Chika menatap kosong nasi yang ada di hadapaannya. Orang tua Chika menyadari perubahan anaknya yang banyak diam setelah kejadian beberapa hari yang lalu. Setelah kejadian itu, Chika memilih untuk mengambil cuti sekolah beberapa hari, demi mengembalikan mood Chika yang sedikit naik turun.
Dan juga setelah mengetahui siapa dalang penyebab kejadian ini terjadi, dalang dari teror-teror ini membuat Chika merasa kecewa. Dia sudah tau siapa dalang dari semua ini, yaitu Tari, mantan pacar Aran. Setelah terungkapnya hal itu, Pak Darto serta Damar mendatangi rumah Tari dengan mencari tau identitas melalui teman-teman Chika. Namun, sayang Tari dan keluarga tak ada di rumah, kata tetangga sedang pergi tak tau kemana.
Kata embah, jika sosok jahat kemarin tidak bisa mengambil Chika, maka nyawa orang yang memperintahkannya yang akan menjadi taruhan. Jadi kejahatan yang Tari lakukan akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
"Chika, dimakan nak, jangan dimainin seperti itu," tegur Ayana, karena Chika hanya mengaduk-aduk makanannya dengan tatapan kosong.
"Iya bunda," jawab Chika, lalu mulai memasukkan nasi ke dalam mulutnya lagi.
Setelah menghabiskan makanannya, Chika kembali ke dalam kamar. Setiap harinya di isi dengan beristirahat di kamar, sendirian. Dia cukup bosan siang ini. Dia tadi pagi ingin kembali bersekolah, tapi orang tuanya masih melarang, karena daya tubuh Chika masih terlihat lemah, jadi membuat mereka khawatir dengan kondisi anaknya itu. Chika merebahkan dirinya dengan posisi terlentang menghadap langit-langit kamar.
"Bosen banget. Biasanya ada Alzee yang bakal ngusilin aku," kata Chika, sambil mengingat keusilan-keusilan yang Alzee pernah lakukan padanya.
"Alzee dimana kira-kira? Sudah lama aku tidak melihatnya," monolog Chika.
Seketika Chika bangun dari posisi tadi dan langsung keluar kamar. Dia teringat dengan mimpi yang dia alami. Entah itu mampi atau tidak? Tapi Chika menganggap hal itu adalah mimpi. Di saat Alzee mengatakan untuk Chika pergi ke ruangan bawah tanah, mengambil cincin yang tersimpan di sana. Dia akan melihat apa benar ada cincin di sana?
Kini Chika sudah berdiri di depan pintu ruang bawah tanah. Ruangan yang sama sekali belum pernah dia jamah. Karena ada sebuah larangan yang membuat tak ada yang boleh masuk ke dalam sana. Tapi sekarang kata orang tuanya sudah diperbolehkan untuk masuk. Bahkan kemarin dia melihat orang tuanya masuk ke sana untuk menyimpan beberapa barang bekas.
"Kamu mau apa Chika?" tanya Ayana yang sedang ingin mengambil piring.
"Chika mau ke bawah. Apa boleh?" Tanya Chika meminta izin.
"Boleh. Apa perlu bunda temani?" Tanya Ayana, siapa tau anaknya itu akan takut ke bawah sendirian, karena ruang itu juga baru saja boleh dimasuki orang.
"Tidak. Chika berani sendiri," jawab Chika.
"Baiklah. Bunda ke depan dulu, mau ngasih roti ke tetangga." Ayana pergi dengan membawa piring yang terdapat beberapa potong kue di atasnya. Ia sengaja ingin berbagi kue yang sempat dia buat tadi, kepada tetangga.
Tangan Chika bergerak memutar kunci yang tergantung di pintu. Setelah berhasil dia masuk, menyalakan lampu yang saklarnya ada di dinding sebelah pintu lalu berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Dia mengamati setiap sudut ruangan ini, yang..ya seperti ruangan biasa saja. Hanya ada beberapa barang bekas yang tersimpan dan kursi meja sudah tak terpakai.
Chika mencari ruangan seperti apa yang Alzee katakan. Ruangan tanpa pintu. Ada beberapa ruangan di sini. Hingga setelah menelusuri tempat ini, Chika akhirnya menemukan ruangan tanpa pintu. Menelisik barang-barang yang ada di dalam ruangan ini.
"Barang-barang yang cukup bagus. Sayang sekali sudah di singkirkan seperti ini," gumam Chika.
"Apa ini cincin yang Alzee maksud?" Pikir Chika saat melihat sebuah cincin yang terletak di atas meja diantara barang-barang lain.
"Chika!"
"Alzee!" Chika dengan senang langsung memeluk Alzee. Lelaki yang sudah beberapa hari ini tidak dia lihat. Namun, tak lama dia kembali melepaskannya sambil menatap penuh selidik.
"Kenapa?" Tanya Alzee.
"Kamu Alzee asli atau hanya jelmaan?" Tanya Chika dengan ragu. Dia tak mau tertipu jika dihadapannya ini adalah Alzee palsu.
"Aku Alzee asli. Aku menunggu kamu di sini," jawab Alzee.
"Kamu tidak berbohong?"
"Tidak Chika. Aku benar-benar Alzee."
Chika masih menatap Alzee dengan ragu, tapi tak lama dia mengangguk percaya. "Baiklah," ucap Chika.
"Kemana saja kamu beberapa hari ini? Aku tidak pernah melihatmu di atas lagi," tanya Chika.
"Aku ada. Di sini. Menunggu kamu. Apa kamu ingat apa permintaanku waktu itu?" Tanya Alzee.
"Apa? Apa mengambil cincin ini?" Chika menunjukkan cincin yang dia temukan di tempat ini.
"Ya! Benar. Cincin itu yang aku maksud. Aku mau cincin ini kamu simpan, sampai kapanpun. Itu adalah permintaan sederhana aku. Apa kamu mau menyimpannya? Ini cincin berharga bagi aku," kata Alzee.
"Aku akan menyimpannya," jawab Chika yakin.
"Berikan cincin itu padaku." Chika memberikan cincin itu pada Alzee.
"Hem... aku tak tau harus berkata apa. Aku bingung. Emm...aku ingin memasangkan cincin ini dijari kamu Chika. Sebagai tanda perpisahan mungkin-"
"Apa maksud tanda perpisahan?!" Sela Chika merasa tak suka mendengar kata perpisahan.
"Maaf Chika, sepertinya waktu aku untuk berada di sini tak lama lagi. Sudah waktunya aku pergi. Semua sudah selesai. Aku sudah berdamai. Dan terakhir ini, aku telah menemukan barang yang sangat berarti bagiku. Dan aku ingin kamu menyimpannya untukku," ungkap Alzee.
"Aku akan menyimpannya, asal kamu tetap di sisiku. Aku tak mau kamu pergi kemana pun itu!" Kata Chika.
"Tempatku bukan di sini Chika," kata Alzee.
"Diam!" Chika berlalu dengan perasaan kesal. Bukan ini yang Chika inginkan. Dia ingin Alzee selalu di sisinya. Dia sudah terlanjur nyaman dengan Alzee, mengapa Alzee harus pergi meninggalkannya?
"Chika, tunggu! Chika." Alzee menahan Chika agar berhenti.
"Apa?!"
"Dengerin aku. Jangan kayak gini dong."
"Aku ga mau kamu pergi," kata Chika yang akhirnya kini menangis sedih.
"Aku akan selelau nemenin kamu. Kamu bisa lihat cincin ini, jika nanti kamu rindu sama aku," kata Alzee.
"Aku tak mau cincin itu, aku mau nya kamu aja," balas Chika.
"Aku akan kembali dengan kamu jika takdir mengizinkan. Aku akan menunggumu di sana. Atau mungkin aku yang akan menemui kamu jika sudah saatnya. Jadi simpan cincin ini oke." Alzee memasangkan Cincin dijari manis tangan Chika.
"Jangan sedih Chika," kata Alzee, tapi Chika masih terus menangis.
"Tubuh kamu memudar Alzee. Aku ga mau kamu pergi," kata Chika, karena tubuh Alzee mulai tembus pandang.
"Mungkin masih ada waktu. Mari kita bermain nanti malam," kata Alzee.
Kiw kiw cukurukuk. Cincin udah ditangan chika aje nih, tanda tanda apa nih.
Mau happy end atau sad end?
Wkwkwk pakek nanya.Dah gitu aja maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE [END]
Horror"Hei," panggil Chika. "Siapa nama kamu?" tanya Chika pada sosok lelaki yang berada tak jauh darinya. Sosok lelaki itu terdiam. "Aku bertanya, siapa nama kamu?" ulang Chika. "Alzee," jawab sosok lelaki itu sambil tersenyum tipis, sangat tipis. "Dia...