Selama perjalanan Alara terus menunduk. Matanya sudah basah. Jemarinya saling meremas di pangkuan.
Tak ia sangka Barata akan melakukan ini. Pria itu bilang ingin membalas Alara atas apa yang perempuan itu lakukan sewaktu liburan. Karenanya, Barata ingin mereka ke hotel malam ini.
Dengan iming-iming tak akan mengganggu Alara lagi setelah ini, Alara setuju. Ia bersedia dibawa ke hotel. Namun, bukan berarti perempuan itu tidak takut.
Ia gemetar. Perasaannya juga luar biasa sedih. Ternyata, Bara tak setulus yang ia pikir. Selama ini, pria itu bersikap seolah benar-benar menginginkan Alara sebagai istri. Nyatanya, lelaki itu hanya ingin menjadikan Alara alat pemuas nafsu.
Alara bisa merasakan kalau mobil yang Bara bawa berhenti. Perempuan itu menggigit bibirnya kuat.
"Turun, La."
Suara Bara terasa amat menyeramkan. Pria itu tak lebih dari seorang lelaki jahat kini. Alara luar biasa menyesal sudah menganggap Bara sebagai orang baik sebelum ini.
Bara turun lebih dulu. Pria itu memutari mobil, kemudian membukakan pintu untuk Alara. Melihat si gadis bergeming di tempat, ia berjongkok.
"Udah sampai, Ala."
Pada Bara yang membantu melepas seat belt, Ala melempar tatapan terluka. Tak perempuan itu tahan air mata yang sudah tumpah.
Di depan Alara, Bara malah tersenyum-senyum. "Kenapa nangis?"
Alara menggeleng. Ia seka pipi dan mata yang basah. "Aku cuma kecewa. Kukira, kamu enggak akan sejahat ini."
Niatnya ingin menatap bangunan hotel, Alara terperanjat saat menemukan kalau bangunan di depan mobil itu bukanlah hotel, melainkan sebuah rumah.
Rumah yang Alara kenali. Dengan mata lebar, ia menoleh lagi pada Bara. Lelaki di depannya memperdengarkan tawa.
"Apa sekarang udah yakin kalau niatku memang bukan untuk sekadar bisa tidur sama kamu, La?"
Kali ini air mata Alara yang jatuh adalah bentuk dari perasaan lega. Perempuan itu menarik napas dalam. Ia biarkan isakan lolos dari mulut.
"Mama bikin acara makan malam. Aku juga sebenarnya lupa kalau hari ini lagi ulang tahun," jelas Bara sambil mengusap pelan kepala Alara.
Alara berusaha mengusaikan tangis. Ia menatap Bara dengan perasaan menyesal. Ia sudah menilai pria itu buuk tadi.
"Ini nangis karena takut atau apa, La?"
"Takut," aku Alara.
Bara tak melepas senyum dari wajahnya. Pria itu merentangkan kedua lengan. "Sini peluk, biar nggak takut lagi."
"Boleh?"
Lelaki itu mengangguk. "Janji nggak dibawa ke hotel."
Alara tertawa dengan mata basah di pelukan Bara. "Bercandamu kayak beneran, Bang. Kukira kamu memang cuma pengin nidurin aku. Aku bahkan udah ngatain kamu dalam hati."
"Ngatain apa? Bajingan? Berengsek?"
"Penjahat kelamin."
Tawa Bara berderai. Ia eratkan dekapan pada Alara. "Apa sekarang udah yakin? Sebagai tambahan, aku udah selesai dengan masa laluku, La. Semisal kamu ragu karena ngira aku masih terbayang-bayang mantan istri, kamu salah. Dia selingkuh, ingat dia aku malah marah dan bukannya mengharap balikan."
Tak mendengar Alara menyahut, Bara menarik diri. Namun, Alara mengencangkan belitan lengan di leher pria itu.
Bara membuat usapan naik-turun di punggung Alara. "Aku bener-bener bikin kamu takut, ya? Maaf, ya, Cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Doesn't Need Husband
RomanceTak pernah Alara sangka jika liburan tiga hari bersama teman SMA akan mengubah seluruh jalan hidupnya. Alara bertemu kembali dengan Barata, laki-laki yang sudah diam-diam ia sukai selama delapan tahun. Selama liburan, sesuatu yang tak pernah diduga...