40. Untuk Anna Celandine.

267 32 7
                                    

"Jisung?"

Senyumnya, tatapan matanya ketika melihatku —semuanya masih sama. Lalu kenapa aku merasa ada yang hilang?

"Kamu mengharapkan orang lain?" Jisung menyodorkan setangkai bunga padaku. Kelopaknya berwarna kuning, bentuknya lebih seperti tanaman rambat yang biasanya di gunakan untuk obat-obatan.

"Ini apa?" Aku menunjukan telapak tangan yang terbuka dengan setangkai bunga berada disana.

"Itu kamu."

Aku mengernyit tidak paham. "Maksudnya?"

"Celandine." Jisung menyentuh kelopak bunga itu dengan jari telunjuknya. "Itu bunga Celandine."

"Ohh.." aku bahkan baru tau bentuk dari bunga Celandine.

Melihatnya lagi di hadapanku seperti sekarang seolah tidak pernah terjadi apa-apa pada kita, seolah semuanya tetap baik-baik saja, lagi —seolah rasa sakit yang dia berikan sebelumnya hanya ilusi semata.

"Kenapa kamu disini?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibirku. Pertanyaan yang sempat tertahan bersama ratusan pertanyaan lainnya yang tak mampu tersuarakan.

"Aku mau lihat kamu?" Jisung menjawab dengan pasti. Raut wajahnya terlihat tenang dengan kedua mata yang menatapku lekat-lekat. "Mau ketemu kamu."

"Untuk apa?" Aku menyesal karena suara yang keluar dari bibirku separau dan semenyedihkan itu.

Park Jisung, apa kamu pernah memikirkan aku sekali aja setelah menemukan Victoria?  Aku disini jatuh sendirian, aku masih sejatuh itu buat kamu meski yang tersisa hanya bayang-bayangmu yang enggan pergi.

"Untuk mastiin sesuatu."

"Apa?" Aku kembali menuntut saat jawaban Jisung sama sekali tidak memberikan kejelasan.

"Aku pengen mastiin apa benar Anna Celandine yang aku rindukan.."

Aku tercekat. Kepalaku mendongak menatapnya, dengan kedua mata memicing tidak mengerti. "Katamu aku nggak lagi berarti kalau bukan Victoria?"

Jisung menyunggingkan senyum tipis, kepalanya mengangguk pelan. "Memang." Satu tangan Jisung mencari-cari sesuatu di saku celananya, setelah di dapatakan, dia sodorkan padaku. Itu adalah selembar kertas yang di lipat asal. "Aku merindukan sesuatu yang tidak ada artinya untukku.."

Aku hanya berdecih menanggapi ucapannya. Jisung adalah bajingan berengsek tidak tau diri, tapi aku masih mencintainya seperti pertama kali. "Ini apa lagi?"

"Sisa rasa milikku." Jisung terkekeh, dan aku jatuh cinta lagi pada tawa milik bajingan itu.

"Di lembar kertas ini?" Aku menunjukan lembar kertas pemberian Jisung tepat di depan wajahnya.

Jisung mengangguk untuk mengiyakan. "Aku tulis disana. Sisa rasa dariku, untuk kamu."

Jadi hanya ini sisa rasa yang Jisung miliki untukku? Ada tawa sarat rasa pahit yang keluar dari bibirku. Dia bahkan bisa menuliskannya pada selembar kertas. Sementara aku akan butuh banyak waktu untuk menjabarkan seluruh rasa yang aku miliki untuknya —yang mungkin sebanyak apapun waktunya tidak akan pernah cukup.

"Di baca nanti aja. Sekarang ayo temui Mark Lee sama-sama."

Aku menurut, kami berjalan beriringan menuju lapangan basket outdoor yang terletak di belakang gedung kelas 12 IPA. Tidak ada lagi percakapan singkat, hanya suara riuh dari setiap manusia yang belalu lalang di sepanjang koridor.

Saat melihat Jisung disini, aku sempat berpikir sejenak —iya, hanya sejenak sempat terlintas pikiran konyol yang mengatakan "Mungkin Jisung ada disini karena dia memilihku."

BLOOD [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang