24. Memories

4K 667 108
                                    

Ini bakal panjang dan ngebosenin banget, jadi yang sabar bacanya okay?

Maaf juga kalau ada typo.

****

"Maksud kamu?"

"Selalu ada alasan dari setiap pertemuan" Mark menatapku serius "Pertemuan kita juga bukan tanpa alasan, segalanya mengandung arti."

"Sekarang coba kamu pikirin baik-baik Anna, menurut kamu kenapa aku selama ini menyembunyikan identitasku hanya untuk menjadi bagian dari kehidupan seorang manusia biasa?"

Tentu saja aku tidak punya jawaban untuk semua itu, hanya dia yang tau alasannya. "Cuma kamu yang tau apa jawaban dari pertanyaan kamu itu Mark"

Ada senyum samar dibibirnya "Benar"

"Aku udah bilang di awal, ini akan terdengar gak masuk akal" Mark bangkit dari duduknya, tangannya terulur untuk menarikku ikut berdiri bersamanya "Tapi aku harap kamu mau dengerin semuanya sampai selesai"

Aku menerima uluran tangannya yang membantuku untuk berdiri. Mark berjalan di depanku, dia membawaku memasuki sebuah ruangan yang terasa tidak asing "Ini ruangan apa?" tanyaku sambil melihat sekeliling. Sebuah ruangan kosong yang cukup luas, ada jendela kaca yang bisa memperlihatkan dengan jelas bagaimana lebatnya salju yang turun diluar sana.

"Dulu ini kamar" Mark berjalan kearah jendela, memandang tanpa minat pada butiran-butiran salju yang terus berjatuhan "kamar seseorang yang selama ini hanya hadir sebagai rindu"

Aku diam, memilih hanya tetap berdiri dibelakang dan memandang punggungnya yang terlihat kaku. "Aku udah hidup selama ratusan tahun, melewati begitu banyak hari dan menanti lebih banyak lagi hari-hari selanjutnya." Mark berbalik dan menatapku "aku udah menyaksikan ribuan kelahiran, dan ribuan kematian dari seseorang."

"Karena terlalu banyak menyaksikan kematian dan perpisahan aku jadi merasa sudah terbiasa akan kehilangan. Tapi ternyata tidak juga, karena setelah kepergian saudari kembarku aku baru merasakan apa itu kehilangan yang sebenarnya."

"Saudari kembar?"

Mark mengangguk "Iya, namanya Victoria Lee"

Tanpa sadar aku mendelik "Jadi orang yang kamu sebut Victo apa itu tadi? Dia itu kembaran kamu?"

Mark terkekeh "Susah banget ya ngucapin kata Victoria?"

Aku meringis "Mungkin karena namanya agak asing. Kalau namanya lebih melokal kayak Siti Lee gitu, mungkin lebih gampang di inget"

Mark tertawa renyah mendengar ocehanku "Kalau gitu kita panggil namanya Lily aja biar gak ribet"

"Li-ly?"

Mark mengangguk "Apa kedengaran familiar?"

Jujur, iya. Aku merasa pernah mendengar seseorang menyebutkan nama itu berkali-kali sebelumnya, tapi anehnya aku tidak tau kapan dan siapa Lily itu.

"Lily adalah nama yang selalu aku gunakan untuk memanggilnya. Sejenis nama kesayangan begitu lah"

"Jadi Lily itu udah meninggal?" Aku bertanya hati-hati, karena ini memang topik yang cukup sensitif.

Ketahuilah, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang akan merasa baik-baik saja saat membicarakan sebuah kehilangan. Karena kehilangan seseorang itu seperti menyisihkan ruang kosong di dada kita. Selamanya ruang kosong itu akan tetap ada dan tidak terisi. Karena sesuatu memang telah hilang dari sana.

"Mark maaf, awalnya aku pikir Vampir gak bisa mati" aku mengutarakan isi pikiranku "tapi setelah Jisung bilang kalau keabadian hanya milik Tuhan, aku jadi sadar pada akhirnya semua yang hidup pasti akan mati. Gak terkecuali dengan Lily? Iya kan?"

BLOOD [Park Jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang