27

2.1K 219 24
                                    

Malam ini semua duduk melingkar. Di tengah-tengah sudah ada embah yang siap memimpin ritual. Kini embah sedang menaburkan beberapa kembang di atas keris yang terbalut kain putih yang ia bawa tadi. Ternyata benar, keris itulah yang menjadi tempat bersemayam sosok jahat itu. Ternyata orang yang memberikan keris ini bukanlah orang biasa, namun bisa saja dia adalah dukun yang disuruh untuk menjadi perantara sosok itu agar bisa mengganggu. Keris ini bukanlah seperti apa yang orang itu bilang, yaitu menjaga, tapi malah membawa petaka. Bahan-bahan yang dibutuhkan sudah cukup, sekarang semua sudah siap. Embah menyalakan beberapa lilin. Semua memperhatikan dengan diam.

Beberapa warga sekitar 8 sampai 10 bapak-bapak masih setia menunggu di sini. Sedangkan para wanita diperintahkan untuk pulang saja dan keluarga Pak Darto sangat berterima kasih atas kebaikan mereka.

"Tolong matikan saluran listrik di rumah ini," pinta Embah.

"Baik mbah." Pak Darto di temani Damar, ke depan untuk mematikan saluran listrik rumahnya. Dengan bantuan cahaya dari ponsel mereka sapat berjalan masuk ke dalam rumah kembali dan bergabung.

"Saya akan mengatakan beberapa hal yang harus kalian patuhi dalam ritual ini berlangsung. Agar semua berjalan dengan aman dan selamat sampai selesai..."

"...yang pertama, selama ritual di mulai, kalian wajib memejamkan mata. Saya akan memperintahkan kalian nanti saat ritual akan di mulai, dan selama itu juga kalian harus menyimpan bunga ini di tangan kalian masing-masing. Yang ke dua, jangan ada yang berani membuka mata kalian meskipun nanti ada suara atau gangguan apapun yang terjadi, kalian harus tetap menutup kalian rapat-rapat selama saya belum menyuruh kembali membuka mata. Dan terakhir, jangan ada yang meninggalkan tempat ini selama ritual belum selesai. Hanya itu, apa kalian paham?"

"Paham mbah," jawab mereka serentak. Embah mengangguk lalu mengambil beberap jumput bunga yang sudah disiapkan, di berikan kepada mereka masing-masing.

"Ayah, adek takut," bisik Christy.

"Tidak apa nak. Kamu harus berani, demi kak Chika.

Chika? Chika kini ditidurkan di sofa tak jauh dari mereka. Keadaanya sudah sama seperti tadi. Dia tertidur dengan badan yang kondisinya terikat. Hal itu dilakukan agar tidak bisa kabur. Semoga semua ini berhasil.

"Semua siap?" Tanya embah sekali lagi.

"Siap mbah," jawab mereka.

"Pejamkan mata kalian sekarang. Jangan ada yang membuka mata sebelum saya memerintah." Mereka langsung menutup mata masing-masing dan menggenggam erat bunga yang ada di tangannya. Ritual dimulai.

~~~

Alzee berdiri memandang sebuah foto yang telah rusak. Entah apa yang ada di dalam pikirannya sekarang. Dari raut wajahnya di terlihat sudah sangat lelah. Alzee menghembuskan napas yang telah dia hirup dalam-dalam. Sebuah suara langkah kaki membuat dia menoleh ke belakang.

"Chika?" Lirih Alzee tak percaya. Dia dengan segera mengahampiri tubuh Chika yang terlihat lusuh dan pucat. Saat jarak mereka sudah dekat, Chika langsung saja memeluk tubuh Alzee dengan erat.

"Bagaimana kabar kamu? Sehat?" tanya Alzee saat pelukan mereka sudah terlepas. Chika menggeleng sedih.

"Apa yang terjadi denganmu? Bagaimana bisa sampai sini?" Tangan Alzee menangkup pipi Chika. Dia bingung bagaimana bisa Chika sampai sini?

"Aku lelah. Aku ingin ikut kamu aja Alzee. Aku takut sendirian," kata Chika.

"Maksud kamu apa?" Bingung Alzee.

"Aku mau di sini sama kamu. Aku ga mau pulang. Aku takut hantu itu ganggu aku lagi," kata Chika. Pikiran Alzee langsung mengarah pada sosok yang menjelma menjadi dirinya. Pasti dia sudah mulai berulah, pikir Alzee yang geram.

"Kamu harus kembali Chika, ini bukan tempat kamu," kata Alzee karena bagaimanapun dunia Alzee dan Chika berbeda. Chika harus kembali ke dunianya, ini bukan tempatnya.

"Tidak! Aku ingin di sini bersamamu. Aku akan merasa aman jika ada kamu Alzee."

"Tidak Chika. Kamu harus kembali. Aku akan terus menemanimu, tapi tidak di sini ok?"

Mata Alzee membulat saat melihat tubuh Chika yang seperti memudar. Lama-kelamaan terlihat menipis, hampir tidak terlihat.

"Kamu kenapa Chika?!" Panik Alzee.

"Tolong aku," ucap Chika. Kemudian tubuh Chika benar-benar hilang dari hadapan Alzee. Tentu hal itu membuatnya panik. Dia berkali-kali memanggil nama Chika, tapi tak ada sahutan.

~~~

Sementar di tempat ritual, semua hening. Namun, perlahan kejanggalan-kejanggalan mulai terjadi. Seperti terdengar barang-barang yang bergerak sendiri. Atau suara-suara seperti ada yang beraktivitas atau suara tertawa, menangis, ataupun berbicara. Jujur saja mereka yang mendengarnya dibuat merinding, tapi mereka harus tetap memejamkan mata.

Tak lama kemudian, embah berdiri. Bukan embah, tetapi jiwa embah? Karena raga embah masih terlihat terduduk, memejamkan mata memimpin ritual. Jiwa embah yang kini berdiri melihat ke arah raganya. Kemudian ia, mengambil keris dan kain yang membalutnya, serta salah satu lilin yang masih menyala. Setelah itu berjalan menuju ruangan bawah tanah dengan perlahan.

~~~~

Alzee masih nampak bingung dengan kejadian yang baru saja dialami. Apa benar itu tadi Chika? Atau hanya halusinasinya saja? Tapi apa bisa dirinya berhalusinasi, padahal dia saja sudah menjadi hantu(?)

Lamunannya buyar saat merasa ada yang menghampirinya. Alzee merasa tak asing dengan sosok yang menghampirinya.

"Alzee," panggilnya. Itu adalah embah. Ya embah ke bawah tanah untuk mencari keberadaan Alzee.

"Apa masih mengingatku?" Tanya embah. Alzee semakin dibuat penasaran. Dia seperti pernah bertemu dengan embah, tapi dimana.

"Aku yang membuat kesepakatan dengan mu beberapa tahun yang lalu, jika kau lupa," ungkap embah.

Ingatan Alzee kembali beberapa tahun silam, dimana dia bertemu dengan seorang lelaki yang dipanggil ke rumah ini untuk mengusir semua sosok yang ada di sini. Tapi karena sosok di sini terutama baba, sangatlah kuat membuat embah hanya bisa mengunci di dalam suatu ruangan saja. Awalnya embah ingin semuanya dikunci, tapi Alzee memohin agar dirinya tidak diikutkan. Karena dirinya takut jika nantinya akan disiksa oleh ayahnya di sana. Hingga akhirnya embah menyetujui, tapi dengan syarat Alzee tidak boleh berbuat usil, di luar batas. Dan Alzee menyanggupi.

"Aku ingat," ucap Alzee yang membuat embah tersenyum.

"Embah kenapa bisa di sini?" Tanya Alzee.

"Aku butuh bantuanmu."

"Apa?"

"Menyelamatkan seorang gadis di rumah ini. Jiwanya sudah diambang kematian karena sosok jahat yang menginginkannya," jelas embah.

"Siapa?"

"Chika namanya."

"Chika?! Tapi aku tadi baru saja bertemu dengannya," kata Alzee.

"Kita harus segera menemuinya. Tugasmu hanya berjalan di belakangku, dan jika nanti sudah bertemu dengan gadis itu, kau tinggal menjaganya dan ikuti aku saja sampai keluar dari kegelapan. Selama perjalanan aku akan menjaga lilin ini agar tetap menyala. Cukup mudah kan? Apa kau bersedia?"

"Aku siap mbah!" Yakin Alzee.

"Baiklah." Embah kini kembali membacakan mantra, hingga muncul sebuah pintu putih di hadapannya.

"Kita mulai sekarang saja. Ayo masuk."



















Pada minta next, lanjut, dipanjangin, tapi dirinya ngevote buat ngasih dukungan aja kagak mau dah, ups...maapkeun.

Dah gitu aja maap buat typo.

INVISIBLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang