Sejak beberapa menit lalu keadaan hening menyelimuti Adis dan Rafdi. Saat ini mereka sedang berada di mobil untuk perjalanan ke kampus. Entah berapa kali, Adis melirik Rafdi yang tampak tenang menyetir. Ada banyak hal yang ingin Adis ungkapkan, tapi mulutnya seolah terkunci. Ia tak berani."Kenapa, Adisa?" Tanya Rafdi tiba-tiba.
Adis terlonjak kaget, ternyata Rafdi bisa membaca sikapnya sejak tadi.
"Eung.. maaf ya, Kak, saya sering merepotkan Kak Rafdi." Kata Adis sungkan.
"Nggak, kok." Jawab Rafdi santai.
Adis tersenyum tak enak, "Makasih banyak, Kak."
"Ibu kamu sudah ada kabar?" Tanya Rafdi sambil meliriknya.
"Sudah." Jawab Adis bohong. Nyatanya, sampai dua minggu ini tak ada kabar apa-apa dari keluarganya. Lima hari yang lalu Kakaknya sempat memberi kabar bahwa ia sudah di Bandung dan menginap di rumah temannya. Setelah itu, tak ada kabar apa-apa lagi dan Adis pun sudah capek menghubunginya.
"Rencananya saya bakal ngekos, tapi karena kosannya dimana-mana penuh, jadi saya ikut nginap di kosan teman dulu." Bohong Adis lagi. Namun, ia memang berniat mencari kosan, tapi tabungannya belum cukup untuk saat ini.
"Cari kosan yang gimana?" Tanya Rafdi memperpanjang.
"Eung.. yang murah aja." Ringis Adis.
"Tapi harus yang aman juga. Jangan mau ambil kosan yang campur sama lelaki." Saran Rafdi.
"Iya, Kak." Toh, Adis juga tak mau jika harus tinggal di kosan campur.
"Nanti saya share info ya, kalau ada kosan aman dan terjangkau di dekat kampus. Kebetulan saya punya kenalan yang memang tahu tempat kosan di sekitar kampus."
"Iya, Kak, makasih." Adis kembali melirik Rafdi. Ah, lelaki itu terlalu baik. Dan entah dorongan darimana, ia tiba-tiba bertanya, "Kak Rafdi udah punya pacar?"
Rafdi terlihat terkejut mendengar pertanyaan itu. Adis pun langsung mengerti situasi. "Maaf Kak, kalau saya lancang. Nggak usah dijawab kalau nggak berkenan."
Rafdi terkekeh, "Santai. Nggak usah panik gitu."
"Hehe iya, Kak. Maaf, ya." Adis meringis. Kenapa sih ia tiba-tiba bertanya seperti itu?
"Keliatannya saya punya pacar nggak?" Rafdi meliriknya sambil tersenyum tengil.
"Eumm.." Adis berpikir sejenak. Ia tak pernah melihat Rafdi dekat dengan perempuan, dalam beberapa kesempatan ia juga tak pernah mendapati Rafdi yang mengungkit seorang wanita. Tapi, rasanya sangat aneh jika lelaki sebaik dan semenarik Rafdi tak memiliki kekasih.
"Punya?" Jawab Adis ragu. "Kayaknya aneh kalau Kak Rafdi nggak punya pacar."
Rafdi tergelak, "Aneh gimana?"
"Kak Rafdi baik, menarik, pinter, good looking." Jawab Adis apa adanya.
Mendengar jawaban polosnya, Rafdi pun tertawa pelan, "Memang kalau punya empat aspek itu berarti punya pacar?"
"Bisa aja, kan? Pasti banyak yang suka Kak Rafdi. Kak Rafdi juga bisa milih perempuan mana pun."
"Kayaknya kamu berlebihan." komentar Rafdi. "Saya nggak sebaik itu, btw. Saya nggak sepenuhnya seperti yang kamu pikirkan."
"Tapi bagi saya, Kak Rafdi seperti itu."
"Jadi, kamu suka saya?" Tanya Rafdi iseng yang langsung membuat Adis gelagapan.
"Nggak gitu maksudnya, Kak." Sanggahnya panik.
Rafdi terkekeh, "Jadi, gimana maksudnya?"
"Kak Rafdi baik banget. Padahal saya cuman orang asing dan bukan siapa-siapa Kakak. Saya bersyukur bisa kenal Kakak dan saya berharap Kakak bisa ketemu orang yang baik juga." Ujar Adis tulus. Sungguh, ia memang sangat bersyukur dengan bantuan-bantuan yang Rafdi berikan untuknya. Namun, tak bisa dipungkiri itu membuatnya semakin sungkan dan malu berhadapan dengan Rafdi. Ia malah berharap, setelah ini, semoga ia tak berurusan dan merepotkan Rafdi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawsome | Seri Self Healing✅️
General FictionHidup Adisa selalu rumit. Semesta pun kadang melupakannya. Maka yang selama ini Adisa pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia melindungi dirinya sendiri. Dan kehadian Rafdi di hidupnya mengajarkan Adis bagaimana rasanya dilindungi dan dihargai. Denga...