[17]

548 88 6
                                    


"Dis, kamu yakin?" Tanya Luna, salah satu teman satu sekamar Adis selama kurang lebih dua minggu ini. Adis dan Luna teman sekamar yang baru saja berkenalan tapi sudah saling cocok untuk tidur dalam satu kamar karena di awal pertemuan mereka sudah saling mencoba mengkomunikasikan apa yang mereka suka dan yang tidak suka, juga membuat peraturan bersama sebagai teman satu kamar. Adis merasa banyak kesamaan dengan Luna. Meskipun alasan mereka untuk tidur satu kamar itu berbeda. Adis karena ingin berhemat sedangkan Luna tipe orang yang tidak bisa tinggal sendiri. Luna pun anak rantau dari Semarang yang tidak diperbolehkan untuk tinggal sendiri oleh orang tuanya. Luna sendiri satu kampus dengan Adis tapi beda jurusan.

Adis mengangguk. "Tapi boleh kan kalau aku gantiin kamu?"

Luna mengangguk, "Boleh kok, Dis. Paling nanti kamu diwawancara dan tes kesehatan dulu, udah gitu bisa berangkat. Tapi bener, ya? Soalnya perginya bentar lagi."

Dari satu bulan yang lalu, Luna memdaftar program pengabdian dari kampusnya untuk mengabdi di salah satu desa di pelosok NTT. Program ini terdapat dua jalur; jalur seleksi dengan biaya yang ditanggung 85% oleh kampus dan jalur pribadi yang keseluruhan biayanya ditanggung oleh sendiri tapi bisa mendaftar tanpa harus mengikuti berbagai serangkaian seleksi. Karena Luna anak yang cukup berada dan tak mau mengikuti seleksi, ia mendaftar lewat jalur pribadi. Semua persiapannya pun lancar. Ia sudah menyiapkan semua yang akan dibawa dan kebutuhan lainnya. Sayangnya, dua hari yang lalu Ayah Luna tiba-tiba jatuh sakit dan Luna pun diminta untuk segara pulang ke Semarang. Karena hal ini pun, keluarga Luna memintanya untuk membatalkan kepergiannya ke NTT. Masalahnya, pihak organisasi yang menaungi program ini tidak bisa mengembalikan uang yang sempat Luna beri. Oleh karena itu, daripada uangnya hangus, Luna lebih baik mencari penggantinya. Dan secara tak terduga, Adis menawarkan diri.

"Tapi untuk biayanya aku bayar nanti nggak apa-apa?" Tanya Adis sungkan. Sebenarnya ini keputusan yang sangat impulsif. Biasanya Adis akan memikirkan segala sesuatu dengan mendalam, tapi saat Luna berkata bahwa ia sedang mencari pengganti, tanpa ragu Adis menawarkan diri. Padahal ia sama sekali tak punya uang untuk bisa membayar biaya program pengabdian itu. Entah apa yang ada di pikiran Adis sehingga ia bisa seberani itu.

"Nggak usah digantilah, Dis." Ucap Luna santai.

Adis melotot, "Ya masa nggak diganti? Itu jutaan, kan?"

"Nggak usah, asli." Luna masih bersikap santai. Bahkan ia langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur dan menghela napas lega, "Sebenernya aku sempet nggak diijinin buat ikut program itu. Kamu tahu kan, Dis, orang tuaku protektif banget. Dan Papa pasti bakal cerewet banget karena aku ngehabisin uang jutaan tapi akhirnya nggak jadi. Kalau jadinya digantiin sama kamu kan aku jadi lega."

"Ya berarti aku tetep harus ganti, kan?" Tanya Adis bingung. Selama tinggal sekamar dengan Luna, Adis mulai mengetahui bahwa Luna adalah anak berada yang sangat tidak segan untuk mengeluarkan uang. Bahkan saat mereka baru awal kenal pun, Luna sudah sering membelikannya makan. Tapi ia tahu, meski Luna orang berada, dia sangat baik dan tulus. Saat tahu Adis tak selalu memiliki uang pun tanpa kata langsung membelikannya makan atau pun kebutuhan lainnya. Adis selalu sungkan. Dan ia akan semakin sungkan jika Luna tak mengijinkannya mengganti biaya program pengabdian itu.

"Nggak usah, asli.  Lagian aku yang makasih karena kamu udah mau gantiian aku." Keukeuh Luna.

Adis menggeleng, "Aku bakal tetep ganti. Tapi nanti."

Luna menghela napas, "Oke lah terserah. Yang penting kamu fix ya gantiin aku?" Tanyanya memastikan.

Tanpa ragu, Adis mengangguk. Ia tak pernah seyakin ini atas keputusan yang secara mendadak.

"Oh ya, keluarga kamu ngijinin kalau kamu pergi mendadak begini?" Tanya Luna.

Dan pertanyaan itu pun membuat perasaan Adis mendung. Kenyataan bahwa tak ada siapa pun yang peduli akan apa yang ia lakukan membuat hatinya terasa sesak. Mungkin keputusannya untuk mengikuti program ini pun sebagai bentuk usaha untuk menyenangkan hatinya karena saat ini Ibu atau pun Kakaknya tak lagi ikut campur akan urusannya. Anehnya, ia sama sekali tak merasa senang dengan kenyataan itu. Ia malah semakin miris pada dirinya sendiri.

Flawsome | Seri Self Healing✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang