangga.

Dulu, waktu SMP, Rio pernah mengajak Alara menikah. Saat itu, Rio yang masih bocah membawa sebuah kalung dan cincin mainan. Katanya ia suka Alara dan ingin menjadikan gadis itu istri.

Dari Alara, beberapa hari lalu Adi mendengar kalau ajakan menikah itu kembali Rio ungkit. Dan Adi perlu memastikan kalau itu hanya gurauan semata, seperti dulu.

"Gue nggak bercanda. Nggak mungkin juga sampai pulang demi bercandaan," jawab Rio lugas.

"Terus? Lo kira Alara bakalan mau?"

Rio mengangkat bahu. "Setidaknya, dia mau mikirin dulu."

Menarik napas, kemudian mengembuskannya, raut wajah Adi berubah serius. "Alara udah dilamar orang," katanya terus-terang.

"Siapa? Lo? Bukannya lo bilang dia cuma adik. Jilat ludah sendiri, ya? Wah, be--"

"Bukan gue!" sela Adi bercampur kesal. "Ada cowok mapan, dewasa dan sayang banget ke Ala."

"Gue maksudnya?"

Adi berdecak. "Lo kalau cuma mau buang waktu untu ngisi liburan, mending nggak usah gangguin Ala, deh."

"Kan Ala belum bilang setuju sama lamaran itu."

"Tahu dari mana?"

"Buktinya, dia bilang mau pertimbangkan tawaran gue."

Adi tak bisa membalas lagi. Itu benar. Alara tak mungkin berkata akan memikirkan soal tawaran Rio, kalau sudah yakin memilih Barata.

Adi mendadak dibuat pusing dengan masalah temannya. Jelas-jelas ia tahu kalau Ala punya perasaan pada Barata. Bukannya menerima pinanngan pria yang dicintai, kenapa Alara malah mengurusi si Rio yang tidak jelas ini?

"Tuh dia pulang." Rio beranjak dari kursi. Pria itu menyebrang untuk menghampiri Alara.

Adi juga ikut. Pria itu membawa sekalian motornya. Saling bertukar pandang dengan Alara, lelaki itu tersenyum jenaka karena diberi tatapan penuh selidik.

"Sejak kapan kalian dekat?" tanya Alara. Ia cukup terkejut saat menemukan Adi malah ada di terasnya Rio, dan bukan di rumahnya.

"Aku cuma mau bahas sesuatu sama Rio," jelas Adi. "Jangan posesif gitu, ah."

"Bahas sesuatu? Soal? Perusahaan tempat kalian kerja merger atau ada proyek kerjasama?" desak gadis itu karena belum menemukan jawaban memuaskan.

Adi berdecak. "Iya, iya. Kami bahas kamu. Puas?"

"Aku? Kenapa aku jadi topik pembahasan dua laki-laki macam kalian?"

Di samping Alara, Rio tertawa. "Ketus banget, sih? Kok bisa cewek ketus gini bikin sayang?"

Sayang.

Sayang katanya.

Rio yang mengucapkan kalimat itu, tetapi Alara malah melihat bayangan orang lain di pelupuk matanya.

Alara Doesn't Need Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang