7. Who are you?

5.8K 948 46
                                    

Mark dan Jeno tiba-tiba datang ke kelasku saat bell istirahat akan berbunyi sepuluh menit lagi. Kami bertiga duduk berjejer di depan kelas dengan aku yang berada di tengah-tengah mereka. Aku ingin sekali membenturkan kepalaku sendiri begitu tau apa tujuan mark dan jeno kesini. Mereka berdua hanya ingin melanjutkan sesi pergosipan mereka yang belum selesai kemarin.

"Sumpah! katanya si jaemin sampai jadi pendiem gara-gara baru diputusin!" Jeno memulai kehebohan dengan bercerita menggunakan suara lantangnya.

"Ckck, masa sampai segitunya?" mark mengeleng-gelengkan kepalanya. "Cari cewek lagi kan gampang" katanya kalem.

Acara pergosipan mereka semakin menjadi-jadi saat Chenle datang dan ikut bergabung. "Malahan katanya jaemin sampe bolos pelajaran hari ini" Chenle memulai gosip dengan semangat.

"Duuh" aku mulai mengela napas berat mendengarkan pembicaraan mereka yang mulai kemana-mana. "Kalian itu tau gak sih gosipin orang dosa?"

Ketiganya langsung menoleh padaku dengan dahi berkerut. "Ini kan ngomongin kenyataan, bukan fitnah!" Jeno membalas tidak mau kalah.

"Hadeh" aku hanya bisa menepuk jidat dibuatnya.

Aku berdiri dan sudah siap melangkah pergi, tapi tangan seseorang menahanku. Tangan jeno. "Mau kemana?" Tanya-nya.

"Cari tempat yang bebas polusi pergibahan" aku menjawab asal kemudian benar-benar melangkahkan kakiku menjauh dari tiga orang yang saat ini masih sibuk dengan segala gosip hangat yang baru saja mereka dengar.

Aku berjalan menuju kelas jaemin. Siapa tau jaemin berada dikelasnya. Akan lebih seru kalau mendengar langsung cerita versi aslinya dari jaemin sendiri dari pada mendengar dari trio gosip abal-abal itu.

"Haechan!" Haechan yang sedang asyik menggoda teman ceweknya sedikit terkejut melihatku sudah berada di dekatnya.

"Apa sih nyet?! ngagetin!" haechan mengelus dadanya dengan mimik wajah kesal.

"Jaemin kemana?" Tanyaku tanpa basa-basi.

Haechan mengedikan bahu "dia gak di kelas dari jam pertama"

Aku mengernyit "gak di kelas?"

haechan mengangguk "iya, orangnya gak ada di kelas. cuma ada tasnya aja yang belajar" haechan menjuk tas milik jaemin di bangku paling belakang.

Aku berdecak "Ya udah aku mau cari jaemin dulu" aku menepuk bahu haechan lalu pergi meninggalkan kelasnya.

Aku bingung harus mencari jaemin kemana, jadi kuputuskan untuk ke ruang musik. Jaemin sering berada disana untuk sekedar bernyanyi sendiri dan bermain gitar. Lagi pula diruang musik juga ada Ac, Lumayan untuk sekedar mendinginkan otak.

Koridor masing begitu lenggang karena bell istirahat belum berbunyi. Masih lima menit lagi sebelum bell istirahat. Aku berjalan dengan langkah santai menelusuri koridor. Angin berhembus kencang, menerbangkan helaian rambutku yang tidak terikat. Angin bulan November.

Sesaat setelah membuka pintu ruang musik, aku langsung menghela nafas gusar. Niatku ingin mencari jaemin tapi malah bertemu si tuan es batu mesum. Sungguh kesialan yang tak terelakan. Dan lebih menyebalkannya lagi sekarang anak itu sedang menatapku yang berdiri di depan pintu dengan tatapan dinginnya. Dari tatapannya seolah dia sangat muak terus melihatku.

"Temanmu di rooftop" Jisung mengatakannya tanpa menoleh kedikit pun padaku.

Dia berbicara dengan siapa? Aku? "A..apa?"

Lagi-lagi dia menanggapi tanpa menoleh. "teman mu di r o o f t o p"

Oke, dia berbicara padaku. Tapi sebentar, dia tau aku mencari Na jaemin?

Aku menghampiri jisung yang sedang duduk sendirian dengan jus tomat di tangannya. Dia tampak tidak perduli dengan kehadiranku, dengan tenang dia meminum jus tomatnya tanpa sedikit pun terusik dengan aku yang sedang menatapnya.

"Kenapa?" Akhirnya hanya itu yang keluar dari bibirnya setelah cukup lama mengabaikanku.

Aku memperhatikan setiap lekuk wajahnya dengan seksama. matanya, bibirnya, hidungnya, semuanya tampak pas padanya. Apalagi mata sipitnya yang selalu memberikan tatapan tajam dan dingin itu, sangat indah. Meski dia memiliki mata yang indah, tapi saat aku melihat lebih dalam lagi ke dalam matanya, terlihat jelas ada kekosongan di dalam sana. Tanpa memperdulikan perotesnya aku duduk di sebelahnya.

Sorot mata tajam Jisung tampak meredup, dengan cepat dia berdiri dan menjauh dariku seakan aku ini sesuatu yang berbahaya untuk dia dekati.

Aku mengernyit "santai aja, aku gak lagi modus" ujarku, mengingat kejadian saat hari pertamanya di sekolah ini dan dia mengataiku sedang modus berlebihan.

Aku mendekatinya lagi, berdiri tepat di hadapannya. Dia menahan tanganku yang hampir mendarat di pipinya "ngapain?" Dia menatapku dengan sorot mata galak.

Aku tersenyum tipis "dari awal aku penasaran, kenapa bahasa indonesia kamu bagus banget? Kamu bahkan pinter ngomong kasar" jisung tidak menjawab. Lama, kami hanya saling tatap dan berbicara dalam pikiran kami masing-masing.

Waktu seakan berhenti di detik itu. Tidak ada suara, semuanya hening. Yang terdengar hanya suara hembusan nafasku yang beraturan. Aku memajukan tubuhku satu langkah lebih dekat padanya. Jisung tidak menghindar lagi, dia tidak menepis tanganku yang menyentuh kedua pipinya.

"Kamu ini apa?" Aku mendekatkan wajahku padanya sampai wajah kami hanya berjarak sejengkal sekarang. Aku memiringkan sedikit wajahku ke kanan, bibir kami hampir saja bersentuhan kalau aku tidak cepat-cepat menjauhkan wajahku darinya.

Aku menatapnya lekat-lekat. Seperti membaca isi pikiranku, raut wajahnya sedikit berubah cemas. Aku mundur selangkah, dua langkah, tiga langkah. Kami saling mematung di tempat masing-masing. Aku ingin berteriak tapi bibirku seakan tidak sanggup untuk terbuka.

Disisi lain jisung berjalan mendekat padaku. Dia berdiri tepat di hadapan ku, sudut bibirnya sedikit terangkat.
"Aku tau kamu pasti akan sadar"

Aku mundur selangkah "jadi?" Aku menatapnya tak percaya.

"Seperti yang kamu duga" ujarnya dengan suara datar.

Aku memekik dalam hati. Kakiku lemas. Jadi benar? Aku mengeluarkan cermin dari saku bajuku. Penuh rasa takut aku berdiri di samping jisung, tanganku yang sedikit bergetar mengarahkan cermin itu ke depan wajahnya.

Aku membekap mulutku sendiri dengan telapak tangan saat melihat pantulan wajah jisung tidak tampak pada cermin itu. Dengan suara dinginnya jisung berbicara pelan tepat di telingaku "Apa kamu masih ragu bahkan setelah tau aku tidak bernafas?"

Tbc.

BLOOD [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang