3

4.1K 313 27
                                    


















Suasana jalan di daerah ini sepi. Padahal waktu masih sore, kalau si rumah lama Chika, jam segini masih ramai para ibu-ibu atau anak-anak yang berada di luar rumah sekedar mengobrol dengan tetangga atau para anak kecil akan bermain bersama teman mereka.

"Sepi banget ya Kak," kata Christy.

"Iya Dek. Di sini para warga apa pada anti sosial?" Pikir Chika.

Mereka terus berjalan melihat-lihat rumah sekitar mereka. Sampai netra Chika melihat penjual jajanan. "Dek beli jajan itu yuk." Chika menunjuk pada penjual yang sedang melayani seorang anak kecil.

Christy mengangguk setuju. Mereka beranjak menghampiri penjual lelaki itu. "Permisi Pak, jual apa?" tanya Chika ramah. Karena dirinya masih baru di sini jadi patutnya dia harus bersikap lebih sopan.

"Pentol kuah Dek," jawab penjual itu.

"Beli dua porsi ya Pak."

"Iya Dek, sebentar ya." Bapak ini melayani terlebih dahulu pesanan anak kecil. Penjual ini di lihat-lihat umurnya belum terlalu muda, mungkin, sekaitar tiga puluh delapan tahunan(?) Tapi entah lah, itu hanya tebakan saja.

"Pendatang baru ya Dek? Saya selama jualan di sini baru pertama kali ini melihat kalian," tebak Penjual.

"Iya Pak, kami pendatang baru. Baru kemarin kami pindah ke sini," jawab Chika.

"Kalau boleh tau rumahnya dimana dek?" Tanya Penjual itu lagi.

"Rumah nomor empat belas Pak," jawab Chika lagi. Penjual itu sempat terdiam sejenak mendengar jawaban Chika.

"Ehem, rumah di sini banyak yang kosong, kalau boleh tau kenapa kalian milih rumah yang nomor empat belas?"

"Ayah saya, yang urus itu Pak. Kami tidak tau kenapa alasannya," jawab Chika.

"Memangnya kenapa Pak?" Kali inu Christy bertanya.

Bapak itu terkekeh pelan. "Tidak apa-apa. Ini Dek." Bapak itu memberikan pesanan Chika.

"Berapa Pak?"

"Sepuluh ribu saja." Chika mengambil uang dalam dompetnya dan memberikan pada penjualnya.

"Pas ya Dek, makasih. Oh iya, saran saya, hati-hati selama kalian tinggal di sana ya. Saya permisi." Penjual itu segera menaiki motornya dan menjalankan, meninggalkan Chika dan Christy yang masih berdiri di sana dengan bingung.

"Kenapa kita harus hati-hati? Memangnya ada apa di rumah itu?" Tanya Christy.

"Kakak juga gatau Dek. Sudah, tak usah dipikirin. Lebih baik kita pulang, keburu petang nanti," kata Chika.

Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Sudah cukup berkeliling kali ini, karena hari pun semakin sore. Nanti malah membuat orang rumah khawatir jika tidak segera pulang.

~~~

"Kak Damar, bilang kalian tadi sore berkeliling. Bagaimana keadaan sekitar?" tanya Pak Darto.

Malam ini mereka sedang berkumpul di ruang keluarga. Berbincang-bincang hal ringa. Keluarga Chika selalu menyempatkan untuk berkumpul seperti ini meski hanya sejenak supaya rasa hubungan keluarga mereka menjadi lebih erat dan lebih rukun.

"Sepi Yah. Kenapa ya para tetangga tak ada yang berada di luar rumah?" pikir Christy.

"Mungkin karena sudah sore, maka dari itu mereka tak ada yang keluar rumah," jawab Pak Darto.

"Emm, tadi kita beli pentol kuah. Dan penjualnya sedikit aneh. Dia terakhir bilang, kita harus hati-hati di rumah ini," ungkap Chika.

"Iya Yah, memangnya ada apa dengan rumah ini?" tanya Christy.

"Tidak apa. Mungkin penjual itu orang iseng, yang mau nakut-nakutin kalian saja. Jangan di pikirin ya," jawab Pak Darto.

"Apa jangan-jangan rumah ini ada setannya Yah?" Tebak Damar.

"Huss! Kalau ngomong jangan sembarangan. Ga ada hantu di sini," tegur Ayana.

"Tau tuh Bun, tabok aja pakai sandal. Tadi siang Kak Damar iseng, dia nakut-nakutin aku. Untung aku ga kena serangan jantung," adu Chika.

"Kamu aja yang penakut. Dasar penakut, cuma gitu aja kamu takut. Apalagi kalau ketemu sama setan? Pasti udah kencing di celana kamu," ejel Damar.

"Ayahh, Kak Damar nih," rengek Chika.

"Huuu~ penakut Chika, penakut!"

"Emangnya Kak Damar nggak? Kalau ketemu juga pasti Kak Damar langsung pingsan," balas Chika.

"Kakak mah ga takut sama hantu, yang ada hantu, yang takut sama Kakak."

TAK!

"AAAAA!" Jerit mereka karena terkejut. Tiba-tiba saja lampu di rumah padam. Tak tau apa penyebabnya, perasaan sudah bayar listrik juga sebelum Darto membawa keluarga pindah ke sini.

"Kak Chika, aku takut." Christy memeluk erat tubuh Chika yang berada di sampingnya.

"Kakak juga takut, gelap banget."

Damar menyalakan flash pada ponselnya. "Kenapa tiba-tiba listriknya mati? Ini cuma di rumah kita atau di rumah tetangga juga sama?" Kata Damar.

"Chik, flash ponsel kamu nyalain, biar ga terlalu gelap," perintah Damar. Chika menurut, langsung menyalakan flash di ponselnya.

"Bunda, gabung sama anak-anak ya. Biar Ayah sama Damar cek saklar listrik di luar."

Pak Darto dan Damar bermodalkan hanya flash ponsel milik Damar, mereka berdua beranjak keluar rumah untuk mengecek saklar listrik. Ternyata hanya rumah mereka yang mati listrik. Listrik rumah-rumah tetangga masih menyala. Ada apa dengan listrik rumahnya ini. Pak Darto memeriksa saklar listrik yang ternyata turun. Segera Pak Darto menaikkan kembali salkar itu membuat listrik di rumahnya kembali menyala.

"Akhirnya," ucap Damar.

"Ayo, masuk lagi," ajak Pak Damar. Mereka masuk lagi ke dalam rumah. Tapi ternyata ada suatu bayangan di dekat pohon di sudut halaman rumah. Bayangan itu bergerak meninggalkan pohon dan bergerak mengarah ke belakang rumah.


























Begadang begadang.

Gua blom bisa tidur gess, gua gabutz.

Dah maap buat typo.

INVISIBLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang