"Dis, kamu nggak apa-apa?" Irma bertanya dengan khawatir. Raut khawatir dan bersalah terus diperlihatkan Irma sejak ia bangun tadi. Adis terkekeh pelan, berusaha mengurangi perasaan bersalah temannya itu.
"Dari tadi nanya itu mulu. Nggak apa-apa, Ma."
"Aku merasa bersalah karena cuman kamu yang luka parah gini. Aku bahkan nggak kenapa-kenapa."
"Ya nggak apa-apa, lah, kan bukan salah kamu juga. Anak yang nabrak tadi gimana?"
"Tadi orang tuanya udah ke sini terus minta maaf dan ngebayarin biaya klinik ini, dia juga ngasih uang lima ratus ribu buat benerin motor aku yang lecet. Anaknya juga dimarahin abis-abisan." Jelas Irma. "Padahal sebenernya motornya nggak lecet-lecet amat sih, tapi Ibunya maksa aku buat ambil uangnya."
"Ya udah, nggak apa-apa, semoga anaknya jadi lebih hati-hati bawa motor." Balas Adis seadanya.
"Iya. Oh ya, kamu coba telpon orang rumah atau siapa gitu yang bisa jemput kamu. Aku tadi udah telpon Bang Ikram, dia bakal jemput aku. Maaf ya, aku nggak bisa antar kamu pulang, masih agak trauma bawa motor."
"Iya, Ma." Adis lalu mengambil ponsel di ranselnya lalu termenung sejenak. Siapa yang bisa ia hubungi? Ia tak memiliki seseorang pun yang bisa ia hubungi. Ia masih terdiam sambil mendengar Irma yang sedang menghubungi Ibunya.
"Iya, Mah, aku nggak apa-apa, bentar lagi Bang Ikram datang, kok. Iya, motornya nanti dibawa Bang Ikram. Motornya lecet dikit. Iya. Temenku yang luka lumayan parah, bahkan tadi sempet pingsan. Iya. Iya. Wassalamualaikum." Irma lalu mengakhiri telponnya dan mendongkak menatap Adisa yang masih terdiam di atas ranjang. "Kok diem?" Tanyanya.
Adis menggeleng, "Nggak apa-apa."
Ponselnya tiba-tiba berbunyi, ada pesan masuk dari Neila. Adis mendadak mendapat ide, ia bisa meminta Neila untuk menjemputnya, namun setelah membaca pesan itu, Adis menghela napas panjang.
Neila Industri 17 : Dis, sorry banget Abangku tiba-tiba datang dan mau nginep di kossan. Kayaknya kamu nggak bisa nginep dlu di kossanku, nanti nggak enak juga pasti kamunya. Sorry yaa
"Kenapa?" Tanya Irma yang langsung dijawab dengan gelengan olehnya.
Tiba-tiba dua orang laki-laki masuk ke ruangan mereka, dan Adis sedikit terkejut saat melihat Rafdi yang datang bersama Ikram.
"Loh, Kak Rafdi datang?" Sapa Irma.
"Iya, tadi aku sama Kak Rafdi lagi di luar, kebetulan motorku ada di kampus juga, jadi aku dianter Kak Rafdi." Jelas Ikram, pacar Irma. Ikram memang kakak tingkat mereka dan juga bekerja sebagai asisten lab di fakultasnya. Ia juga cukup dekat dengan Rafdi, jadi tak heran lelaki itu datang bersama.
"Kalian.. nggak apa-apa?" Tanya Rafdi sambil melihat Irma lalu menatap Adis cukup lama.
"Saya nggak apa-apa, Kak, yang parah Adis tuh." Timpal Irma.
Rafdi pun mendekat pada Adis dan memperhatikan luka di pelipis Adis. "Yang luka itu aja?" Tanyanya sambil menunjuk pelipisnya.
"Lengan sama betisnya juga. Betisnya robek, sempet dijahit tadi." Kata Irma mewakilinya untuk menjawab.
Adis hanya meringis pelan, "Saya nggak apa-apa, kok."
"Boleh pulang tapi kan? Atau mesti rawat inap?" Tanya Rafdi lagi.
"Boleh pulang, kok, cuman luka segini." Balas Adis langsung.
"Ya udah, kita pulang, yuk." Ajak Irma sambil berdiri. "Dis, kamu udah minta jemput siapa gitu?"
"Eung.. kayaknya aku naik ojeg online aja."
"Jangan, saya antar." Sahut Rafdi. "Kram, lo sama Irma pake motornya Irma, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawsome | Seri Self Healing✅️
Ficción GeneralHidup Adisa selalu rumit. Semesta pun kadang melupakannya. Maka yang selama ini Adisa pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia melindungi dirinya sendiri. Dan kehadian Rafdi di hidupnya mengajarkan Adis bagaimana rasanya dilindungi dan dihargai. Denga...