"Bundaa~" panggil Chika yang melihat Ayana sedang membersihkan halaman depan rumah.
"Loh Chika? Kok kamu sudah pulang jam segini?" Tanya Ayana, sebab Chika pulang lebih awal dari biasanya.
"Iya bund, guru ada rapat di sekolah. Jadi anak-anak dipulangin lebih awal," jelas Chika.
"Loh kak Damar ga ada keluar rumah buat jemput kamu, terus tadi pulang sama siapa?"
"Pesen ojek bund," jawab Chika.
"Yasudah, kamu bersih-bersih dulu sana, terus makan kalau laper," kata Ayana.
"Iya bund."
Chika masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar untuk berganti baju. Setelah berganti baju dia duduk di tepi ranjang dengan lesu. Memperhatikan setiap sudut kamarnya yang terasa sepi.
"Alzee! Keluar dong. Ada yang mau aku bicarain," kata Chika. Tapi hening. Masih tak ada tanda-tanda Alzee menampakkan dirinya.
"Gini aja deh. Coba kamu lakuin apa pun terserah yang ngebuktiin kalau kamu ada di sekitar sini," pinta Chika. Tapi masih saja hening. Alzee sepertinya benar-benar marah dengan Chika dan tak mau lagi menampakkan diri di depan Chika.
Hufft~
Chika menghembuskan napas lelah. Apa yang harus dia lakukan setelah ini agar membuat Alzee tak marah lagi dengannya? Chika seharusnya senang karena tak lagi berurusan dengan dunia perhantuan, tapi entah kenapa dia sekarang malah kesepian tanpa adanya Alzee yang sering mengganggunya.
"Oke! Alzee, aku minta maaf kalau perkataan aku kemarin keterlaluan sampai bikin kamu marah. Aku ga marah lagi sama kamu soal kejadian boneka kamerin. Aku minta maaf Alzee. Ayo nampakin diri kamu, kita ngobrolin lagi. Ayo Alzee!" Chika berharap Alzee mendengar permintaan maaf darinya. Meskipun pada akhirnya Alzee tetap tidak menampakkan diri seperti yang Chika minta.
"Kamu pasti marah banget sama aku ya? Maaf Alzee," sesal Chika. Dia sudah lelah. Dia tak tau lagi harus apa biar Alzee memaafkannya. Dia bukan dukun yang bisa tau bagaimana cara mengusir atau mengundang makhluk seperti Alzee ini.
Chika beranjak pergi ke dapur karena merasakan haus ditenggorokkannya. Di dapur dia bertemu dengan Damar yang sedang mengambil air dingin di kulkas.
"Loh Chika, kok udah di rumah? Ga kabarin kakak dulu buat ngejemput kamu," kata Damar.
"Udah kali kak. Tapi kakak, ga ada ngebales pesan aku," jawab Chika.
"Iyakah? Oh iya, maaf ponsel kakak dicas di kamar," kata Damar.
"Ga papa kak. Tadi aku pulang naik ojek. Itu kakak ambil air banyak banget buat apa?" Tanya Chika, sebab Damar mengambil air lebih dari dua botol.
"Buat temen-temen kakak."
"Temen kakak?"
"Iya, di halaman belakang lagi shooting, ngerjain tugas," jawab Damar.
"Oalah gitu."
"Iya. Kakak ke belakang dulu ya, kasihan temen kakak pada haus," kata Damar.
"Iya kak. Mau Chika bantu?" Tanya Chika menawarkan diri, karena kakaknya itu seperti kerepotan.
"Nggak usah. Kakak bisa sendiri kok," jawab Damar lalu segera berlalu.
Chika mengambil air dan meminumnya, setelah sudah dia beranjak ke depan ingin membantu sang bunda yang tadi sedang membersihkan tanaman di halaman depan.
"Bunda, Chika mau bantu," kata Chika yang kini duduk di sebelah bundanya yang sedang memasukkan beberapa tanah dicampur pupuk ke dalam pot.
"Kamu mau bantu? Campurin tanah sama pupuk kayak gini ya Chik, nanti terus masukin ke dalam pot. Nanti bunda yang ngasih bunganya," jelas Ayana.
"Iya bunda. Ini bunganya baru bunda beli ya?" Tanya Chika di sela kegiatannya.
"Iya, bunda beli online, baru dateng siang tadi," jawab Ayana, "Kamu tunggu sebentar ya, bunda mau nyalain keran dulu," lanjut Ayana.
"Iya bunda."
Chika masih sibuk dengan kegiatannya, bermain dengan tanah. Namun, saat akan mengambil cetok alat untuk mencampur tanah dan pupuk, alat itu malah hilang. Chika mengernyit bingung, perasaan benar cetok itu dia letakkan di sebelah sini, tapi kenapa tiba-tiba bisa hilang?
Saat menoleh belakang ternyata cetok itu ada di belakangnya. "Kok bisa di sini? Tadi seingetku ada di sebelah kananku," monolog Chika. Dia menjadi bingung sendiri, kenapa dirinya tiba-tiba jadi pelupa.
Dia kembali ingin memulai kegitannya lagi, tapi kali ini plasti berisi pupuk yang kini hilang. "Loh kok ilang? Kemana pupuknya?" Bingung Chika.
Siapa yang mengerjainya? Chika mulai kesal. Terdengar samar ada yang cekikikan, tertawa dari arah belakang Chika. Chika menebak-nebak suara siapa itu. Chika seperti kenal. Dia menoleh kembali ke belakang memastikan siapa yang menertawakannya. Mata Chika terbelalak, dia terkejut melihat kehadiran Alzee yang kembali menampakkan diri.
"Alzee?!" Kaget Chika. Alzee tertawa senang sambil menggendong plastik berisi pupuk yang sengaja dia sembunyikan.
"Hai Chika, bagaimana kabarmu?" Tanya Alzee sambil berjalan mendekat.
"I-ini benar Alzee?" Tanya Chika tak percaya. Sosok yang dia harapkan kehadirannya kini menampakkan diri kembali.
"Ya," jawab Alzee yang kini ikut duduk di sebelah Chika.
"Alzee." Chika memeluk tubuh Alzee yang dia rindukan kehadirannya.
"Kamu kemana saja?" Tanya Chika.
"Tidak kemana-mana," jawab Alzee sekenanya.
"Kenapa ga ada muncul saat aku minta?" Tanya Chika lagi.
"Yang penting sekarang aku ada kan? Kamu rindu ya denganku?" Tanya Alzee dengan jail.
"Ishh, pede banget ya kamu," elak Chika. Alzee tertawa mendengarnya.
"Lain kali jangan marah lagi. Aku minta maaf kalau perkataanku kamerin keterlaluan," kata Chika menyesal.
"Tidak apa. Aku paham."
"Boleh peluk lagi?" Tanya Alzee. Chika tersenyum dan kembali memeluk tubuh Alzee yang terasa dingin. Di balik pelulan Chika, Alzee kini tengah tersenyum penuh arti. Namun, senyuman itu sedikit terlihat aneh. Entah kenapa terasa begitu, beda.
Besok dah senin lagi. Sibuk bet sibuk lagi. Cape dikeroyok tugas yang buanyak banget.
Dah gitu aja maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE [END]
Horror"Hei," panggil Chika. "Siapa nama kamu?" tanya Chika pada sosok lelaki yang berada tak jauh darinya. Sosok lelaki itu terdiam. "Aku bertanya, siapa nama kamu?" ulang Chika. "Alzee," jawab sosok lelaki itu sambil tersenyum tipis, sangat tipis. "Dia...